Sinopsis:
Lilia, seorang agen wanita hebat yang mati dalam ledakan saat menjalankan misinya, namun secara tidak sengaja masuk ke dunia novel sebagai tokoh wanita antagonis yang dibenci oleh semua warga desa. Dalam dunia baru ini, Lilia mendapatkan misi dari sistem jika ingin kembali ke dunia asalnya. Untuk membantunya menjalankan misi, sistem memberinya ruang ajaib.
Dengan menggunakan ruang ajaib dan pengetahuan di dunia modern, Lilia berusaha memperbaiki keadaan desa yang buruk dan menghadapi tantangan dari warga desa yang tidak menyukainya. Perlahan-lahan, perubahan Lilia membuatnya disukai oleh warga desa, dan suaminya mulai tertarik padanya.
Apakah Lilia dapat menyelesaikan semua misi dan kembali ke dunianya?
Ataukah dia akan tetap di dunia novel dan menemukan kebahagiaan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 : Awal Baru, Lilia Yang Baru
Bu Ira terkejut bukan main melihat kandang ayamnya yang kemaren rusak, pagi ini tiba-tiba berubah bagus, lebih bagus dari yang semalam. Kandang ayamnya terbuat dari kayu jati yang kuat, bahkan lebih kuat dari bahan kayu rumah mereka. Bu Ira dan suaminya mengucek mata mereka beberapa kali, karena mengira salah lihat. Namun, kandang ayam itu sangat nyata.
"Siapa yang membuat kandang ayam ini? Masa Lilia? Kapan dia membuatnya?" tanya Bu Ira, bicara pada suaminya.
"Bukannya yang berjanji membuat kandang ayam untuk kita adalah Lilia, mungkin saja memang dia," jawab suaminya.
"Apa tadi malam waktu kita tidur dia menyuruh orang membuatnya?" tanya Bu Ira lagi.
"Tidak mungkin! Lilia tidak punya uang sebanyak itu untuk memberi upah tukang, hutangnya saja di mana-mana!" sangkal suami Bu Ira, lagi.
Tiba-tiba Bu Sinta dan suaminya datang ke rumah Bu Ira.
"Bu Ira ... Bu Ira ..." panggil Bu Sinta.
"Ada apa Bu Sinta? Kok pagi-pagi sudah kemari?" tanya Bu Ira, penasaran dengan tujuan Bu Sinta dan suaminya datang.
"Kebun saya ... ada yang menanam. Pagi ini tiba-tiba sudah ditanami orang. Proses menanamnya juga rapi," lapor Bu Sinta.
"Kandang ayamku juga sudah dibuat, lebih bagus dari yang semalam," lapor Bu Ira baik.
"Apa Lilia yang melakukannya?" tebak Bu Sinta.
Mereka saling pandang, dari tadi Bu Ira dan suaminya juga curiga apakah benar Lilia lah yang melakukannya. Sebelum mereka sempat berpikir lebih jauh, Lilia dan Pandu datang.
"Bagaimana Bu Ira, Bu Sinta, kandang ayam dan kebun kalian sudah bagus kan? Aku mengeluarkan sisa tabunganku untuk memberi upah seseorang mengerjakannya tadi malam," ucap Lilia bohong. "Lebih bagus dari yang ku rusak kemaren kan? Kalian suka?" lanjut Lilia lagi, berkata dengan bangga.
"Ternyata benar dia bertanggung jawab atas perbuatannya, aku kira Lilia bohong. Syukurlah Lilia sudah sadar," batin Pandu.
"Terima kasih Lilia, kami suka. Lebih bagus dari yang kamu rusak. Coba kamu sebaik ini sejak dulu, jadi kami tidak perlu membencimu selama ini," sahut Bu Ira, tersenyum ramah, menunjukan kepuasannya pada kandang ayam yang dibuat Lilia.
"Saya juga tidak menyangka, kebun saya sudah tertanam sayuran, bahkan lebih banyak dari yang kamu curi," kata Bu Sinta.
"Kak Pandu, kamu sudah lihat kan? Aku sudah membereskan masalahku," kata Lilia.
Pandu mengangguk. "Iya, aku sudah lihat. Kalau begitu aku sudah tenang. Aku berangkat dulu ke markas, sore nanti aku pulang," kata Pandu.
"Pandu, kamu kan sudah jadi Kolonel, pangkat kamu tinggi. Jangan terlalu rajin bekerja sampai jarang pulang. Kasihan Lilia, pasti dia kesepian. Perempuan kalau kurang kasih sayang dari suaminya akan mencari pria di luar," nasihat Bu Ira pada Pandu, sambil bercanda.
"Bu Ira, saya tidak masalah. Suami rajin kerja bukankah bagus? Mengenai perselingkuhan saya kemaren, itu karena saya khilaf, tidak ada hubungannya dengan Kak Pandu yang selalu tugas. Saya yang bersalah, bukan Kak Pandu," jawab Lilia, membela suaminya.
"Lilia, kami semua mengerti perasaan kamu. Semua warga desa juga tau kalau Pandu menikah dengan kamu hanya terpaksa. Tapi melihat perubahan kamu, kami rasa kamu adalah jodoh terbaik untuk Pandu. Ada baiknya Pandu harus menerima kenyataan ini, bahwa yang menjadi istrinya sekarang adalah kamu, bukan Diah Ayu," kata Bu Sinta, tanpa ragu.
"Bu Sinta jangan bilang begitu. Saya yang salah," jawab Lilia lagi, tidak enak pada Pandu. "Kak Pandu, kok masih di sini? Bukannya mau pergi? Jangan dimasukan ke hati perkataan Bu Ira dan Bu Sinta. Semua ini terjadi karena kesalahanku," lanjut Lilia.
Pandu terdiam sesaat. "Aku pergi sekarang," katanya, tidak mau membahas perkataan Bu Ira dan Bu Sinta. Pandu pun pergi ke markas. Pandu pergi ke markas mengendarai sepeda ontelnya.
Setelah Pandu pergi, Lilia juga berniat pergi. "Bu Ira, Bu Sinta, semuanya, saya pulang dulu. Kalau kalian perlu bantuan, jangan sungkan. Saya pasti membantu," kata Lilia, berpamitan.
"Jangan berubah seperti dulu, Lilia. Kami suka kamu yang sekarang. Kamu makin cantik dan baik," jawab Bu Ira.
"Saya juga suka kamu yang sekarang," jawab Bu Sinta.
"Iya Bu. Terima kasih. Saya permisi dulu." Lilia pun pulang. Lilia pulang berjalan kaki.
Di tengah jalan, tidak sengaja Lilia bertemu Boni, selingkuhannya. Boni terperangah melihat penampilan Lilia yang sangat cantik. Dia pun memberhentikan motornya di depan Lilia.
"Wow, Lilia, kamu cantik sekali. Coba sejak kemaren kamu cantik begini, tidak mungkin aku tolak," puji Boni.
Lilia tidak tau siapa pria dihadapannya. Penampilan pria ini sangat culun. Rambutnya lurus panjang sebahu. Bajunya jadul ala pemuda 80 an. Sangat jelek dan membuat Lilia jijik.
"Taro, siapa pria aneh ini?" tanya Lilia, memanggil sistem dengan suara hatinya.
"Masa kamu lupa? Dia Boni, selingkuhan pemilik tubuh. Pria inilah yang memukul kepala Lilia semalam hingga Lilia pingsan di gubuk itu," jawab sistem.
"Apa? Selingkuhan Lilia? Kamu bercanda. Pria jelek seperti ini? Tidak bisa dibandingkan dengan ketampanan Kak Pandu."
"Pandu Giandra memang tampan, tapi dia selalu bersikap dingin, sementara Boni selalu bicara manis pada Lilia. Hanya saja badan Lilia bau, jadi Boni tidak sanggup memeluknya semalam. Boni mau muntah."
"Cih. Aku dan pemilik tubuh berbeda. Aku tidak membutuhkan pria jelek seperti ini."
Sistem pun kembali menghilang. Meninggalkan Lilia dan Boni berdua.
"Bagaimana kalau kita lanjut yang kemaren, sayang?" ajak Boni.
"Ogah!" jawab Lilia dengan ketus. Dia pun pergi tanpa permisi, membuat Boni terdiam tidak percaya.
"Kok dia berubah? Kemaren masih manis, selalu berbunga-bunga setiap mendengar ucapanku. Apa semalam aku terlalu keras memukul kepalanya sampai dia marah?" pikir Boni. Dia pun berlari mengejar Lilia.
"Lilia sayang ... Jangan marah dong ... Ayo naik motor ku ... Kemaren aku khilaf," bujuk Boni. Namun, Lilia sama sekali tidak tertarik.
Lilia tetap mengabaikan Boni. Namun, Boni tetap kekeh, sampai menarik paksa tangan Lilia. Kesabaran Lilia mulai habis. Lilia kesal. Lilia pun menendang keras kaki Boni. Boni tersungkur.
"Lilia!" teriak Boni, kesal karena kakinya ditendang Lilia.
"Pergi sana! Sebelum dua kakimu aku patahkan!" ancam Lilia.
Tapi Boni tidak takut. Boni berdiri dengan susah payah. "Wow, sangat menantang. Liliaku bukan cuma makin cantik, tapi juga semakin menarik," kata Boni, berkata dengan senang.
"Dasar pria cabull!" umpat Lilia.
Boni kembali menarik tangan Lilia. Dalam sekejap tangan itu Lilia putar, membuat Boni berteriak kesakitan. Kemudian Lilia bersiap memberikan tendangan yang mematikan.
Buk ...
Tubuh Boni melayang, terbang, terlempar ke parit, tidak jauh dari pinggir jalan itu. Lilia tertawa terbahak-bahak melihat nasib sial Boni.
"Siapa suruh berurusan denganku."