Terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak pernah dia impikan membuat kehidupan Anik Saraswati menjadi rumit.
Pernikahannya dengan seorang dokter tampan yang bernama Langit Biru Prabaswara adalah sebuah keterpaksaan.
Anik yang terpaksa menjadi mempelai wanita dan Dokter Langit pun tak ada pilihan lain, kecuali menerima pengasuh putrinya untuk menjadi mempelai wanita untuknya membuat pernikahan sebuah masalah.
Pernikahan yang terpaksa mereka jalani membuat keduanya tersiksa. Hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka.
Jika ingin membaca latar belakang tokoh bisa mampir di Hasrat Cinta Alexander. Novel ini adalah sekuel dari Hasrat Cinta Alexander
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Hubungan
"Beberapa kali Nikita menanyakan dirimu, Lang? Apa kalian ada masalah?" tanya Dypta, sahabat terdekat Langit. Saat ini mereka sedang menikmati kekosongan waktu setelah seharian bekerja.
" Nggak, sih. Aku hanya ada sedikit urusan!" jawab Langit dengan singkat. Kemudian menyesap capucino hangat yang telah dia pesan.
Langit dan Dypta memang berteman sudah lama. Hingga keduanya tidak canggung lagi untuk saling bercerita tentang pribadi masing-masing.
"Apa itu tentang Anik?" tebak Dypta dengan menatap curiga Langit. Tapi pria di depannya itu masih bungkam dan membuang pandangan ke luar.
" Wanita itu baik, dia juga cantik dan kenyataannya kalian sudah menikah..."
" Kita sudah bercerai." sela Langit membuat Dypta seketika terkejut. Dokter spesialis anak itu tidak percaya dengan apa yang dikatakan temannya itu.
" Iya, kami sudah bercerai dan karena itu dia pergi." jelas Langit. Diantara temannya tidak ada yang tahu tentang perceraian itu kecuali Nikita.
Dypta masih terdiam, dia sedang mengolah apa yang baru saja dikatakan Langit. Selama ini, dia pikir Langit hanya butuh waktu untuk meyakinkan perasaannya.Tapi perkiraannya salah, temannya itu benar-benar tidak bisa menerima pengasuh dari putrinya sebagai istri.
"Aku pikir kamu sudah selesai dengan masa mudamu, Lang. Aku juga mikirnya kamu hanya main-main dengn Nikita sementara. Ternyata aku salah." balas Dypta dengan senyum sinis di wajahnya.
Sebagai teman, Dypta tahu Langit sudah berubah sudah lama, bahkan tragedi tentang ibunya Ana itu sebuah kecelakaan yang tidak seharusnya.
"Dia memaksaku untuk mengucapkan kata talak itu!" jawab Langit, tapi Dypta hanya menggeleng dengan wajah kecewa.
"Hanya sedikit dipoles, aku yakin, Anik akan dengan mudah mendapatkan pria yang tak kalah lebih baik dari kamu, Lang." Dypta menyadari jika, Aniklah yang paling cantik diantara mantan-mantan kekasih sahabatnya itu. Hanya saja kecantikan wanita itu masih tertutup dengan kepolosan dan kesederhanaan.
"Jangan katakan itu! Ana tidak bisa jauh dari Anik, tidak akan mungkin Anik dengan mudah menerima seorang pria." Langit mencoba menenangkan perasaannya. Padahal hatinya sedang bergemuruh dengan kecurigaan jika wanita itu tengah mengandung anaknya.
"Ingat, Lang! Bukankah kamu pernah mengatakan Anik hanya seorang pengasuh dan Ana akan terbiasa tanpa wanita itu." sekali lagi Dypta menyangkal pernyataan Langit. Dypta juga masih memperhatikan ekspresi temannya itu.
" Sudahlah, jangan membahas itu." Langit mengakhiri perdebatan mereka.
Suasana yang semakin petang membuat kedua pria tampan itu memutuskan untuk meninggalkan kedai kopi.
Dalam perjalanan pulang, kalimat Dypta terus saja terngiang. Ada kegelisahan yang diam-diam mengikatnya saat memikirkan Anik bersama pria lain. Langit merasa semua akan semakin rumit apalagi jika feeling-nya benar, kalau Anik hamil tengah mengandung benihnya.
" Astaga...." gumam Langit karena tak ada jawaban tentang kekacauan dalam pikirannya.
Ponselnya pun berdering, pria itu segera memasang earphone di telinga.
"Halo..." jawab Langit saat membuka panggilan dari Nikita.
" Kamu di mana, Lang? Kenapa tidak membalas satupun pesan dariku?" tanya Nikita terdengar sedikit kesal.
"Maaf, aku tidak mendengar ada pesan masuk. Aku masih di jalan, tadi aku sempat ngopi dengan Dypta." jawab Langit dengan masih memperhatikan jalanan di depan.
"Besok bisakah kamu menjemputku dan sarapan pagi bersama keluargaku?" tanya Nikita.
" Please jangan besok! Aku sudah janji akan mengantarkan Ana ke sekolah!" jawab Langit masih belum siap di cecar tentang hari pernikahan dari keluarga Nikita. Dia merasa masalah di hidupnya masih rumit untuk membicarakan masalah pernikahan baru.
" Ana dan terus saja Ana yang kamu jadikan alasan, Lang. Atau itu hanya alasanmu saja?"
"Beneran, aku tidak bohong, jika tidak percaya datanglah kerumah kita antarkan Ana bersama." jawab Langit.
" Terserah kamu saja, Lang."
" Tut....Tut....Tut..." seketika ponsel ditutup sepihak oleh Nikita. Wanita benar-benar merasa kesal dengan sikap Langit akhir-akhir ini.
Langit pun hanya mendesah saat mendengar Omelan Nikita. Sejak dulu, dia memang sudah tahu seperti apa Nikita. Gadis manja dari kalangan crazy rich yang harus mendapatkan apa yang dia inginkan.
Mobil berhenti tepat di depan rumahnya sendiri. Kali ini dia inginkan menenangkan diri di rumahnya sendiri. Entah kenapa dia merasa berat menjalani kehidupannya yang masih rumit.
###
Anik melipat mukena setelah menunaikan Salat Isya. Sejenak dia tertegun sebelum dia beranjak dari tempat salat.
Tiba-tiba saja dia teringat dengan Ana. Teringat masa-masa saat mereka masih tinggal bersama membuat kerinduan itu sulit dibendung.
" Drt...drt...." beberapa pesan terdengar dari ponselnya yang tergeletak di atas meja makan.
Gegas dia segera beranjak tempatnya dan meletakkan mukena di rak seperti biasanya.
Langkahnya berlahan mendekat ke arah benda pipih itu.
'Sudah makan?'
' Jangan lupa vitamin dan susunya di minum.'
Sebuah pesan dari Biru hanya dibacanya. Anik pun kembali meletakkan ponselnya di meja.
Tapi saat akan melangkah pergi, ponselnya terus berdering. ' Mas Biru' nama itu yang tertera di layar pipihnya.
Tanpa berfikir panjang Anik pun kembali meletakkan ponselnya membiarkan saja panggilan Langit berhenti dengan sendirinya.
Tangan kecil itu mengaduk pelan segelas susu, tapi pikirannya menjadi gelisah dengan sikap Biru yang di rasa sangat berlebihan.
Anik sudah tidak ingin dekat dengan pria manapun. Bahkan, dalam pikirannya dia sudah tidak berniat untuk menikah lagi.
Bel berbunyi membuat Anik menatap jam yang menggantung di dinding rumahnya yang menunjukkan pukul delapan malam.
"Siapa, ya?" gumamnya sambil berjalan menuju pintu utama dengan tergesa, tidak biasa ada orang berkunjung di kontrakannya itu.
" Ceklek...." seketika Anik tersentak kaget saat membuka pintu.
Sesosok pria gagah sudah berdiri di depan pintu sambil tersenyum.
" Kenapa tidak mengangkat teleponku?" tanya Biru tanpa beranjak dari tempat mereka berdiri.
"Ada apa hingga Mas Biru datang ke sini. Apa ada hal penting?" tanya Anik sambil celingukan mencari keberadaan mobil Biru. Tapi kenyataan tak ada mobil berwarna putih yang biasa di naikin Biru.
" Hanya ingin mengantar makanan ini? Barangkali kamu lapar tengah malam." jawab Biru sambil menunjukkan sebuah paperbag pada Anik.
Tapi mendapat perlakuan seperti itu, Anik malah terdiam. Dia merasa sungkan karena pria itu terlalu baik.
" Tolong jangan seperti ini, Mas. Aku takut orang-orang akan salah faham melihat ini." jawab Anik yang masih tidak bisa menerima pemberian pria di depannya.
" Aku tidak akan balik, jika kamu tidak menerimanya." sambut Biru, dia tidak ingin pemberiannya di tolak.
" Tapi janji jangan seperti ini lagi!" pinta Anik dengan mengambil pemberian Biru. Sedangkan, pria itu hanya tersenyum.
" Aku balik dulu! Jika ada apa-apa, hubungan Mbak Nai atau aku." pamit Biru, pria bertubuh tegap dan gagah itu melangkah pergi menghampiri taxi online yang masih parkir di pinggir jalan.