NovelToon NovelToon
MAS BERONDONG, I LOVE YOU

MAS BERONDONG, I LOVE YOU

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Berondong / Beda Usia / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Enemy to Lovers
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nanadoongies

Orang bilang Abel yang jatuh cinta duluan dengan gombalan-gombalan itu, tapi Abi juga tahu kalau yang rela melakukan apa saja demi membuat Abel senang itu Laksa.
.
Berawal dari gombalan-gombalan asbun yang dilontarkan Abel, Laksa jadi sedikit tertarik kepadanya. Tapi anehnya, giliran dikejar balik kok Abel malah kabur-kaburan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanadoongies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 30

Abel masih berusaha menggoyangkan lengan Laksa sebab si bongkahan es batu itu kini tengah memejamkan mata. Rasa panik jelas terasa semakin kuat, Abel sampai hampir menangis dibuatnya.

“Kenapa telapak tangan lo jadi beku? Kalau tau bakal begini, kenapa hotpack-nya lo kasih ke gue semua, Lak? Gila, ya?!”

“Pergi.”

Laksa berusaha mendorong, tenaganya masih cukup banyak untuk sekedar membuat Abel jatuh ke tanah.

“Gue bilang, pergi, Abel.”

“Nggak akan gue biarin lo kedinginan di sini.” Abel hampir mendekap, tapi Laksa lebih dulu mendorong. Pantatnya otomatis menyentuh tanah, bersamaan dengan hotpack yang jatuh dari atas pangkuannya.

“Nggak usah peduliin gue.”

Laksa buru-buru bangkit. Tubuhnya masih gemetaran hebat, tapi ia enggan mengaku kalau dirinya mungkin akan jadi es batu setelah ini.

“Jangan keras kepala. Lo tuh—”

Laksa sudah lebih dulu menutup pintu sebelum Abel menyelesaikan kalimatnya. Saatnya melangkah, Laksa tak sengaja menyentuh kaki Dito, alhasil ia melenguh kaget.

“Anying! Siapa yang isengin gue pakai es batu? Jangan rese elah."

“Sorry.”

Abi yang semula terlelap kontan membuka mata. “Lo baru balik, Lak? Mana jaket sama hotpack lo?”

“Tidur lagi, Bi.”

“Heh, lo kedinginan? Buset, ini tangan orang apa es batu? Dingin banget anying!” Abi mencomot bungkus hotpack dari saku samping ransel milik Laksa dengan sembarangan. “Pegang dulu. Pegang dulu. Lo bawa kaos kaki dobel nggak? Lo taruh mana biar gue ambilin.”

“Gue bisa ambil sendiri.”

“Nggak usah ngeyel. Badan udah gemetaran kayak gitu mau saingan sama supra butut bapak gue, lo?” Abi tambah mecucu, tapi sigap memakaikan kaos kaki tambahan ke kaki Laksa.

“Udah tau nggak tahan dingin malah sok-sokan lepas jaket segala. Gemeteran, ‘kan, lo? Kebanyakan gaya sih.”

“Lo kayak bunda.”

“Emang spesiesnya, terus kenapa? Sana pindah ke tengah biar gue yang tidur di sini.”

“Nggak usah.”

“Lo beneran mau jadi es batu?” Abi melemparkan jaket Laksa yang semula terlipat di atas ransel sebelum keluar tenda untuk membuatkan kopi. Di saat yang sama, ia menemukan Abel masih berjongkok di depan tenda mereka.

Abi belum sempat bertanya, perhatiannya terkunci pada jaket kebesaran milik Laksa yang berhasil mengkerdilkan tubuh si Kalula. Alhasil, Abi terdiam cukup lama sebelum berlalu ke bagian dapur kecil milik mereka.

“Abiii.”

“Ntar dulu keburu temen gue jadi es batu.”

Abel pasrah menunggu. Untungnya Abi telah menyiapkan termos kecil, jadi ia bisa menolong Laksa dengan cepat.

“Jangan ditumpahin ke anak-anak.”

“Suruh dia pergi.”

“Udah minum dulu, sisanya biar gue yang urus.”

Saat keluar, Abi malah menemukan Dito, Anjani dan juga Bian yang kini tengah berkumpul di depan tenda. Bian terlihat hampir memakan orang-orang, sedang dua sahabat itu mulai membantu Abel berdiri, bahkan mengajaknya berpindah ke tenda sekretariat.

“Matanya santai aja kali,” ujar Abi.

“Temen lo cari gara-gara.”

“Widih, yang bener nih, Pak?” Abi terpaksa ikut karena Dito menyeretnya ke sana. Begitu duduk—ia diposisikan di tengah-tengah— semua orang kontan menatapnya. “Kenapa pada lihatin gue kaya gitu? Kalian mau bilang kalau Laksa udah melakukan hal yang enggak-enggak mentang-mentang dia habis keluar dari hutan?”

“Kalau nggak, ngapain dia kelayapan sampai hutan waktu kita siap-siap mau tidur?” Bian menyahut lebih dulu. Sudah dibilang, ‘kan, kalau aura-auranya mau makan orang-orang?

“Gelang dia ilang.”

“Alasan!”

“Lah, yang jadi temen setendanya tuh siapa, gue tanya? Gelang dia emang ilang makanya bela-belain masuk hutan karena itu pemberian ayahnya.” Abi menatap mereka satu persatu.

“Nggak usah nyolot!”

“Yang nyolot dari tadi tuh elo! Kalau bukan karena temen gue, cewek kesayangan lo ini mungkin bakal terjebak di hutan sampai besok pagi. Udah ditolongin bukannya bilang makasih malah nuduh yang enggak-enggak. Lihat noh temen gue sampai beku tangannya karena hotpack-nya dikasih semua, gitu masih lo katain Laksa kebanyakan alasan. Mikir kids!”

“Laksa udah cerita gimana kronologinya?” sahut Dito.

“Kenapa tanya temen gue dah? Temen lo nganggur, ‘kan? Daripada nyebar fitnah, mending tanyain temen lo sampai puas. Heran banget gue sama organisasi bobrok ini.”

Abi akhirnya bangkit setelah memberikan dengusan mengejek. Memang agak cari mati, tapi siapa yang peduli? Harga diri kawannya jauh lebih penting daripada status senior-junior ini.

“Bel, sebenarnya ada apa sih?”

Abel melengos, kepalanya terlalu penuh dengan banyak hal.

***

Pagi menjelang. Suara kicauan burung mulai terdengar saling bersahutan. Di bawah atap dapur yang dibuat ala kadarnya, cowok-cowok Gugus Harimau Tiga nampak anteng menikmati sarapan khas mahakarya Fabian Dhanunendra.

“Gelang lo udah ketemu, Lak?” tanya Bintang.

“Belom.”

“Balik jam berapa lo? Mata gue beneran nggak bisa diajak kompromi setelah nyentuh matras. Beuhhh, berasa habis jadi prajurit peperangan.”

Semua orang tergelak karena ucapan Dwiki.

“Lupa.”

“Semoga waktu jelajah medan nanti, kita bisa nemuin gelang lo,” ucap Anggara.

“Aaamiin.”

Abi tak mengatakan apa-apa. Sesederhana memuntahkan keluh kesah karena dibuat kesal oleh Bian saja tidak, padahal Laksa juga tidak melarangnya. Ia enggan saja melewati hari yang cerah ceria ini dengan permasalahan tidak penting itu. Terlebih lagi, Abi masih kesal dengan Abel karena tidak memberikan pembelaan apapun. Kalau Dipa tahu mungkin gadis itu sudah dimaki-maki sejak tadi.

“Yang kejatah kurve siapa nih?”

“Gue aja kali, ya? Semalem, ‘kan, si Abi udah nangkring di sini. Kasihan kalau plonga-plongo doang karena nggak kebagian lihat dunia luar.”

“Kampret, lu, Bin. Kalau bukan karena kerendahan hati gue buat masakin lu-lu pada, mungkin sekarang kalian lagi sarapan pake mie instan.”

“Songong banget anying! Berasa jadi koki bintang lima aja.”

“Loh, nggak atau aja dia.”

“Abi emang koki bintang lima, Kar, tapi bintangnya dikurangin empat,” balas Romi.

“Ahahaha, sial.”

Di tengah pembicaraan menyenangkan itu, Abel tiba-tiba datang. Tubuhnya masih terbungkus jaket Laksa, pun dengan kantong mata yang terlihat cukup besar.

"Laksa, ayo ngobrol dulu."

"Lah, itu jaket lo, 'kan, Lak?" Bintang melihat Abel dan Laksa secara bergantian. "Semalem lo cari gelang apa ketemuan?"

Laksa akhirnya bangkit. Dia menyeret Abel sedikit jauh dengan wajah kelewat sebal. Begitu tinggal berdua, Laksa menyentakkan tangan Abel begitu saja.

"Berhenti bikin masalah buat gue."

"Laksa, bibir lo berdarah." Abel sempat ingin menyentuhnya, namun Laksa menghindarinya. "Kenapa bisa luka kayak gini? Lo ditonjok sama Bian?"

"Nggak usah sok peduli."

Abel mendekat, Laksa mendorongnya cukup kencang. Di saat yang sama, bogem mentah melayang tanpa diduga.

"BIAN, LO APA-APAAN SIH?! GILA, YA?!"

"Dia yang apa-apaan. Bukannya kasih penjelasan kenapa semalem kelayapan sampai hutan, sekarang malah dorong lo kayak gitu."

"Bi, tolong jangan memperkeruh suasana."

"Urusan kita belum selesai."

Bian menyeret Abel menjauh, disaksikan ratusan kelas sepuluh yang tengah bersiap melakukan jelajah medan. Abel berusaha memberontak, namun Bian enggan melepaskan. Begitu sampai sekretariat, ia mendudukkan Abel dengan gerak kasar.

"Gue udah bilang sama lo buat ngga deket-deket sama dia," geramnya. Kedua tangannya berpegangan pada sisi kursi, mengunci pergerakan Abel dengan tatapan nyalang.

"Lo nggak tau gimana ceritanya, berhenti nuduh Laksa seolah dia yang bikin gue kenapa-napa."

"Kalau bukan dia, kenapa lo nggak mau cerita?" Sebelah tangan Bian kini menangkup wajah Abel dan hampir meremasnya. "Lo nggak lagi menutupi kesalahan dia, 'kan? Lo tau, gue paling benci sama pengkhianat entah siapapun itu."

"Lo kira gue takut?"

Bian terkekeh sarkas. Tangannya refleks mengencangkan cengkeraman. "Berhenti jadi gadis rebel dan nurut sama gue. Laksa itu cuma akan bawa pengaruh buruk buat lo. Faktanya, lo semakin sulit diatur setelah ketemu sama dia."

"Lo nggak punya hak buat ngatur apa yang mau gue lakukan. Emangnya lo siapa sih, Bi?"

"Oh, sekarang lo mulai berani tanya kayak gitu ke gue? Mau ditunjukin dengan cara apa, hm? Kasar, lembut, atau keduanya, gue juga bisa."

"Gila!"

"Emang. Lo yang ngajarin, 'kan?"

"Sejak kapan lo berubah jadi kayak gini?"

"Sejak lo suka cari gara-gara sama gue!" Bian mulai memangkas jarak keduanya. Mulai nempel-nempel, mulai menatap bibir tipis ranum itu sampai Abel gemetaran sendiri.

"Bian, jangan gila."

"Bukannya lo suka yang begini?"

Bian mengusapnya lembut dengan mata berbinar. Sampai akhirnya niat bejat itu dikacaukan oleh seseorang.

"BADJINGAAAN! LO MAU NGAPAIN BNGSAT!"

1
ren_iren
kok aneh, padahal laksa liat Abel diikat sm tutup matanya masih aja dimarahin...
ren_iren: nanti bucin mampus sampe keurat2 nadi kapok lo sa.... 🤭
total 2 replies
Nanadoongies
kritik dan saran sangat amat dianjurkan, ya. jadi jangan sungkan buat ngoceh di kolom komentar.
Nanadoongies
Jangan lupa tinggalkan jejak, teman-teman
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!