"Aku tak peduli dengan masa lalu. Yang aku tahu adalah masa kini dan masa depan. Masa lalu hanya hadir untuk memberi luka, dan aku tak ingin mengingatnya!!" (Rayyan)
"Aku sadar bukan gadis baik baik bahkan kehadiranku pun hanya sebagai alat. Hidupku tak pernah benar benar berarti sebelum aku bertemu denganmu." (Jennie)
"Aku mencintaimu dengan hati, meski ku akui tak pernah mampu untuk melawan takdir."( Rani)
Kisah perjuangan anak manusia yang hadir dari sebuah kesalahan masa lalu kedua orang tua mereka. Menanggung beban yang tak semestinya mereka pikul.
Mampukah mereka menaklukkan dunia dan mendirikan istana masa depan yang indah dengan kedua tangan dan kakinya sendiri?
Atau kejadian masa kelam orang tua mereka akan kembali terulang dalam kehidupan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serra R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24.24. Perhatian dan Semangat
Jennie melangkahkan kaki nya secara perlahan menuju ke kamar nya. Wajahnya masih terlihat kesal. Bagaimanapun dia juga merasakan bosan sepanjang hari berada di villa terutama dalam kamar. Tak ada hiburan hanya beberapa buku yang diambilnya dari ruang kerja Raka itupun hanya tinggal sedikit lagi dia khatamkan.
"Apa bedanya dengan tahanan kalau begini. Memang tak diikat tapi aku tak lagi memiliki kebebasan. Sebenarnya siapa yang ingin melenyapkan ku." Jennie menggerutu pelan sambil membuka pintu kamarnya.
Jennie menghempaskan tubuhnya ke atas kasur sambil masih mengerucutkan bibirnya. Dia tak habis pikir dengan jalan hidupnya yang tak pernah mulus.
"Memang tak seharusnya aku hadir di dunia ini. Mungkin jika mami menggugurkan ku sejak dulu itu lebih baik." Lirihnya sambil mengusap kasar air mata yang perlahan menetes di pipinya.
Hidupnya tak pernah bahagia sejak dulu. Dan Jennie merasa semakin terpuruk karena hingga dirinya dewasa pun hidupnya tak pernah bisa dibilang baik.
.
.
"Dia gadis yang manis." oceh Ronald memecahkan keheningan yang tercipta setelah kepergian Jennie.
"Tapi sayang, begitu banyak cobaan yang harus dia tanggung. Dia termasuk gadis yang kuat." Lelaki itu kembali berucap.
"Dia hadir karena keegoisan kedua orang tuanya. Dan dari mereka pula dia harus menanggung banyak beban. Menjadi boneka di keluarganya sendiri dan bahkan hampir kehilangan nyawanya."
"Om mengetahuinya?" Lelaki disampingnya itu mengangguk sebagai jawaban.
"Apa mungkin semua itu adalah perbuatan dari keluarga tirinya, om. Semua orang tahu jika mereka tak menerima kehadiran Jennie dalam keluarga Darou selama ini. Terlebih ibu tiri dan kakak tirinya."
"Semua kejadian tak sesimpel itu tuan muda. Kita bahkan tak bisa menyimpulkan semuanya dengan hanya melihat apa yang terjadi."
"Maksudnya om?"
"Ada beberapa orang yang terkadang memilih untuk mengunakan kesempatan demi menjatuhkan lawannya secara bersamaan. Akan tetapi dia bisa bermain cantik hingga tak ada seorangpun yang akan mencurigainya dan bahkan dia akan lepas dari segala tuduhan. Apa tuan muda mengerti maksud saya?"
Rayyan mengangguk, sangat sulit untuk menerka dan menebak karena siapapun bisa menjadi terduga jika tak memiliki bukti yang falid maka semaunya akan sia sia. Bahkan lebih fatalnya lagi, akan ada korban baru yang tak seharusnya menjadi korban.
Kasus yang menimpa Rena kala itu adalah salah satu contohnya. Bahkan Rayyan yang turun langsung membantu Raka tak mendapatkan hasil apapun hingga dugaan Rena benar-benar meregang nyawa menjadi kesimpulan akhir. Dan siapa sangka, dibalik semua kejadian ternyata melibatkan Citra dan juga Reni karena adanya informasi yang salah.
.
Lama terisak membuat Jennie lelah, lelah fisik terlebih lagi lelah secara mental. Bukan hanya tubuhnya yang terasa remuk redam namun juga hatinya.
Kedua mata yang masih nampak sembab tersebut mulai terbuka. Jennie melihat sekeliling, hatinya kembali terasa sakit. Saat dirinya berada dalam posisi terpuruk tak ada satupun keluarganya yang menjadi penguat. Jangankan untuk menghibur bahkan mengkhawatirkan dirinya pun seolah tak lagi mungkin.
"Kehadiranku hanya sebagai penambah beban untuk orang lain." Jennie tersenyum miris akan takdirnya.
Mata yang kembali mengembun tersebut mendongak ke atas menatap langit-langit kamar. Mencoba kembali kuat dan tak lagi meneteskan air matanya.
"Masih ada papa Arlan yang menyayangiku. Meski aku harus tahu diri akan posisiku dalam hidupnya namun kasih sayang papa Arlan tak pernah berubah padaku."
Kedua mata Jennie beralih ke arah narkas, matanya yang masih sedikit memerah nampak memicing melihat sebuah paper bag berada disana.
"Perasaan tadi tak ada benda itu disana, lalu siapa yang menaruhnya?"
Jennie menggelengkan kepalanya. Sebelah tangannya terulur meraih paper bag berwarna hitam dengan corak garis emas tersebut.
Dahi Jennie berkerut dalam, tangannya masih memegang kotak ponsel keluaran terbaru yang masih terbungkus rapih.
"Ponsel siapa dan kenapa bisa ada disini?" Gumamnya.
Belum habis rasa heran Jennie kini gadis itu dikejutkan oleh suara ketukan pintu kamarnya.
"Boleh aku masuk?" Rayyan membuka pintu kamar tersebut tanpa menunggu jawaban dari penghuninya.
"Dia ini makin seenak jidat, kalau aku sedang berganti pakaian atau tertidur bagaimana?" Jennie mengomel dalam hati sambil menatap ke arah Rayyan tanpa ekpresi.
"Ponsel itu untukmu, aku tahu kamu bosan. Sudah ada nomer baru juga terpasang disana. Kau bisa menggunakannya untuk kepentingan mu. Tapi perlu kamu ingat satu hal, jangan pernah menghubungi orang-orang yang kenal setidaknya sampai aku berhasil mengungkapkan siapa orang-orang yang berada di balik tragedi yang menimpamu."
Jennie terdiam tanpa menjawab. Kedua matanya seolah tak lelah hari ini untuk melelehkan air mata. Tanpa diminta, cairan bening tersebut menetes membasahi kedua pipinya yang tak pernah lagi terpoles make up semenjak kejadian naas tersebut menimpanya.
"Kenapa dia menangis?" Rayyan menatap Jennie, dahinya berkerut seolah berpikir apa yang ada dalam benak wanita yang sedang terisak dihadapannya kini.
"Terimakasih, terimakasih karena kamu masih mau peduli dengan ku. Padahal semua keluarga yang ku punya bahkan menjauhiku. Aku adalah manusia yang tak pernah diharapkan kehadirannya. Hingga adanya diriku seolah menjadi virus mematikan yang harus mereka hindari." Ucap Jennie disela isak tangisnya yang kembali pecah.
Rayyan yang masih berdiri tak jauh dari ranjang tempat Jennie sedang terduduk. Lelaki dengan tubuh tegap dan tatapan tajam tersebut nampak menghela nafas dan mengusap pelan wajahnya.
"Ck, menangis tak akan mengubah apapun kecuali kamu sendiri mau untuk berusaha mengubahnya. Jangan lemah!! karena lemah akan membuatmu semakin terpuruk. Orang tak akan bersimpati padamu akan tetapi mereka akan semakin menjatuhkanmu."
"Percaya pada kemampuan mu sendiri dan jangan lagi kamu menguntungkan hidupmu pada orang lain. Pikirkanlah hidupmu sendiri dan yang terbaik untuk kau raih. Bukan memikirkan bagaimana orang akan menganggap mu juga status serta bagaimana caramu menjalani hidup. Mereka akan tetap berasumsi tak baik selama rasa benci, iri dan tak suka itu melekat pada hati mereka. Jadi, untuk apa kamu repot memikirkan tentang bagaimana orang luar akan menilaimu?"
Rayyan berujar pelan namun penuh penekanan. Beberapa hari tinggal dalam satu atap yang sama membuatnya sedikit merubah penilaiannya tentang wanita yang nampak rapuh dihadapannya tersebut.
Jennie mendongakkan wajahnya. Diusap nya kasar air matanya dan mengulas senyum. Kali ini dirinya bisa lebih terbuka menerima segala ucapan lelaki yang selalu dijuluki nya dengan sebutan muka tembok tersebut. Meski terdengar ketus namun apa yang Rayyan ucapkan membuat semangat dalam dirinya kembali bangkit.
"Terimakasih, karena kamu telah menyadarkanku. Aku berjanji akan berubah menjadi lebih baik lagi seperti yang kau ucapkan. Terimakasih asisten Ray." Senyum mengembang di sudut bibir Jennie.
"Ckck, sudah ku bilang jangan berubah demi siapapun tetapi demi dirimu sendiri. Lagipula kita tak sedekat itu!!"
Jennie tersenyum, gadis itu tak lagi merasakan sakit hati dengan segala ucapan Rayyan. Dia sudah sadar, jika lelaki tersebut mempunyai karakter tersendiri dalam menumbuhkan semangat bagi orang lain.
"Ingat!! jangan menghubungi siapapun yang tak bisa kau percaya termasuk asisten mu sendiri." Rayyan berlalu pergi meninggalkan Jennie yang masih diam sambil mengulas senyum.
"Rayyan benar, aku tak boleh lemah. Sudah saatnya aku bangkit dan berdiri dengan kedua kaki sendiri."
Jennie mengusap sisa sisa air matanya dan membuka box ponsel yang sejak tadi di genggamnya. Satu nomer sudah terdapat disana membuat senyum Jennie kembali terbit.
Jemari lentiknya kembali mengetik sebuah nomer yang menjadi nomer ke dua yang tersimpan di sana.
.
.
tobe continue
karena mereka berdua sama-sama menempati posisi istimewa di hati Rayyan
yang penting Daddymu selalu bersikap baik padamu toooh
koneksinya gak main-main seeeh
aaahh aku telat bacanya ya, harusnya pas maljum kemaren 😅😅😅
pasti rayyan bahagia dpet.jackpot yg masih tersegel.
wkwkw bisa langsung hamil itu kan thor, kasian para orang tua pingin punya cucu, bakal jadi rebutan pasti.
ok lah makasih ry udah buat rayyan dan jenie bahagia disini