NovelToon NovelToon
Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Terpaksa Menikah Dengan Kakak Mantan

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pengantin Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Menikah dengan Kerabat Mantan
Popularitas:91.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Kekhilafan satu malam, membuat Shanum hamil. Ya, ia hamil setelah melakukan hal terlarang yang seharusnya tidak boleh dilakukan dalam agama sebelum ia dan kekasihnya menikah. Kekasihnya berhasil merayu hingga membuat Shanum terlena, dan berjanji akan menikahinya.

Namun sayangnya, di saat hari pernikahan tiba. Renaldi tidak datang, yang datang hanyalah Ervan—kakaknya. Yang mengatakan jika adiknya tidak bisa menikahinya dan memberikan uang 100 juta sebagai ganti rugi. Shanum marah dan kecewa!

Yang lebih menyakitkan lagi, ibu Shanum kena serangan jantung! Semakin sakit hati Shanum.

“Aku memang perempuan bodoh! Tapi aku akan tetap menuntut tanggung jawab dari anak majikan ayahku!”



Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24. Jika Tidak Bisa Mencintai, Jangan Menyakitinya

“Papa, aku tidak pernah ingin Shanum seperti ini. ” Suara Ervan parau. “Tapi aku ... aku juga bingung. Semua ini terlalu cepat. Aku ... aku memang sempat marah, aku sempat kasar, tapi aku tak pernah berniat unt—”

“Kamu pikir itu cukup?” hardik sang papa menyela ucapan putranya, matanya menyalak. “Kamu pasti mendorong Shanum, kamu bentak dia, kamu buat dia stres, lalu hampir kehilangan anaknya. Dan sekarang kamu berdiri di sini, kamu ‘bingung’?!”

Ervan menutup wajahnya dengan tangan. Napasnya memburu.

“Aku tidak tahu harus bagaimana, Pah ... Aku hanya ... terlalu banyak yang aku pikirkan.”

Papa Wijatnako mencengkeram kerah jas Ervan dan menariknya mendekat. “Dengar baik-baik. Kamu bisa bingung dengan pekerjaanmu, bisnis, masa depanmu. Tapi begitu kamu tahu ada jiwa kecil dalam tubuh Shanum, tanggung jawabmu berubah. Bukan hanya sebagai suami—meskipun itu pernikahan dadakan—tapi sebagai ayah! Walau itu anak dari adikmu!”

Ervan tak berani menatap. Suara napasnya berat. Perasaannya campur aduk: malu, marah pada diri sendiri, dan takut.

“Papa tidak akan diam saja kalau terjadi apa-apa pada cucu Papa. Mengerti? Papa mungkin tak sekuat dulu, tapi Papa tidak akan membiarkan mamamu—atau siapa pun—menghancurkan Shanum!” lanjut Papa Wijatnako, suaranya kini lebih terkontrol tapi tegas, seolah menyayat hati Ervan lebih dalam.

Ervan akhirnya menatap ayahnya. Ada luka yang jelas di matanya. Luka yang datang dari kesadaran: ia telah gagal menjaga, gagal menjadi pelindung, karena egonya.

Suasana menjadi hening.

Papa Wijatnako melepaskan kerah Ervan perlahan, menatap anaknya dalam-dalam. “Papa tidak meminta kamu menyayangi Shanum. Papa hanya minta bertanggung jawablah selayaknya sebagai suami sebagaimana mestinya. Jika kamu tidak mencintainya, tahan dirimu untuk tidak menyakitinya. Dan, jangan kamu usik dirinya dan calon anaknya. Sekarang menjauhlah dari Shanum, agar dia tidak semakin terluka. Ibu hamil butuh mental yang kuat, bukan tekanan batin yang terus menerus dia terima.”

Ucapan itu menusuk Ervan. Ia terpaku.

“Papa tidak akan biarkan cucu Papa hidup dalam dunia yang penuh kebohongan dan ketakutan. Pilihan ada di tanganmu, Van.”

Lalu, suara dari ranjang terdengar pelan.

“Pak Wijatnako ... tolong jangan marah.”

Keduanya langsung menoleh. Shanum terbangun. Suaranya lirih, wajahnya lemah, tapi ia memaksa tersenyum tersenyum. Matanya tampak berkaca-kaca.

“Maaf ... Shanum dengar dari tadi.”

Papa Wijatnako menghampiri dan duduk di sampingnya, langsung menggenggam tangan Shanum dengan lembut. “Nak ... kamu nggak usah mikirin omongan Papa tadi, ya. Sekarang pikirkan kesehatanmu dan calon cucu Papa.”

Shanum mengangguk pelan, meski sejak tadi hatinya sudah teriris.

Ervan berdiri terpaku. Jarak antara tempatnya berdiri dan ranjang Shanum hanya dua meter, tapi rasanya seperti jurang tak berdasar.

Papa Wijatnako menoleh padanya, tatapannya masih tajam. “Kalau kamu tidak siap mencintai, setidaknya jangan menyakiti.”

Ervan tak bisa berkata-kata. Ia hanya mengangguk pelan, lalu mundur beberapa langkah.

“Aku akan tinggal di sini malam ini, Pah. Menjaga Shanum,” gumamnya.

Papa Wijatnako berdiri dan merapikan jasnya. “Tidak perlu, Shanum pastinya butuh ketenangan dalam masa pemulihannya. Lagi pula akan ada perawat yang menjaganya, setelah ini pergilah. Nanti Papa akan menyuruh salah satu maid untuk datang ke sini menjaga Shanum,” tegasnya.

Dan dengan itu, sang ayah melangkah keluar dari kamar, menyisakan keheningan yang menggantung di antara Ervan dan Shanum.

Ervan akhirnya duduk pelan di sofa dekat ranjang. Ia menatap Shanum, yang kini memejamkan mata lagi, mungkin pura-pura tidur untuk menghindari percakapan.

Ervan bersandar ke belakang, menutup wajahnya dengan kedua tangan.

...***...

Beberapa menit telah berlalu, Ervan masih menunduk, duduk di sofa dengan tangan menutupi wajah. Ruangan itu terasa terlalu sunyi, terlalu lengang. Suara detak jam dinding terdengar jelas.

“Keluarlah dari kamar ini.” Suara Shanum kembali terdengar, kali ini lebih jelas. Ia membuka mata, menatap lurus ke arah langit-langit. “Pak Ervan tidak perlu menemani Shanum di sini. Shanum pun juga tidak butuh keberadaan Bapak.”

Ervan tak langsung menanggapi. Ia mengusap wajahnya perlahan, kemudian menoleh. “Shanum ....”

“Penuhi saja janji Bapak dengan calon istri Bapak,” potong Shanum, suaranya tenang, nyaris tanpa emosi. “Sebentar lagi malam akan tiba.”

Baru saat itulah Ervan teringat sesuatu. Kepalanya terangkat sedikit, dan matanya menatap Shanum dengan ragu.

Meidina.

Ia mengerjap. Ia memang sempat berjanji akan makan malam dengan Meidina malam ini saat menerima telepon tadi siang.

“Kamu tahu?” gumam Ervan, lebih ke arah dirinya sendiri.

“Bukankah Bapak sendiri yang berjanji di depan Shanum,” jawab Shanum datar.

Ervan berdiri perlahan. Ia mendekat ke sisi ranjang, berdiri dengan canggung. “Shanum, saya—”

“Pergilah.” Shanum menoleh perlahan, menatap wajah Ervan dengan tatapan yang sulit dibaca. “Shanum tahu diri. Shanum cuma orang yang harus kamu nikahi karena musibah yang menimpa Ibu Shanum. Shanum bukan pilihan hatimu. Dan itu tidak apa-apa.”

Ervan menghela napas berat. “Dan, sekarang kamu seolah-olah ingin menyalahkan dan menyudutkan saya?”

Shanum tersenyum tipis, sarkastik. “Menyalahkan karena Shanum hampir kehilangan anak yang ada di rahim Shanum. Hanya itu saja. Jadi pergilah.”

Ervan terdiam. Hatinya terasa seperti diremas. Ia tak bisa membantah.

Perlahan, ia mengeluarkan ponsel Shanum dari saku jasnya. Ia letakkan di atas meja kecil di samping ranjang.

“Ini ponselmu. Tadi terjatuh dari kantong kemejamu,” ucap Ervan perlahan. “Kalau terjadi apa-apa ... kabari saya, ya.”

Shanum hanya menatap ponsel itu sekilas, kemudian kembali menatap ke arah luar jendela. Wajahnya tetap datar.

“Kalau Shanum sempat kabari,” ucapnya lirih, nyaris tak terdengar.

“Shanum,” panggil Ervan pelan. “Saya tahu kamu marah. Dan kamu berhak.”

Shanum tak menjawab.

Ervan meremas jari-jarinya sendiri. Tangannya berkeringat. Ada desakan dalam dadanya, sebuah rasa berat yang tak bisa ia jelaskan. Ia ingin tetap di sana. Tapi pesan dokter Karina tadi kembali terngiang: jangan biarkan pasien stres, jangan picu emosinya.

Ia harus membuat pilihan yang menyakitkan.

“Baiklah,” gumamnya akhirnya. “Saya akan pergi sekarang. Tapi kamu harus janji, kalau kamu merasa sakit atau nggak enak badan, langsung hubungi saya. Atau perawat. Apa pun. Jangan tahan sendiri.”

Shanum mengangguk, tanpa kata.

Ervan berdiri terpaku beberapa detik, menatap wajah lelah istrinya. Ia ingin menyentuh tangannya, tapi tak berani. Ia ingin mengatakan sesuatu yang bisa sedikit menghapus luka hari ini. Tapi lidahnya kelu.

Akhirnya, ia hanya berbalik, melangkah pelan ke arah pintu.

Saat tangannya menyentuh gagang pintu, suara Shanum kembali terdengar.

“Selamat menikmati acara makan malamnya.”

Langkah Ervan terhenti. Punggungnya menegang, tapi ia tak menoleh. Ia hanya menggenggam erat gagang pintu, lalu melangkah keluar.

Bersambung ... ✍️

1
Devy
good
anggraeni utami
bagus
gemar baca
kan...kan...sakit to hatinya,tapi egonya kegedean sih...
Kusii Yaati
kok aq jadi gregeten sendiri sama Ervan /Angry/
Yati Siauce
bpknya ervan aj baik..kok emak ama bpknya shanum gak baik
hasatsk
Ervan Bimbang pada 2 pilihan apakah tetap bersama shanum di RS atau menepati janji makan malam dengan meidina.....
Rubiyanti
masih ada yg baik pada shanum
Titi Liana
menarik
Ila Lee
akhirnya jatuh juga air mata ku Thor sedih Hami tampa perhatian suami di buang keluarga sendiri😭😭😭😭😭😭
anonim
bagus ceritanya
anonim
pak Wijatnako mau bawa maid ke rumah sakit untuk nemeni Shanum bahaya tidak tuh....jangan sampai maidnya mamanya Ervan yang sudah didoktrin untuk mencelakai Shanum
Suriani Paturusi
lanjuttt....😊
K4RL4
lanjut mommy...😊
K4RL4
papa mertua idaman. msh ad yg sayang sama kamu, shanum.
Wiek Soen
semoga saja shanum selalu mendapatkan perlindungan dari papa wijatnoko
Tuti Chandra
bahagia selalu buat shanum .semoga shanum selalu dlm lindunganya dan dijauh kan dr orang yg niat jahat padanya.
Tuti Chandra
papa mertua yg punya hati yg mulia ngga seperti adiba yg busuk hatinya.
☠ᵏᵋᶜᶟ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🐝⃞⃟⃝𝕾𝕳ɳҽˢ⍣⃟ₛ♋
terimakasih papa sudah membela shanum
Nar Sih
tuh ervan dgr kan nasehat papa mu ,klau ngk bisa mencintai jgn menyakiti ,bljar koreksi diri juga sikap mu pd shanum
Inooy
👏👏👏👏 bagus paaa,,aq suka..aq sukaaaa...

pokok nya paa klo Ervan macam2 lg ma Shanum,,jauhkan Shanum sejauh jauh nya utk menjaga kewarasan Shanum..dn biar Ervan bisa introspeksi diri...
bener2 gedeg aq ma Mr.Arogaaann 😬😬
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!