Ketukan palu dari hakim ketua, mengakhiri biduk rumah tangga Nirma bersama Yasir Huda.
Jalinan kasih yang dimulai dengan cara tidak benar itu, akhirnya kandas juga ... setelah Nirma dikhianati saat dirinya tengah berbadan dua.
Nirma memutuskan untuk berjuang seorang diri, demi masa depannya bersama sang buah hati yang terlahir tidak sempurna.
Wanita pendosa itu berusaha memantaskan diri agar bisa segera kembali ke kampung halaman berkumpul bersama Ibu serta kakaknya.
Namun, cobaan datang silih berganti, berhasil memporak-porandakan kehidupannya, membuatnya terombang-ambing dalam lautan kebimbangan.
Sampai di mana sosok Juragan Byakta Nugraha, berulangkali menawarkan pernikahan Simbiosis Mutualisme, agar dirinya bisa merasakan menjadi seorang Ayah, ia divonis sulit memiliki keturunan.
Mana yang akan menang? Keteguhan pendirian Nirma, atau ambisi tersembunyi Juragan Byakta Nugraha ...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
“Coba katakan! Ada apa ini sebetulnya? Mengapa Tia merasa tengah ditipu mentah-mentah?” Meutia memicingkan mata, menatap penuh curiga pada Nirma yang hendak pamitan dengan kakaknya.
“Apa masalahnya bila seorang ibu ingin tinggal dengan anaknya? Sementara Wak Sarmi kembali bekerja menemani Nirma dan Kamal,” tutur Wahyuni.
“Betul macam tu, Nirma? Kau tak lagi menyembunyikan sesuatu ‘kan?”
Nirma menatap jenaka pada Meutia. “Menurutmu?”
“Alamak, dah pintar cakap kau sekarang ya, tak lagi mengangguk-angguk macam orang bodoh,” cebik Meutia, ia pun menyerah.
“Zeeshan, Zain … Bulik pulang dulu ya Nak.” Ia kecup pelipis keponakan kembar nya yang sekarang sudah gundul. Kedua sosok tampan itu di gendong oleh para pengasuh mereka.
“Mbak, Ima pamit ya. Bila ada waktu main lah kerumah,” bisiknya lirih agar Meutia tidak mendengar.
Mala tersenyum manis, seraya menggelengkan kepala. “Sampai Meutia tahu kalian kerjai, habislah kita nanti.”
Kakak beradik itu tertawa, saling berpelukan erat.
Sesudahnya Nirma memeluk Dhien, Meutia, Wahyuni, dan Nyak Zainab, lalu menangkupkan tangan kepada abang iparnya dan jua suaminya Wahyuni.
Tiba-tiba Kamal tidak mau masuk mobil, ia menggeliat dalam gendongan sang ayah. Netranya bergerak liar mencari keberadaan seseorang.
“Yah … Yah!” Kamal menunjuk jalan ke rumah teman barunya.
“Intan lagi tak enak badan, Nak. Sabar ya, beberapa hari lagi sudah bertemu kembali.” Juragan Byakta mengelus pipi tembam putranya yang terlihat murung.
“Kalau jadi satu langsung begadoh mereka. Giliran tak tampak di depan mata, sibuk mencari,” gerutu Wak Sarmi dengan nada bercanda.
Juragan Byakta duduk di jok penumpang sebelah pengemudi sambil memangku Kamal. Dirinya menurunkan kaca jendela lalu memanggil tiga anak laki-laki remaja.
“Apa benar kalian sekolahnya di sebelah kantor kecamatan?”
“Betul Abang Juragan.” Danang menjawab, sedangkan kedua temannya mengangguk.
“Mulai besok, begitu pulang sekolah, mampir lah dulu ke rumah di ujung kota. Temani Kamal bermain, bersediakah?” Ia memegangi ketiak putranya yang berdiri di atas pahanya.
“Sebetulnya kami mau-mau saja, tapi Abang Juragan sendiri kan mengerti bila jarak dari kota kecamatan dan kampung halaman sangatlah jauh. Mana kami jalan kaki lagi, perut pun sudah pasti berdendang macam tabuh gendang dikarenakan bernyanyi bersama para cacing kelaparan_” sengaja ia terdiam sejenak.
“Biasanya kami langsung berlari kecil agar segera memasuki hutan perkebunan karet, mencari buah liar sebagai pengganjal perut. Bila nanti mampir lagi rasanya tak sanggup lah, sebab sekujur tubuh lemah tak berdaya akibat menahan lapar serta haus macam orang berpuasa,” jelas Ayek panjang kali lebar.
Juragan Byakta tertawa terpingkal-pingkal. Jelas paham makna ganda perkataan remaja yang ia prediksi akan menjadi orang sukses dikemudian hari.
“Jangan khawatir, kalian diizinkan pulang setelah perut kenyang, tak jua jalan kaki. Saya memiliki seorang sopir yang mumpuni, bisa mengendarai kendaraan secepat kilat. Kebetulan di rumah jua ada teman yang pasti cocok dengan kalian. Namanya Anggun.”
“Berarti nya perempuan ‘kan?” Rizal maju bertanya, tangannya meraih jari-jari mungil Kamal.
“Nanti kalian akan mengetahuinya sendiri. Ingat mampir selepas pulang sekolah!”
“Kalau macam tu, tanpa diperjelas berkali-kali langsung lah kami mengerti, menerima dengan senang hati.” Ayek mencubit sayang pipi Kamal, netranya menghangat kala menatap cela bibir bayi tampan itu.
Mobil pun mulai melaju, Nirma melambaikan tangan, tatapannya penuh binar bahagia.
‘Terima kasih ya Allah, Engkau sungguh Maha Segalanya.’ Ia sandarkan kepalanya pada pundak sang ibu.
.
.
Lima puluh menit kemudian, Ron membunyikan klakson, tidak butuh waktu lama, gerbang kokoh itu langsung terbuka.
Para penumpang langsung disambut Anggun yang menyalak tidak berkesudahan.
Nirma menggendong Kamal, membawa sang anak di peraduan nya.
“Bukankah itu Anjing? Mengapa wujudnya aneh?” Mak Syam sampai menyipitkan mata, guna memperjelas penglihatannya, apalagi hari telah menggelap.
Wak Sarmi tidak jauh berbeda, ia dibuat tercengang oleh hewan berkaki empat yang menggunakan kaca mata hitam. “Baru kali ini saya melihat Anjing kurapan, sehingga tak dapat tumbuh bulu.”
Tentu saja si pemilik tidak terima, saat anak semata wayangnya dihina. “Anggun baru saja ganti bulu layaknya burung di musim mabung. Anjing cantek macam ini bisa-bisanya di bilang kurapan. Sepertinya Wawak butuh kaca mata Kuda, biar jelas penglihatannya jadi tak salah terka.”
“Maaf, saya tak tahu.” Wak Sarmi menunduk, merasa tak enak hati.
“Hem.” Giren melengos begitu saja yang diikuti oleh Anggun.
“Jangan hiraukan dia! Dirinya lagi kurang sajen, makanya sedikit kehilangan akal sehat. Ayo masuk Wak, Mak Syam!” Bi Ning mempersilahkan para tamu.
Begitu Wak Sarmi dan Mak Syam masuk rumah, juragan Byakta baru keluar dari dalam mobil, dia mendekati Giren yang berada di pos berukuran lumayan luas.
“Ren!”
“Ya Juragan!” Giren menunduk sopan.
“Mulai esok hari, pakaikan si Anggun baju. Terserah mau pakaian jantan atau betina, warna warni macam pelangi pun tak masalah. Asal jangan telanjang bulat macam ini! Mengerti kau?”
“Paham. Juragan, ada yang bayar upeti agar tak dikejar preman tukang pungli. Uangnya hendak dimasukan ke mana, Juragan?”
Sebelum menjawab, juragan Byakta mengeluarkan cerutu yang dari kemarin hanya menjadi penghuni sakunya saja. “Sedekahkan saja, siapa tahu bisa meluruhkan segala dosa diri ini.”
“Bang! Aku tahu bila kau di dalam. Tolong buka pintunya, Bang! Kita perlu bicara dari hati ke hati!” Suaranya begitu terdengar nyaring di balik gerbang tinggi.
Giren langsung menepuk pantat Anggun. “Anak papa, ayo jalankan tugasmu dengan benar!”
Anggun berlari kencang, sampai dimana berdiri di sisi gerbang, langsung dia menyalak lantang. Membuat si peneriak tadi urung, tidak berani lagi bersuara.
“Maaf Juragan!” Kiron menunduk sungkan, ia merasa bersalah dikarenakan gagal menjaga kedamaian sang tuan.
“Dasar wanita murahan tak tahu diri! Di kasih hati malah mengkhianati. Giliran dicampakkan sibuk mencari dan mengemis meminta dikasihi. Cuih!” Juragan Byakta meludah, kemudian menghisap dalam cerutunya.
“Kalian berdua! Jangan lengah sedikitpun. Hari pernikahan saya sudah didepan mata. Jauhkan si gila itu untuk sementara waktu!” Tatapannya setajam silet, ia beranjak tanpa menunggu jawaban.
“Baik Juragan!” Giren dan Kiron saling pandang, lalu bergegas menjalankan tugas masing-masing.
“Dasar betina, menyusahkan saja!” Ren menggerutu, seharusnya ia sudah istirahat. Namun, terhalang oleh satu perusuh.
Sementara di dalam rumah, suara teriakan tadi tidak berdampak apa-apa, karena jarak gerbang dengan hunian lumayan jauh.
Nirma yang lelah langsung tertidur setelah melaksanakan sholat isya. Begitu juga dengan Mak Syam dan Wak Sarmi.
.
.
Hari berlalu dengan damai, Mak Syam semakin dekat dengan putri bungsunya, begitu juga terhadap cucunya yang sudah mulai mau digendong.
Dua hari menjelang pernikahan Nirma dengan juragan Byakta.
“NIRMA! DI MANA KAU?!”
.
.
Bersambung.
ayuuk juragann sertaa renron lari sebelum buk nirma melayangkan psnci
ayuuk juragann sertaa renron lari sebelum buk nirma melayangkan psnci
satu lagi Tina mau juga di kasih stempel ceunah 😂
Plak
waaah berani betul sih dela
kamu berani memukul milik juragan byakta luat daja nanti balesannta lebih dr itu tunggu ya kaleyan
sosok tua itu gagahhhh yu know.... aku juga mau kalo ada yg mirip juragan byakta 🤭🤭