NovelToon NovelToon
Brautifully Hurt

Brautifully Hurt

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Nikahmuda / Sistem / Nikah Kontrak
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: PrettyDucki

Narendra (35) menikah untuk membersihkan nama. Adinda (21) menikah untuk memenuhi kewajiban. Tidak ada yang berencana jatuh cinta.

Dinda tahu pernikahannya dengan Rendra hanya transaksi. Sebuah kesepakatan untuk menyelamatkan reputasi pria konglomerat yang rusak itu dan melunasi hutang budi keluarganya. Rendra adalah pria problematik dengan citra buruk. Dinda adalah boneka yang dipoles untuk pencitraan.

Tapi di balik pintu tertutup, di antara kemewahan yang membius dan keintiman yang memabukkan, batas antara kepentingan dan kedekatan mulai kabur. Dinda perlahan tersesat dalam permainan kuasa Rendra. Menemukan kelembutan di sela sisi kejamnya, dan merasakan sesuatu yang berbahaya dan mulai tumbuh : 'cinta'.

Ketika rahasia masa lalu yang kelam dan kontrak pernikahan yang menghianati terungkap, Dinda harus memilih. Tetap bertahan dalam pelukan pria yang mencintainya dengan cara yang rusak, atau menyelamatkan diri dari bayang-bayang keluarga yang beracun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrettyDucki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rekonsiliasi

Emosi keduanya sudah lebih netral sekarang. Emosi Dinda sudah stabil, dan Rendra menjadi lebih tenang. Ia hampir kembali menjadi dirinya yang biasa. Mereka sudah siap bicara.

"Kamu suka lobster?" tanya Rendra.

"Suka." jawab Dinda. Dia memang suka lobster.

"Dua porsi Lobster Bisque dan satu porsi Spinach Salad ." Rendra beralih pada pelayan pria yang melayani mereka.

Dinda mengerutkan dahi.

Dia kan tidak bilang ingin memesannya.

Rendra membalik lembar menu dan membacanya sekilas, "Satu gelas orange juice dan satu botol Chardonnay." lanjutnya, kemudian menyerahkan daftar menu pada pelayan sebelum ia pergi.

Dinda mencondongkan tubuhnya ke arah meja dan melipat tangannya, "Apa aku bilang mau pesan lobster dan orange juice?"

Rendra terdiam. Menyadari ia telah melakukan kesalahan.

"Kamu mau pesanannya diganti?" Tawarnya.

Dinda memutar bola matanya, "Nggak. Udah terlanjur."

Hening.

Rendra hanya memandangi Dinda. Betapa rindunya ia pada Dinda. Ingin sekali ia menyentuh jemarinya, memeluknya, dan bertanya macam-macam.

'Gimana kabar kamu? Kamu kelihatan kurus, apa kamu cukup makan? Apa kehamilan menyulitkan kamu?'

Tapi ditahannya. Ia tau Dinda akan memberi jarak jika ia bersikap agresif.

Dengan suara pelan dan lembut Rendra berkata, "Walaupun terlambat seminggu, selamat ulang tahun, Dinda."

"Makasih."

"Kamu nggak angkat telepon aku di hari ulang tahun kamu."

"Ya, aku butuh waktu sendiri untuk berpikir tenang."

"Jadi apa sekarang kamu udah tau jawabannya?" Mata Rendra terlihat waspada.

"Aku perlu pastikan beberapa hal sebelum jawab." Dinda menatap Rendra lekat-lekat.

"Okay." jawabnya. Ia tau Dinda akan memberinya banyak syarat setelah ini. Ia pasti akan menyetujui apapun syarat itu dan membawa Dinda pulang bersamanya.

"Kamu akan batalin perjanjiannya?"

"Udah aku batalin."

Dinda mengangguk. Ini syarat dasar.

"Aku mau kamu terima anak yang aku kandung . Dengan tulus. Bukan karena kamu mau aku kembali. Tapi karena dia anak kamu. Dia bagian dari kita. Kamu bersedia?" Tanya Dinda penuh penekanan.

Rendra langsung mengangguk tanpa berpikir, "Ya, pasti."

"Apa hubungan kita nanti bisa didasari komunikasi terbuka dan kejujuran?"

"Bisa." Jawab Rendra cepat. Terlalu cepat.

"Mas! Apa kamu bisa serius?" Geram Dinda.

"Aku serius, Dinda. Aku akan setuju dengan bentuk hubungan apapun yang kamu mau."

Dinda menarik napas dalam, kemudian kembali melanjutkan.

"Setiap emosi, unek-unek, atau keputusan nggak boleh disimpen. Kamu harus belajar nggak defensif, dan aku akan belajar ngomong tanpa takut konflik."

"Itu bagus, aku setuju."

"Setiap bentuk intimidasi, silent treatment, dan pemaksaan harus hilang. Ini batas mutlak. Aku punya hak untuk pergi kalau ini dilanggar."

Mata tajamnya berubah menjadi sedih, "Ya, tolong bantu aku untuk bisa melakukan itu."

Dinda jadi agak luluh, tapi langsung menggeleng pelan. Ia tidak boleh goyah.

"Nanti aku boleh kerja dan boleh ikut ambil keputusan dalam setiap masalah di rumah tangga kita. Aku juga mau diperbolehkan memilih apapun untuk diri sendiri. Termasuk pilih makanan yang mau aku makan."

"Nggak masalah." Rendra menarik bibirnya ke dalam. Ini tentu tentang lobster dan orange juice yang ia pesan tadi.

"Hubungan kita harus didasari sikap toleransi dan musyawarah."

"Okay."

"Nggak ada posesif dan cemburu berlebihan. Semua bisa dibicarain dengan kepala dingin."

Rendra mengangguk, "Ada lagi?"

"Kita akan ikut konsultasi pasangan."

"Konsultasi pasangan?" Sebelah alis pria itu terangkat.

"Ya, kita akan dateng ke profesional untuk memperbaiki komunikasi kita."

Oh.. Rendra sudah tidak ingin terlibat dengan psikolog atau psikiater. Ia masih ingat jelas bagaimana masa remajanya habis dengan sesi-sesi terapi sialan itu.

Rendra menyipitkan matanya, alisnya menyatu tidak setuju, "Kita bisa selesaikan ini sendiri."

"Nggak bisa. Ini terlalu rumit. Masa lalu kamu, pola asuh kita masing-masing, cara kita tangani masalah, itu semua mungkin berpengaruh. Dan kita nggak punya cukup ilmu dan pengalaman untuk tau jalan keluarnya."

Rendra membuang pandang ke arah lain, kemudian menghembuskan napas pelan.

"Itu syarat dari aku. Kalau kamu setuju, kita bisa lanjutin pernikahan ini. Tapi kalau enggak--"

"Aku setuju." Rendra langsung memotong. Ia bisa melakukan apapun asal Dinda kembali padanya.

"Okay kalau gitu." Dinda mengangguk.

"Okay apa?"

"Aku pulang sama kamu."

Rendra menghembuskan napasnya lega, "Makasih sayang.." ia tidak bisa menutupi binar bahagia dari matanya. Itu terlalu jelas.

Pria itu mencondongkan tubuhnya ke depan dan meraih jemari Dinda, membawanya mendekat lalu menciumnya dalam-dalam.

"Aku pasti berusaha untuk membuat kamu lebih bahagia."

Entah kenapa dada Dinda terasa sesak menahan semua perasaan yang menyelimutinya. Hangat, lega, tapi juga... takut. Takut Rendra tidak bisa menepati janjinya.

Dinda tersenyum, kemudian menyelimuti tangan Rendra dengan jemarinya yang lain, "Akan aku tagih janji kamu." Jawabnya pura-pura mengancam.

Kemudian makanan mereka datang dan pelayan menghidangkannya di meja.

"Ayo makan. Aku yakin kamu jadi lebih kurus dari waktu terakhir kali kita ketemu."

Dinda menyendok Lobster-nya dan mulai makan.

"Makan juga saladnya."

Dinda berdecak pelan.

Dia mulai lagi. Memerintah dan mengatur.

"Oh ada satu lagi." Ucap Dinda tiba-tiba.

"Apa lagi?" Rendra menunggu. Ia mulai gelisah, takut tiba-tiba kebahagiannya dianulir.

"Aku nggak mau pakai supir."

"Aku nggak setuju." Ia langsung menjawab.

"Kamu harus inget, pernikahan ini adalah hubungan yang dilandasi sikap toleransi dan musyawarah."

"Aku tau. Makanya aku pakai hakku untuk berpendapat."

Tentu saja. Dia yang paling tau cara bernegosiasi.

"Aku bisa nyetir sendiri, Mas.." Dinda merengek tanpa sadar.

"Apa salahnya supir? Itu lebih aman. Dan Rico bukan cuma supir. Dia security, kamu nggak bisa pergi tanpa dia."

"Aku nggak nyaman perintah orang kesana kemari."

"Jadi kamu lebih suka aku pecat Rico?"

Ya ampun dia benar! Rico bisa kehilangan pekerjaannya.

"Rico gets more than enough just from driving you around, Dinda. He loves his job. Jadi kamu nggak perlu ngerasa nggak nyaman."

Dinda mendesah kesal. Ia berpikir sejenak lalu berkata, "Tapi nggak sampai depan kelas. Dia harus jaga jarak dari aku waktu di kampus. Aku nggak mau kompromi soal ini." Ujarnya tegas.

Rendra menghembuskan napas pelan, "Okay." Jawab pria itu akhirnya.

Akhirnya mereka bisa makan dengan tenang. Rendra terus menatap wajah Dinda. Dia terlalu merindukannya. Wajahnya, pelukannya, sentuhannya. Dan hari ini ia akan membawa Dinda kembali bersamanya.

Walau malam itu mereka memilih kembali bersama, tapi masing-masing masih membawa luka, kebiasaan, dan ketakutan yang tidak mudah dihapus.

Apakah cinta bisa bertahan?

Atau pola lama akan kembali mengintai?

Kita hanya bisa menunggu. Cinta memang seringkali lebih kuat dari logika. Janji juga bisa begitu saja diucapkan, tapi waktu yang akan menguji.

...***...

"Mas, ada satu hal yang masih ganggu pikiran aku." Kata Dinda setelah mereka berada di dalam mobil.

"Apa?" Rendra menoleh.

"Mungkin harusnya kamu bantu Namira."

Rendra mendesah pelan dan menggeleng, "Aku nggak mau punya urusan apapun lagi sama dia."

"Kamu perlu maafin dia dan minta maaf." Kata Dinda bersikeras.

"Enggak Dinda. Dia bukan tipe orang yang bisa kamu ajak berteman." Rendra mengerutkan keningnya, sama sekali tidak setuju pada apapun rencana Dinda.

"Dia juga berpikir hal yang sama tentang kamu." Kata Dinda.

Rendra tidak menjawab.

"Seenggaknya bantu dia untuk dapet pekerjaannya lagi. Itu dosa kamu ke dia."

Rendra menghembuskan napas dengan berat.

"Nanti aku pikirin lagi." Jawabnya kemudian, nada bicaranya masih enggan. "Kamu belum pernah cek kandungan kan?" Tanyanya mengalihkan topik.

"Belum." Dinda menggeleng.

"Mau dicek? Biar kita tau usianya." Kata Rendra.

"Oke." Dinda mengangguk.

"Heru, kita ke Klinik Dr. Livia. Nggak jauh dari sini. Coba cek di maps."

...***...

Mereka datang ke klinik Dr. Livia Wahyudi, Sp.OG., dokter langganan yang selama ini meresepkan pil kontrasepsi untuk Dinda.

Begitu mendengar kemungkinan kehamilan, Dr. Livia tampak terkejut.

"Loh, kok bisa hamil? Bukannya Ibu rutin minum pilnya?" tanyanya.

Dinda melirik sekilas kepada Rendra, lalu menjawab ragu, "Beberapa kali saya sempat lupa minum pilnya, Dok."

Rendra menoleh, alisnya terangkat.

"Aku lupa." Dinda mengangkat bahunya pada Rendra.

Ini pertama kalinya ia mendengar pengakuan itu. Terakhir kali Dinda bilang mungkin obatnya yang tidak efektif. Tapi Rendra hanya diam. Faktanya, sekarang mereka sama-sama ingin anak ini.

Dokter lalu meminta Dinda melakukan tes urin cepat di klinik. Beberapa menit kemudian, hasilnya jelas, positif. Untuk memastikan usia kehamilan, Dr. Livia mengajukan pemeriksaan USG.

Ruang periksa dibuat lebih gelap, monitor menyala. Gambar hitam-putih mulai bergerak di layar, dan suara detak jantung kecil memenuhi ruangan.

"Usianya sebelas minggu," kata Dr. Livia, tersenyum hangat. "Bagaimanapun, selamat untuk Bapak dan Ibu."

Dinda memperhatikan gambar itu dengan seksama. Janinnya masih sangat kecil, tapi dia bergerak. Rasanya aneh. Memikirkan bahwa ia membawa nyawa lain yang bergantung padanya. Tiba-tiba hatinya terasa hangat.

Rendra pun menatap monitor lekat-lekat. Mendengar suara detak jantung yang menggema di ruangan. Ada darahnya yang mengalir pada makhluk kecil di dalam perut Dinda. Kehangatan yang sama melingkupi hatinya.

Tapi kemudian ia bertanya dengan nada serius, "Apa hubungan seksual masih boleh ?"

Dinda meliriknya. Pertanyaan itu membuat pipinya sedikit panas. Kenapa terasa tabu saat Rendra menanyakannya terang-terangan?

Namun Dr. Livia tetap santai dan menjawabnya ringan, "Boleh, selama tidak ada keluhan atau risiko tertentu. Dengarkan tubuh Ibunya, dan jangan terlalu memaksakan."

Lalu dokter menoleh pada Dinda, "Selain itu, mulai biasakan olahraga ringan ya. Jalan santai, yoga hamil, atau berenang akan sangat baik untuk kondisi Ibu dan bayi."

Dinda mengangguk, mencoba mengalihkan pikirannya dari rasa malu sebelumnya. Sementara Rendra tampak sama sekali tidak terganggu, dan bertanya macam-macam, seolah yang tadi ia lakukan hanya menanyakan hal yang wajar.

Di perjalanan pulang dari klinik, Dinda menatap keluar jendela dan berkata pelan, “Mas… sebelum ke Velmore, kita ke rumah orang tuaku dulu ya.."

Rendra menoleh cepat, merasa dada­nya mengeras. Ia hampir lupa, ada bagian yang belum selesai.

***

1
Princes Sievi
semnagat berkarya kak, saling support karya yuuk
Ecci Syafirairwan
🥰
Roxy-chan gacha club uwu
Ceritanya asik banget, aku jadi nggak tahan ingin tahu kelanjutannya. Update cepat ya thor!
PrettyDuck: Ditunggu ya kakk. Aku biasanya update jam 2 siang 🥰🥰
total 1 replies
Tsubasa Oozora
Sudah nggak sabar untuk membaca kelanjutan kisah ini!
PrettyDuck: Aa thank you kakak udah jadi semangatku untuk update 🤍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!