NovelToon NovelToon
Di Culik Tuan Mafia

Di Culik Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Mafia / Cinta Terlarang
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Yilaikeshi

Sofia Putri tumbuh dalam rumah yang bukan miliknya—diasuh oleh paman setelah ayahnya meninggal, namun diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu oleh bibi dan sepupunya, Claudia. Hidupnya seperti neraka, penuh dengan penghinaan, kerja paksa, dan amarah yang dilampiaskan kepadanya.

Namun suatu pagi, ketenangan yang semu itu runtuh. Sekelompok pria berwajah garang mendobrak rumah, merusak isi ruang tamu, dan menjerat keluarganya dengan teror. Dari mulut mereka, Sofia mendengar kenyataan pahit: pamannya terjerat pinjaman gelap yang tidak pernah ia tahu.

Sejak hari itu, hidup Sofia berubah. Ia tak hanya harus menghadapi siksaan batin dari keluarga yang membencinya, tapi juga ancaman rentenir yang menuntut pelunasan. Di tengah pusaran konflik, keberanian dan kecerdasannya diuji.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yilaikeshi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12

Ini gila…” gerutu Sofia Putri dalam hati. Ia benar-benar berada di persimpangan sulit. Bisa saja ia pergi begitu saja, membiarkan Ruth menangani kekacauan ini sendirian. Tapi pria di meja operasi itu… membuatnya tak tega. Ia tak bisa menutup mata dan membiarkannya mati. Ya Tuhan, betapa ia membenci situasi ini!

“Baiklah!” Sofia akhirnya menyerah, giginya terkatup rapat menahan emosi. “Tapi percayalah, ini akan jadi yang terakhir kalinya kau memanggilku ke sini!”

“Aku tidak bisa berjanji,” jawab Ruth enteng, seolah menambah bensin ke dalam api amarahnya.

“Ruth!” seru Sofia gusar.

Ruth hanya memiringkan kepala dengan tenang. “Tidakkah kau lebih suka mendengar kebenaran pahit daripada kebohongan manis?” tanyanya santai.

Sofia menggeram dalam hati. Itulah yang paling menyebalkan dari Ruth—terlalu blak-blakan. Kadang kejujurannya memang berguna, tapi di momen-momen seperti ini, Sofia ingin sekali menjahit mulutnya rapat-rapat.

“Apakah kau tidak berencana memulai operasi? Atau kau ingin pasien VIP-mu ini mati kehabisan darah dulu?” Sofia memotong, sekalian mengingatkan Ruth alasan ia masih bertahan di ruangan itu.

“Baiklah.” Ruth berbalik menuju meja operasi, mulai menyiapkan peralatan.

“Apa yang kau mau dariku kali ini?” Sofia melirik pria yang terus mengerang pelan. “Bagaimana dia bisa menahan sakit separah ini?”

“Aku berhasil menemukan sedikit morfin,” jelas Ruth. “Tidak banyak, tapi setidaknya bisa sedikit membantu.”

Lalu ia menatap Sofia serius. “Sekarang aku butuh kau menahannya tetap diam. Percayalah, ini akan sangat menyakitkan.”

Sofia menarik napas dalam, mempersiapkan diri secara mental untuk apapun yang akan terjadi. Pria itu mengenakan masker di wajah, sesuatu yang bukan hal asing bagi Sofia. Ruth memang mewajibkan pasien-pasien tertentu memakai masker, alasan keamanan. Semakin penting dan berbahaya orang itu, semakin ketat pula kerahasiaannya.

Bahkan Ruth sendiri mengaku tak selalu tahu identitas mereka. “Lebih baik begitu,” katanya dulu. “Semakin sedikit yang kau tahu, semakin aman dirimu.”

Itulah salah satu alasan kenapa Sofia ingin berhenti. Ia ingin hidupnya normal, aman, dan jauh dari dunia penuh bayangan seperti ini. Tapi sekali masuk ke dalamnya, keluar ternyata tak semudah itu.

---

“Hey…” Sofia memberanikan diri menyapa pelan.

Tatapan tajam langsung menghantamnya. Mata biru elektrik yang begitu indah, menusuk jantungnya. Sofia refleks menelan ludah. Ia bahkan sempat berpikir, andai saja aku punya mata seindah itu…

“A… air…” suara seraknya terdengar lemah.

“Aku tahu ini menyakitkan. Tapi percayalah, air bukan hal yang kau butuhkan sekarang,” Sofia mencoba menenangkannya.

Ia menggenggam tangan pria itu erat. “Kau harus kuat. Kita akan melakukan operasi tanpa anestesi penuh. Ini pasti akan menyiksa. Tapi dengar aku…” suaranya melembut, “kau hanya perlu menggenggam tanganku sekuat mungkin. Ingatlah, aku di sini bersamamu.”

Pria itu menatapnya beberapa detik, lalu mengangguk pelan. Isyarat kecil itu sudah cukup bagi Ruth.

“Baiklah, kita mulai,” ujar Ruth tenang, tepat saat ia menuangkan larutan garam ke luka bahu.

Pria itu meraung tertahan, genggaman tangannya pada Sofia begitu kuat hingga Sofia yakin tulangnya bisa retak. Ia meringis, membayangkan memar yang pasti akan tertinggal esok hari.

Mimi sahabat satu-satunya yang tahu rahasia pekerjaannya pasti akan menuntut penjelasan lagi. Sofia sudah lelah harus terus berbohong padanya.

---

Namun pria ini… luar biasa tangguh. Meski Ruth mulai mengiris kulit dengan pisau bedah, ia hanya mengerang lirih, menahan rasa sakit. Daya tahannya membuat Sofia terkesima. Ya, penjahat macam mereka memang punya semangat bertahan hidup yang berbeda…

Sofia tersadar saat menyadari pria itu balik menatapnya. Ada rasa ingin tahu dalam sorot matanya, membuatnya salah tingkah. Jantungnya berdegup kencang.

Ia tidak pernah ingin terikat dalam hubungan dengan laki-laki. Menurutnya, pacaran hanya buang waktu dan energi. Ia tidak siap terluka, apalagi hancur. Hidupnya sudah cukup rumit dengan urusan keluarga dan bibinya yang kejam.

Tapi pria ini… bahkan dengan masker, rahangnya yang tegas, bibir tipis kemerahan—cukup untuk membuat pipinya panas.

Ya Tuhan! Apa yang kupikirkan? Sofia memarahi dirinya sendiri.

---

Syukurlah operasi berjalan lancar. Saat Ruth akhirnya selesai menjahit luka, Sofia menarik tangannya yang pegal. Jari-jarinya terasa nyeri akibat cengkeraman pria itu.

“Temani dia sebentar. Aku lapar, perlu makan,” kata Ruth singkat. Tanpa menunggu jawaban, ia pergi meninggalkan mereka berdua.

Sofia menatap pasien itu, yang kini sudah dipindahkan ke ranjang. Napasnya teratur, tertidur lelap akibat kelelahan.

Pikirannya kacau. Ia tahu seharusnya tidak, tapi keinginan itu terlalu kuat. Ia ingin melihat wajah di balik masker itu.

Tidak, Sofia. Jangan lakukan.

Tapi pikiran itu justru makin menggerogoti, bagaikan racun. Rasa penasarannya meluap. Hanya sekadar mengintip… tidak lebih.

Tangan Sofia terulur gemetar, mendekati masker yang menutupi wajahnya. Ia nyaris menariknya turun.

Namun tiba-tiba, sebuah tangan mencengkeram pergelangannya kuat-kuat.

1
Alfiano Akmal
Terima kasih sudah Mampir jangan lupa tinggalkan jejak kalian .....
Shinichi Kudo
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
cómics fans 🙂🍕
Gak sabar nunggu lanjutannya thor!
Nami/Namiko
Terima kasih author! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!