NovelToon NovelToon
Gairah Cinta Sang Mafia

Gairah Cinta Sang Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Sugar daddy / Mafia / Romansa / Chicklit
Popularitas:67.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ibu.peri

Arsenio Wickley, seorang mafia yang berusia 39 tahun. Semenjak kejadian kekasihnya pergi karena kesalahan pahaman, semenjak itu Arsenio menutup hatinya untuk semua wanita. Tapi, kehadiran seorang gadis mengubah pendiriannya. Clara datang kepadanya, dan berniat menjadi sugar baby Arsen. bukan karena uang tapi karena ia butuh kasih sayang yang tidak ia dapat dari orang tuanya.
" Om, aku mau jadi sugar Baby om" ucap Clara sambil menatap wajah Arsen.

" Apa kau tahu, apa yang dilakukan Sugar Baby?" Arsen mendekati wajah Clara, membuatnya sedikit gugup.

" Memang apa yang harus aku lakukan?" tanya Clara yang penasaran, ia hanya tahu sugar baby itu hanya menemani makan, dan jalan-jalan.

" kau harus menemaniku tidur, apa kau mau?" Arsen semakin memojokkan tubuh Clara.

" tidak!! aku tidak mau.." Clara berlari saat mendengar ucapan Arsen.

" Dasar bocah ingusan" ucap Arsen seraya menggelengkan kepala.

Nantikan kisah kelanjutannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu.peri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertengkaran Arion dan Clara

Saat bibir Arsen hendak kembali menyentuh milik Clara, tiba-tiba ponselnya yang tergeletak di nakas berbunyi nyaring, mengganggu atmosfer hangat yang baru saja terbangun. Getarannya nyaring, seolah memaksa perhatian mereka teralihkan.

Arsen mengerang kesal, separuh wajahnya masih berada dekat dengan leher Clara. Dengan enggan, ia melirik layar ponselnya—nama Bastian terpampang di sana dengan huruf kapital yang menjengkelkan.

“Shit…” gumamnya dengan rahang mengeras. Ia menggenggam ponsel itu erat, nyaris ingin melemparkannya ke dinding.

Clara hanya memandangi Arsen, napasnya masih belum stabil, sementara pipinya memerah karena suasana yang sempat membakar. Tapi jelas terlihat, ekspresi wajah Arsen berubah dalam sekejap. Nadanya yang dingin menyusul kemudian.

“Ada apa?” tanyanya tajam, sedikit membentak hingga membuat Bastian yang berada di seberang telepon nyaris menjatuhkan ponselnya sendiri.

“Ma—maaf, Tuan…” suara Bastian terdengar gugup, “ada klien besar yang mendadak datang dan bersikeras ingin bertemu langsung. Katanya tidak bisa diwakilkan oleh siapa pun.”

Arsen memejamkan mata sejenak, mencoba menahan amarahnya yang meluap. Ia menggertakkan gigi, lalu tanpa menjawab lebih lanjut, langsung mematikan sambungan dan bangkit berdiri.

Clara menoleh, duduk perlahan di tepi tempat tidur, menarik selimut menutupi tubuhnya. Matanya mengikuti gerak Arsen yang kini sudah mengenakan kemeja secara asal, tanpa banyak bicara.

“Om… ada apa?” tanyanya pelan.

Namun Arsen tak menjawab. Hanya menatap ponselnya dengan tatapan kelam, lalu berjalan cepat ke luar kamar tanpa sepatah kata pun.

Clara hanya memandang kepergian Arsen dengan raut bingung.

Di lantai bawah, suasana tak jauh berbeda. Liam dan Arion yang tengah duduk di ruang santai sambil memainkan konsol game langsung menoleh saat mendengar langkah berat Arsen menuruni tangga dengan terburu-buru.

Tanpa satu sapaan pun, Arsen berjalan melewati mereka seperti angin topan. Wajahnya gelap, penuh tekanan, membuat keduanya saling berpandangan.

“Kali ini ada apa lagi?” bisik Liam, meletakkan stick PS di pangkuannya. Ia menoleh ke arah pintu yang baru saja dibanting ringan oleh Arsen saat keluar.

Arion mengangkat bahu. “Entahlah. Tapi dia terlihat seperti mau membunuh seseorang”

Tiba-tiba, Arion teringat sesuatu.

Sial, gumamnya dalam hati. Ia buru-buru mengeluarkan ponselnya dari saku, hanya untuk mendapati layar mati total. Ia lupa—ponsel itu sengaja ia matikan sejak tadi pagi, setelah kesal pada Arsen karena urusan sepele.

“Jangan-jangan... ada masalah besar di perusahaan,” gumamnya pelan, wajahnya mendadak pucat.

Tanpa pikir panjang, Arion bangkit dan langsung berlari menuju kamarnya di lantai atas, hendak menyalakan ponsel dan segera menghubungi Bastian.

Liam yang melihat kelakuan sahabatnya hanya mendesah panjang. Ia kembali bersandar ke sofa sambil mengambil kembali stick game-nya.

“Huft... pasti Arion akan terseret masalah lagi. Kasihan sekali Arion. Dia tidak pernah lepas dari badai kalau Arsen sudah mengamuk,” gumamnya sambil memencet tombol game pelan.

***

Kantor Pusat Wickley Corporation — Lantai Tertinggi

Langkah Arsen menggema di sepanjang lorong lantai eksekutif. Napasnya masih berat. Rahangnya mengeras, seolah sisa has rat yang terpotong tadi menggumpal menjadi amarah dalam dadanya. Jas hitamnya hanya disampirkan di lengan kiri, kancing kemejanya terbuka memperlihatkan dada bidang yang masih naik turun karena frustasi.

Begitu pintu ruang CEO terbuka, sosok Bastian menyambutnya dengan wajah tegang.

“Tuan…” gumam Bastian, suaranya lirih dan gentar.

Namun Arsen tidak menjawab. Pandangannya langsung tertuju pada pria yang duduk santai di sofa hitam, menjejakkan kaki ke atas meja kaca seolah dia pemilik tempat itu.

“Aku pikir kau tak akan datang,” ucap Mathew ringan tanpa menoleh, nadanya penuh kesombongan.

Arsen berhenti tepat di tengah ruangan. Sorot matanya mengarah tajam pada Bastian.

“Jadi ini yang kau maksud dengan klien penting?” tanyanya dingin, nadanya mengiris.

Bastian menunduk dalam, suaranya bergetar. “Maafkan saya, Tuan... Tuan Mathew mengancam akan... meledakkan kantor ini jika Anda tak segera datang.”

Wajah Arsen berubah merah padam. Urat di pelipisnya menegang. Suara napasnya terdengar lebih berat—bukan karena takut, melainkan karena marah yang mendidih dan nyaris meledak.

“Brengsek,” gumamnya pelan, tajam.

Namun sebelum Arsen sempat melangkah mendekat, Mathew bangkit dari duduknya. Ia tersenyum, menatap Arsen seolah-olah sedang menantangnya di atas panggung duel.

“Tenang saja,” ucap Mathew, menepuk debu imajiner dari pundaknya. “Aku datang bukan cuma untuk membuatmu marah. Tapi untuk menyelesaikan sesuatu...”

Matanya menatap lurus ke mata Arsen. Seketika ruangan terasa hampa—senyap dan tegang.

“Mengenai pembunuh ayahku.”

Arsen tak merespons, tapi tubuhnya mengencang.

“Aku sudah tahu siapa pelakunya,” lanjut Mathew. “Dan yang mengejutkan... dia adalah orangmu.”

Arsen mengerutkan dahi, tapi tetap diam.

Mathew menatap Arsen tajam. “Aku belum tahu seberapa besar keterlibatanmu. Tapi orang itu—tak akan kuampuni. Dia akan mati... dengan tanganku sendiri.”

Arsen akhirnya bicara. Suaranya dalam dan berat. “Kau bisa mencari tahunya sendiri, apa aku terbukti terlihat, dan jika kau sudah menangkapnya, Jangan biarkan dia mati dulu. Aku ingin tahu alasannya memfitnahku.”

Mathew mengangguk, kemudian tersenyum sinis. “Kita satu pemikiran, rupanya. Tapi percayalah, Arsen. Setelah itu... dia akan lenyap dari muka bumi.”

Lalu Mathew melangkah mendekat. Jarak antara mereka kini hanya satu lengan.

“Tapi... itu bukan satu-satunya alasanku ke sini.”

Arsen mendongak, matanya mencerminkan kecurigaan yang mendalam.

Mathew menyeringai. “Aku tertarik pada wanitamu.”

Mata Arsen membelalak sesaat. Tubuhnya menegang seketika.

“Clara... Gadis yang manis, seksi, polos, dan... menggemaskan saat mabuk. Apa kau tahu betapa cantiknya dia saat sedang bicara sambil meracau? Aku bisa menatapnya seharian.”

Brak!

Tangan Arsen menghantam meja dengan keras. “Kau cari mati, Mathew! Jangan sekali pun kau mendekatinya!”

Mathew hanya tertawa kecil, puas dengan reaksi itu. “Tenang... Ini bukan ancaman. Ini pengumuman.”

“Aku akan bersaing secara langsung. Kau dan Dion, karena kali ini, aku akan ikut memperebutkan hati Clara. Dan kalau aku bisa membuatnya jatuh cinta... maka dia akan menjadi milikku, Arsen.”

“Aku akan membunuhmu jika kau menyentuhnya!” gertak Arsen. Matanya menyala dengan amarah yang nyaris tak terkendali.

“Terserah. Tapi lihat siapa yang akan tertawa terakhir,” Mathew menepuk pundak Arsen perlahan, seolah menghina.

“Anggap saja ini... perang terbuka.”

Setelah berkata begitu, Mathew berbalik dan melangkah keluar dari ruangan, meninggalkan aroma peperangan yang baru saja diumumkan. Pintu tertutup dengan bunyi klik yang menggema.

Bastian yang berdiri di sisi dinding, menahan napas sejak tadi, akhirnya berani bicara. “Tuan... apakah saya harus—”

“Keluar,” potong Arsen datar.

Bastian langsung menunduk dan bergegas keluar tanpa berani menoleh sedikit pun.

Kini Arsen berdiri sendiri di dalam ruangan luas itu. Matanya menatap kosong ke jendela, menatap bayangan kota yang mulai diselimuti senja. Namun dalam pikirannya, hanya satu nama yang berputar:

Clara.

Dan kini... dia sedang diincar oleh dua pria selain dirinya.

Tapi satu hal yang Arsen tahu pasti:

Clara hanya miliknya. Dan siapa pun yang menyentuhnya... akan mati.

****

Malam Hari di Mansion Wickley — Dapur Lantai Bawah

Clara sibuk mondar-mandir di dapur, aroma masakan yang mulai matang memenuhi udara. Satu tangan memegang spatula, tangan lain meraih piring saji. Meski para koki dan pelayan sempat melarangnya, Clara bersikeras tetap ingin memasak. Pada akhirnya, mereka hanya bisa saling pandang dan membiarkannya, karena jika sampai Arsen tahu mereka menghalangi niat gadis itu, bisa-bisa mereka semua kehilangan pekerjaan.

Setelah Arsen pergi siang tadi, Clara sempat tertidur. Ia mengira pria itu akan segera kembali, namun hingga malam menjelang, Arsen belum juga pulang. Rasa gelisah yang tak bisa dijelaskan membuatnya berinisiatif untuk mengalihkan pikiran dengan memasak. Hanya saja, masalah baru muncul—Clara tak menemukan pakaian wanita sama sekali di kamar.

Jadilah ia memakai kemeja putih milik Arsen yang kebesaran di tubuh mungilnya, hanya dikancingkan sebagian dan bagian bawahnya menggantung longgar. Ia memadukannya dengan celana pendek ketat milik Arsen yang bahkan harus ia ikat di pinggang agar tidak melorot. Sebuah apron putih menutupi sebagian pakaiannya.

Dari sudut ruang makan, Liam mencondongkan tubuh ke arah Arion dan berbisik, sambil menunjuk Clara.

"Arsen benar-benar gila kalau sampai melepaskan gadis itu. Cantik, seksi, dan bisa masak pula," gumam Liam, matanya tak lepas dari lekuk tubuh Clara.

Arion hanya mendesah malas, tangannya menyilangkan dada, wajahnya dingin tanpa ekspresi.

"Uncle Liam, kau cari mati. Kalau Daddy tahu kau mengincar wanitanya, bisa-bisa besok kita mengadakan pemakaman kilat untukmu," sahut Arion datar.

Clara yang tengah menata makanan di atas meja mendekat, membelai apron di pinggangnya sambil tersenyum canggung.

"Makanannya sudah siap. Kalau kalian mau makan duluan, silakan. Sepertinya Om Arsen akan pulang agak malam," ucapnya dengan suara lembut.

Liam menarik Arion agar segera duduk di meja makan.

"Makanan apa ini? Kita tidak biasa makan beginian," keluh Arion, nada suaranya mengandung penghinaan.

Clara mendongak menatapnya, senyum manisnya sirna, berganti tatapan tak terima.

"Coba dulu sebelum komentar. Om Arsen saja makan masakanku, dan katanya enak," balas Clara tajam.

Arion mendecih. "Dia itu terpaksa memakannya. Aku tahu betul selera Daddy—western, elegan, dan tentu saja bukan masakan kampung seperti ini."

Clara mengangkat alisnya. Dalam sekejap, ia mencapit satu potong masakan dengan sendok sayur dan menyuapkannya secara paksa ke mulut Arion.

"Nih! Makan, masakan kampung!"

Arion tersedak, lalu memuntahkan sebagian sambil mengelap mulutnya. "Hei! Wanita gila! Apa yang kau lakukan?!"

Sementara itu, Liam terguling di kursi, tertawa sampai perutnya sakit. Ia sama sekali tak menyangka gadis yang dikiranya lemah dan penurut bisa bertingkah seberani itu.

"Hahaha! Astaga, Clara, kau luar biasa!"

Arion bangkit dan mendekati Clara, wajahnya merah padam. Aura dingin mulai menguar.

"Jangan pernah berpikir hanya karena Daddy membawamu ke sini, aku akan menerimamu. Aku tidak akan pernah setuju kau jadi Mommy-ku. Tidak akan pernah!"

Clara menyilangkan tangan di dada, mendongak menantang.

"Bagus. Aku juga tidak pernah bermimpi jadi ibu tiri menyebalkan untuk anak sepertimu! Wlee!" Clara menjulurkan lidahnya tepat di depan wajah Arion.

Arion semakin murka. Ia mendekat hingga jarak mereka hanya sejengkal. Clara mulai panik dan mendorongnya, tapi Arion tak bergeming.

"Kau benar-benar minta dilempar keluar dari mansion ini," ancamnya rendah.

Clara refleks meraih benda pertama yang bisa ia capai di meja—sendok sayur. Dengan mata tertutup rapat, ia memukul kepala Arion.

TUNG!

"SIALAN!" Arion mengaduh, sementara Liam terpingkal-pingkal.

"Astaga... perutku! Hahaha... Clara, kau calon ratu yang layak!"

Suasana riuh itu tiba-tiba membeku saat dua sosok memasuki ruangan.

Arsen berdiri di ambang pintu bersama Bastian. Tatapan tajam Arsen langsung tertuju ke arah Clara dan Arion. Ia berjalan cepat dan menarik kerah baju Arion.

"Da—Daddy..." Arion tergagap, tubuhnya terdorong mundur.

Clara membeku. Wajah Arsen gelap dan tak terbaca. Tatapannya turun ke arah tubuh Clara—kemeja putihnya yang longgar, celana pendek miliknya yang terlalu ketat di tubuh gadis itu, dan apron yang masih menempel.

Tanpa berkata apa-apa, Arsen meraih pinggang Clara dan mengangkat tubuhnya ke atas pundak seolah mengangkat sekarung gandum.

"OM! Turunkan aku!!" Clara menjerit, tapi Arsen tidak menggubris. ia langsung membawa clara ke lantai atas.

BRAKK!

Pintu kamar lantai atas tertutup keras.

Liam menoleh ke Bastian yang berdiri di sebelahnya, wajah pelayan itu juga menegang.

"Aku yakin setelah dia memberi pelajaran ke wanitanya, dia pasti balik ke sini untuk menghajarmu juga," gumam Liam.

“Sial,” umpat Arion sambil mengusap kepalanya. Ia tidak tahu mana yang lebih sakit—dipukul dengan sendok sayur atau harga dirinya yang tercabik oleh Clara.

1
ollyooliver🍌🥒🍆
kenapa bukan papa..kalau daddy, disini posisinya arsen kek itu ayah tiri/sambung sedangkan matthew dibuat sama dengan panggilan clara..mama dan papa
Siti Amyati
lanjut kak
ollyooliver🍌🥒🍆
ikatan batin lebih kuat
partini
otw sakit hati kamu sen but is ok sih itu setimpal 😂😂😂
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 ponakan kurang asem ya begini ni 🤣🤣🤣🤣
partini
😂😂😂😂 dah tau Arsen mau buka puasa ngpain pada di situ
wah Liam di tunggu siapa bidadari mu nanti
Siti Amyati
wah kayak pengantin baru ngga mikir ada anak yg nunggu mommy sama daddy
Ndha28: hihihi.. iya kak, sampe lupa anak🤭🤭
total 1 replies
ollyooliver🍌🥒🍆
iya nih, jodoh liam kapan munculnya
Ndha28: kayaknya bentar lagi kak,😊
total 1 replies
ollyooliver🍌🥒🍆
udah ada pawangnya😌
Siti Amyati
wah melebihi pengantin baru ,bakal ada debay sebentar lagi
alin soebank
menggatal 22 nya🤣🤣🤣
vj'z tri
🤭🤭🤣🤣🤣🤣🤣 pelan pelan saja dad 🤣🤣🤣🤣
Ifah ifah
astaga arsen bener bener dah 😂😂😂😂
partini
sehhh dua" lost control 😂😂😂😂
ollyooliver🍌🥒🍆
momen itu paling disayangkan sih, karena ayah adalh cinta pertama anak perempuan. dan pasti lebih dekat dengan anak perempuan.
ollyooliver🍌🥒🍆
nah lohhhh😄
ollyooliver🍌🥒🍆
malaikat mautnya pulang kampung, gak jadi bawa mangsa😄
ollyooliver🍌🥒🍆
jijay..helppppppp🤧
partini
dia anakmu Arsen so no need to worry
jadi menghalu pas nikah yg bawa keranjang kecil dengan cicin di dalamnya itu anak mereka the next mafia queen ohhh so sweet ya Thor kaya di video" bule sana
Ifah ifah
lanjut thor 😘😘😘💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!