Pelet Sukmo Kenongo adalah jalan ninja Lisa untuk memperbaiki hubungannya dengan sang kekasih yang sedang tak baik-baik saja.
Sayangnya, air yang menjadi media pelet, yang seharusnya diminum Reza sang kekasih, justru masuk ke perut bos besar yang terkenal dingin, garang dan garing.
Sejak hari itu, hidup Lisa berubah drastis dan semakin tragis. Lisa harus rela dikejar-kejar David, sang direktur utama perusahaan, yang adalah duda beranak satu, dengan usia lebih tua lima belas tahun.
Sial beribu sial bagi Lisa, Ajian Sukmo Kenongo yang salah sasaran, efeknya baru akan hilang dan kadaluarsa setelah seratus hari dari sejak dikidungkan.
Hal itu membuat Lisa harus bekerja ekstra keras agar tidak kehilangan Reza, sekaligus mampu bertahan dari gempuran cinta atasannya.
Di akhir masa kadaluarsa Ajian Sukmo Kenongo, Lisa malah menyadari, siapa sebenarnya yang layak ia perjuangkan!
Karya hanya terbit di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al Orchida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Vivi Oh Vivi
Lisa tertegun. Nampan berisi makan siangnya bahkan nyaris jatuh. Pemandangan di bagian pojok staff restaurant lah yang menjadi penyebabnya. Ya, Lisa sedang melihat Reza makan satu meja dengan asistennya, Viona.
Lisa akhirnya pergi makan siang agak terlambat karena pak bos mengajaknya ngobrol selama kurang lebih sepuluh menit begitu kopi terhidang.
Sebenarnya, Lisa bisa saja makan siang bersama bosnya. Ia tinggal mengiyakan tawaran menggiurkan itu. Hanya saja, dalam waktu bersamaan, Nina kembali menghubungi, mengatakan kalau urusan dengan klien sudah selesai dan mengajak Lisa janjian bertemu di staff restaurant.
“Buruan cari meja, Lis! Malah ngelamun,” tegur Nina seraya menyenggol pelan dengan bahunya.
Lisa memonyongkan bibirnya untuk menunjuk meja kosong sudah ditinggalkan pengguna sebelumnya. “Itu agak ke pojok!”
Mata Nina menuju ke arah yang dimaksud Lisa, diikut langkah yang sedikit tergesa karena dilanda kelaparan. “Eitts … itu bukannya Reza, Lis? Sama siapa dia?”
“Toge pasar!” jawab Lisa emosional. Ia mengekori Nina dengan rona merah padam di pipinya.
“Sabar ya, Lis! Makan dulu aja kita biar ada energi buat ghibah!” usul Nina sambil meletakkan nampan berisi makan siang dan segelas besar minuman ke atas meja.
“Sayangnya aku lagi nggak ada mood buat ghibahin orang, Nin!”
Lisa melakukan hal yang sama seperti Nina, bedanya ia tak langsung duduk. Melainkan memutar badan dan mendekati Reza yang sedang asyik ngobrol akrab dengan asistennya, sambil menyantap makan siang.
“Jadi ini temen makan siang kamu? Kirain sama siapa sampai segitu terburu-burunya!” sindir Lisa dingin. Matanya tajam menyoroti Reza dan Viona secara bergantian.
Reza mendongakkan kepala, tidak terkejut dan masih bisa bersikap tenang menghadapi kemarahan Lisa. “Iya, aku emang sengaja makan siang sama Vivi biar bisa sekaligus bahas kerjaan. Ada proyek yang harus segera ditangani bagian operasional.”
“Vivi?” desis Lisa nyaris tersedak. Ia tak menyangka kalau Reza yang notabene masih kekasihnya memanggil asistennya dengan cara spesial, dengan nada seolah mereka adalah teman dekat dari sejak taman kanak-kanak.
Viona mengangguk, tersenyum lembut ketika menyapa, “Hai Lisa, mau gabung makan siang di sini? Kami sedang rapat kecil, tapi nggak masalah kalau kamu mau nimbrung.”
Lisa tak menyahut, pilih berlalu dan bergabung dengan Nina, dengan posisi duduk membelakangi meja Reza dan Viona.
“Minum dulu, Lis!” Nina menyodorkan gelas air putih dari nampan Lisa. Mencoba meredam murka sahabatnya.
Lisa menurut. Ia minum beberapa teguk, kemudian makan dalam diam. Hanya sedikit makanan yang bisa masuk ke dalam perutnya. Bukan karena tak lapar, tapi karena rasa sesak di dada yang membuat mood makannya ambyar.
Nina juga memilih diam, maksudnya diam-diam menyimak obrolan Reza dan Viona. Dengan mata yang bebas melihat, Nina bisa menilai dan mengartikan gestur keduanya saat berbicara.
Nina tau Lisa kemungkinan besar juga mendengar obrolan Reza dan Viona, hanya saja Lisa tampak tidak peduli karena saking kesalnya.
“Aku udah selesai makannya, mau ke toilet!” Lisa tiba-tiba berdiri setelah merapikan bekas makannya.
“Hadeeeh, nasiku masih banyak, Lis!” protes Nina. Ia tak mungkin membiarkan temboloknya tak terisi penuh untuk melanjutkan pekerjaan sampai sore.
“Ya udah lanjut aja, kasihan cacing perutmu nanti pada demo kalau kamu nggak kenyang!”
“Kamu balik sini lagi nggak abis dari toilet?” tanya Nina dengan mulut penuh makanan.
Lisa melirik jam tangannya, “Kalau masih sempat aku balik, kalau terlalu mepet aku langsung ke ruang administrasi!”
“Oke!” sahut Nina setuju. Ia kembali menyimak obrolan Reza dan Viona yang dari tadi hanya berputar-putar pada masalah pekerjaan. Namun demikian, Nina tetap memasang telinganya baik-baik.
“Oh ya pak, nanti mau aku bantu review laporan vendor yang kemarin?” Viona menawarkan bantuan pekerjaan pada Reza dengan gaya antusias, tapi bernada lembut dan manja.
“Nggak perlu, Vi. Aku perlunya kopi,” jawab Reza diselingi tawa renyah, tapi tak bisa menutupi beban pikirannya yang menumpuk. Bukan hanya soal pekerjaan, tapi juga soal Lisa dan si direktur utama. “Sorry nggak nyambung! Otakku lagi hang kayaknya!”
“Bapak lagi ada masalah pribadi ya sama Lisa? Nggak mau cerita gitu, Pak? Vivi ini pendengar yang baik loh, bisa jaga rahasia juga! Pokoknya jaminan seratus persen aman kalau curhat sama Vivi.”
Reza menceritakan secara singkat soal Lisa yang kadang bersikap kekanakan dan kopi yang dibuat khusus untuk pak bos--dengan gaya hiperbola.
“Aku curiga Lisa punya kedekatan khusus sama Pak David!”
Mata Viona memancarkan sinar bahagia. Ia pun mulai bergosip dengan semangat empat lima. “Kayaknya memang iya, Pak!”
“Kamu tahu?” tanya Reza dengan raut heran.
“Kantor ini besarnya seberapa sih, Pak? Semua karyawan juga tahu kalau Pak David menyukai kopi buatan Lisa. Kan beliau sendiri yang mengatakan itu di ruang meeting. Kayaknya Pak David mulai kecanduan. Bapak pasti risih dengernya, iya kan?”
“Ya jelas risihlah, Vi! Lucunya Lisa nggak merasa bersalah pas aku tanya soal itu. Sumpah bikin aku kesel.” Reza bicara apa adanya. Mengabaikan Nina yang mungkin mendengar keluhannya.
Reza bahkan bisa menebak kalau Nina akan melaporkannya pada Lisa. Akan tetapi, Reza tak peduli, karena memang itulah tujuannya. Ia ingin Lisa juga merasa kesal.
Namun, satu hal yang mengganggu Reza, bagaimana bisa Pak David bisa memiliki hubungan yang sepertinya spesial dengan Lisa? Apakah Lisa memang bermain di belakangnya selama ini?
Cemburu? Ya, Reza cemburu, tepatnya merasa terkhianati oleh Lisa. Bagaimana mungkin gadis yang terlihat baik dan sangat mencintainya itu justru berani menggoda pria lain yang jelas-jelas adalah atasan mereka? Apa itu namanya bukan murahan?
“Manipulatif banget nggak sih dia itu? Mentang-mentang dapat perhatian lebih dari atasan, pacar sendiri dilupakan!” ujar Viona provokatif. “Kalau Vivi punya pacar seperti bapak, nggak bakal Vivi terima perhatian cowok lain! Mau itu atasan, mau itu artis, mau itu pejabat, mau itu dewa sekalipun!”
Mendengar kalimat Viona, sekonyong-konyong Nina tersedak makanan. Ia batuk berkali-kali sampai mengeluarkan air mata.
Tak ingin mencari perhatian lebih, Nina segera minum dan pergi dari tempatnya. Ia sudah cukup mendengar apa yang perlu didengar, dan memilah mana yang perlu disampaikan pada Lisa nanti.
“Vivi? Hadeeeh, yang satu lebay, yang satu playing victim. Yang satu mental pelakor, yang satu mental player. Cocok sudah! ” gumam Nina sambil merogoh ponselnya untuk mengirim pesan pada Lisa.
Bersambung,
temen yg super konyol masabiya mau dipelet yg pke seumur hidup hadeh
lama kelamaan juga reza pasti nyesel lis apalagi kalo kualitas kamu makin bagus..
jd selama ajian belum berakhir pepet trroos mas dave nya jd pas ajian itu kadaluarsa mas dave udh ngerasa nyaman ama kamu lisa..dan kalaupun reza kembali hushus hempas jauh2 mantan bastard mu itu😆😆😆
salah soal masa expired tuh pelett. bener tak sih...
seratus juta little kiss hemm, gimna klo......