Nathan memilih untuk menceraikan Elara, istrinya karena menyadari saat malam pertama mereka Elara tidak lagi suci.
Perempuan yang sangat ia cintai itu ternyata tidak menjaga kehormatannya, dan berakhir membuat Nathan menceraikan perempuan cantik itu. Namun bagi Elara ia tidak pernah tidur dengan siapapun, sampai akhirnya sebuah fakta terungkap.
Elara lupa dengan kejadian masa lalu yang membuatnya ditiduri oleh seorang pria, pertemuan itu terjadi ketika Elara sudah resmi bercerai dari Nathan. Pria terkenal kejam namun tampan itu mulai mengejar Elara dan terus menginginkan Elara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nagita Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Lucas menatap heran pada Elara yang baru saja menghapus jejak air matanya, pertanyaan Marvin benar tentang mengapa Elara menangis.
“Mommy kenapa menangis?” Tanya Lucas juga.
Elara menggelengkan kepalanya dengan cepat.
“Tidak, Mommy sama sekali tidak menangis. Mommy hanya merasa terharu karena setiap kali kita bertemu, Lucas selalu memanggil…”
“Karena aku yakin kalau Mommy adalah wanita yang telah melahirkanku.” Ucap Lucas memotong dengan cepat perkataan milik Elara.
Senyum terbit di bibir Elara, anak laki-laki itu sungguh tampan dan sekaligus menggemaskan.
Elara terlihat berjongkok di hadapan Lucas, menggenggam kedua tangan mungil itu dengan sangat lembut.
“Kenapa harus mengatakan bahwa aku adalah Mommy mu, hm? Kenapa kau begitu percaya kalau aku adalah wanita yang melahirkanmu, Lucas?” Tanya Elara menatap dekat pada wajah tampan anak itu.
Lucas membalas tatapan milik Elara dengan tatapan dalam, seakan ia dapat merasakan kalau Elara juga begitu menyayanginya walau wanita itu masih berusaha menyangkal tentang apa yang dikatakan oleh Lucas.
Bukan Elara ingin menyangkal, tapi faktanya Elara tidak ingin mengambil hak seseorang untuk menjadi Mommy bagi Lucas.
Tangan Elara masih bertaut menggenggam tangan milik Lucas dengan lembut.
“Karena aku yakin kalau kau adalah wanita yang telah melahirkanku, tidak ada yang salah Mom. Aku ingin terus percaya bahwa kau adalah Mommy ku.” Ucap Lucas dengan senyum polosnya.
Marvin masih mendengarkan percakapan dua orang itu, percayalah kalau hati Marvin begitu menghangat menatap keduanya.
Sampai pada akhirnya terlihat Elara mendongakan kepalanya hingga matanya bertemu dengan wajah Marvin yang masih berada di dekatnya dengan posisi berdiri.
“Dia menyukaimu Elara, biarkan saja daripada dia berisik.” Ucap Marvin.
Elara dibuat bingung, apakah Marvin tak keberatan dengan tingkah putranya yang menganggap Elara adalah wanita yang melahirkannya?
Seperti Elara memang harus bicara pada Marvin.
Tampak saat itu Elara kembali menatap wajah Lucas lalu berucap.
“Apakah Lucas tidak sekolah, hm?” Tanya Elara.
Lucas menggelengkan kepalanya.
“Tidak, hari ini aku hanya ingin bersama dengan Mommy. Dan tenang saja, aku tidak akan mengusik atau mengganggu Mommy saat bekerja.” Janji anak itu mampu membuat Elara mengukir senyum.
“Baiklah.” Balas Elara segera menaut tangan Lucas.
Lucas dengan senyum antusias tentu saja langsung bahagia ketika Elara benar-benar memperlakukan dengan hangat dan baik.
‘Dia memang Mommy ku.’ ucap Lucas.
***
Waktu berjalan...
Lucas memainkan rambut panjang Elara seolah itu mainan kesukaannya.
Elara yang sedang mengetik laporan tampak berusaha tetap fokus. Sementara di meja kerjanya, Marvin berusaha menahan diri untuk tidak kehilangan kesabaran melihat putranya yang satu itu.
“Lucas.” panggil Marvin.
Anak itu menoleh dengan wajah polos, senyum manis menempel di wajah mungilnya.
“Apa, Daddy?” balas Lucas.
“Berhenti memainkan rambut Elara. Dia sedang bekerja.” ucap Marvin.
Lucas justru mengedip lucu, jari-jarinya tetap memainkan ujung rambut Elara dengan lembut.
“Tapi rambut Mommy halus sekali, Daddy. Lucas suka.” ucapnya.
Elara menunduk, menahan senyum kecil.
“Lucas, sayang, jangan begitu. Mommy sedang sibuk, nanti pekerjaan Mommy tertinggal.” ucap Elara menatap anak itu.
Lucas menghela napas berat, tangannya perlahan melepaskan tautan tangannya di rambut Elara, lalu bersandar di kursinya dengan wajah cemberut.
“Tapi Lucas bosan. Daddy hanya bekerja, Mommy juga bekerja. Lucas sendirian.” ucap Lucas dengan nada manja.
Marvin menatap anaknya dengan datar.
“Lucas, bukankah lebih baik kau disekolah saja? Kalau tak mau maka diam saja di Mansion.” ucap Marvin.
Lucas menatap Marvin, bibirnya mengerucut.
“Kalau begitu Daddy harus bawa Mommy ke Mansion juga. Agar Lucas tak bosan.” balas Lucas.
Elara hampir tersedak mendengarnya. Wajahnya memerah, sementara Marvin menegakkan tubuh dengan alis terangkat tinggi.
“Lucas, Elara sedang bekerja di sini. Dia tidak bisa ikut pulang kapan pun kau mau.” decak Marvin.
Lucas masih menatap Marvin dengan tatapan penuh keberanian.
“Tapi Daddy kan bosnya. Daddy bisa minta Mommy pulang kalau mau.” ucap Lucas lagi.
Elara buru-buru menyela, takut suasana berubah jadi lebih canggung.
Elara tersenyum canggung.
“Lucas, Daddy-mu memang bos, tapi Mommy harus menyelesaikan tugas dulu, baru boleh pulang. Begitu aturan di kantor.” ucap Elara.
Lucas berpikir sejenak, lalu menatap Marvin lagi.
“Daddy, kalau Lucas juga jadi bos, Lucas boleh meminta Mommy pulang sekarang?” tanya Lucas.
Marvin menahan senyum.
“Sayangnya, Lucas belum jadi bos. Kau masih terlalu kecil.” balas Marvin.
“Kalau begitu Daddy kasih Lucas jabatan kecil saja. Lucas mau jadi bos kecil yang tugasnya jaga Mommy.” ucap anak itu sedikit keras kepala.
Elara tertawa pelan, tak kuasa menahan diri.
“Lucas, kalau begitu Mommy harus minta izin pada dua bos sekaligus, ya?” tanya Elara.
Lucas mengangguk cepat, wajahnya berbinar.
“Iya! Lucas dan Daddy!” ucap Lucas.
Marvin menatap anaknya dengan ekspresi setengah lucu, setengah frustrasi.
“Lucas, kau ini benar-benar ya. Tak ada habisnya mencari cara agar dekat dengan Elara.” decak Marvin.
Lucas menatap Marvin dengan bangga.
“Tentu saja. Mommy manis, lucu, dan rambutnya wangi. Lucas suka Mommy.” ucap Lucas.
Elara hampir menutupi wajahnya karena malu.
Elara berdehem pelan.
“Lucas, kau ini pandai sekali memuji. Tapi sekarang biarkan Mommy menyelesaikan pekerjaan dulu, okey?” ucap Elara.
“Boleh, asal nanti Mommy yang menyuapi Lucas makan siang.” ucap anak itu dengan nada yang manja lagi.
Marvin segera menatap anaknya dengan nada tegas.
“Lucas, kau bisa makan sendiri. Jangan manja seperti itu.” ucap Marvin yang melihat putranya sudah ketergantungan dengan Elara.
Lucas menatap Daddy nya dengan wajah serius yang terlalu lucu untuk diabaikan.
“Lucas hanya mau Mommy yang suapin. Kalau Daddy tak suka, Daddy jangan lihat.” ucap Lucas.
Elara langsung tertawa kecil, sementara Marvin menarik napas panjang, mencoba menahan diri.
"Selalu saja tak mendengarkan." decak Marvin lagi.
“Itu salah Daddy.” balas Lucas ikut berdecak kecil.
Marvin menatap anaknya lama. Kalimat itu sederhana, tapi entah mengapa cukup mengusik Marvin. Ia jadi merasa bersalah pada putranya itu.
Elara menatap mereka berdua bergantian, merasa tersentuh namun juga terkadang gugup.
“Lucas, Daddy-mu benar. Ini tempat kerja. Tapi nanti, setelah Mommy selesai, kita bisa makan siang bersama.” ucap Elara.
Lucas langsung tersenyum cerah, tangannya menggenggam jemari Elara tanpa ragu.
“Janji, Mommy? Jangan batal, ya?” ucapnya antusias.
“Janji.” balas Elara.
Marvin menatap adegan itu, matanya teduh tapi penuh pikiran. Ada sesuatu yang terasa aneh baginya, melihat bagaimana Lucas, anak yang biasanya dingin dan sulit dekat dengan siapa pun, bisa begitu hangat dengan Elara.
Dan yang lebih aneh, ia tidak bisa memalingkan pandangannya.
'Lucas tak pernah bersikap seperti ini pada siapa pun. Bahkan dengan pengasuhnya sendiri. Elara, apakah kau benar-benar tidak mengingat apa pun? Tidak ingat bahwa kau pernah melahirkan anak ini?' tanya Marvin membatin.
Elara menatap Marvin ketika menyadari pria itu diam terlalu lama.
“Tuan Marvin? Ada sesuatu?” tanya Elara.
Marvin cepat menggeleng dan tersenyum tipis.
“Tidak. Aku hanya berpikir, kau luar biasa. Bahkan sambil menjaga Lucas, kau tetap bisa bekerja dengan baik.” balas Marvin memuji.
Elara tersenyum lembut, matanya menatap Lucas yang kini mulai menguap kecil.
“Lucas manis sekali. Mungkin dia hanya butuh perhatian lebih.” ucap Elara.
Lucas menatap Daddy nya dengan senyum mengantuk.
“Daddy, Lucas mau tidur di sini saja dengan Mommy.” ucap Lucas tiba-tiba.
“Tidak, Lucas. Kau tidur di sofa, jangan mengganggu Elara bekerja.” ucap Marvin menghela napas.
“Tapi kalau Lucas mimpi buruk?” ucapnya.
Marvin menghela napas pasrah.
“Kalau kau mimpi buruk, Daddy ada di sini. Sekarang cepat tidur jika sudah mengantuk.” ucap Marvin.
Lucas memejamkan matanya, tapi masih sempat bergumam pelan.
“Daddy, nanti kalau Lucas besar, Lucas mau nikah dengan Mommy.” anak itu sungguh membuat Marvin kesal.
Elara langsung terdiam kaget, wajahnya memanas hingga telinganya.
Marvin menatap anaknya tak percaya, lalu mengusap wajah sendiri.
“Lucas, kau tidak bisa menikahi Elara. Mommy terlalu dewasa untukmu.” kesal Marvin
Lucas masih setengah mengantuk.
“Kalau Lucas besar nanti bagaimana?” tanya Lucas.
"Tentu saja tidak akan pernah bisa." ucap Marvin.
Elara menatap Lucas dengan senyum hangat, lalu menoleh ke arah Marvin yang kini menatapnya dalam diam.
Lucas sudah terlelap.
'Aku yang lebih cocok menikahi mu Elara.' batin Marvin tetap menatap Elara yang juga menatapnya.
Detik berikutnya Elara fokus bekerja lagi.
Bersambung…