CERITA INI MENGANDUNG 21++. DISARANKAN BIJAK MEMILIH BACAAN!
DISARANKAN JUGA UNTUK TIDAK AMBIL SERIUS CERITA INI. TUJUAN AUTHOR UNTUK MENGHIBUR NGANA SEMUANYA.
Miya Andara, seorang perempuan berkaca mata, berpenampilan sederhana yang bekerja di sebuah perusahaan property terbesar di Jakarta, tidak menyangka akan terjebak di dalam sebuah pernikahan dengan seorang lelaki yang ia temukan dalam kondisi mabuk pada suatu malam.
Bagas Gumilang, seorang CEO perusahaan property besar itu tidak bisa menolak permintaan ayah dan ibunya untuk menikahi Dara saat mereka kedapatan di dalam kamar yang sama.
Bagas yang sudah memiliki kekasih mau tidak mau harus menikahi Dara atas desakan kedua orangtuanya yang terlanjur salah paham.
Akankah keduanya bertahan dalam hubungan tanpa cinta yang akhirnya mengikat mereka dalam pernikahan dadakan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagi Tersial
Mentari pagi menyinari bumi di Rabu ke empat pada bulan September tahun itu. Sinarnya sudah menyorot dengan terang, menantang para siapa saja yang telah menjalani separuh pagi hari ini.
Jakarta masih panas, orang-orang yang berdesakan di jalan membuat Jakarta semakin padat dengan manusia segudang aktifitas. Harusnya, pagi ini Dara sudah duduk manis di ruangannya bersama sang CEO.
Begitu pun Bagas, harusnya pagi ini ia sudah duduk dengan penuh wibawa di atas kursi kebesarannya. Tapi nampaknya pagi ini mereka melewatkan dua jam keberadaan mereka di kantor.
Bagas menggeliat, rambut gondrongnya tampak acak-acakan. Tangannya tampak bertengger manis di atas benda terlarang yang kata Dara masih perawan ting ting dan aset berharganya itu.
"Apaan sih ini?" Bagas menoel-noel benda itu gemas dengan mata yang masih terpejam.
Dara yang merasa aneh dengan sesuatu di atas dadanya nampak menggeliat juga. Pelan-pelan ia membuka mata. Tatapannya bertemu dengan Bagas yang juga baru membuka mata.
Keduanya saling pandang, cukup lama. Lalu di detik berikutnya, Dara mengalihkan pandangan ke tangan Bagas yang sedang berada di atas dadanya. Bagas melakukan hal yang sama. Keduanya masih terdiam, cukup bingung dengan apa yang terjadi, tapi kemudian...
"Aaaaaaaaaahhhhh!" teriak keduanya bersamaan. Dara segera memeriksa tubuhnya. Ia masih memakai jaket tapi memang semalam ia tidak memasang risleting. Sementara Bagas juga masih memakai pakaian lengkap.
"Ngapain lo di sini?!" Pekik Bagas sambil beranjak dari tidurnya.
"Kamu yang apain aku?! sialan, dasar buaya gondrong! Mesum! Nyari kesempatan!" Dara meraih bantal lalu memukul tubuh Bagas dengan benda itu secara membabi buta.
"BAGAS!!!" teriakan itu membuat Dara dan Bagas jadi menoleh.
Bagas ternganga, Dara ingin pingsan saat itu juga. Di ambang pintu kamar yang terbuka, berdiri Tuan Benjamin dan Nyonya Kimberly yang sudah berkacak pinggang. Bagas bingung bagaimana kedua orangtuanya itu bisa masuk. Ia lalu teringat yang membelikan apartement ini adalah Papanya, tentu Tuan Benjamin tahu passcode apartemen yang bisa dibuka dengan dua cara itu, passcode dan juga sidik jari.
"Kalian berdua! Siapkan diri, kalian akan saya nikahkan segera!"
...****************...
Dara mengerjap-ngerjapkan matanya. Bagas oleng seketika, bukan karena pengaruh alkohol yang memang masih ada, tapi karena kalimat Papa barusan.
Dara segera menghampiri Tuan Benjamin juga Nyonya Kimberly.
"Tuan Ben dan Nyonya yang saya belum tahu namanya, sungguh saya dan Pak Bagas tidak melakukan apa pun di kamar ini." Dara berusaha menjelaskan. Ia bahkan sudah memegang tangan Nyonya Kimberly dengan pandangan memohon. Wanita itu hanya menatapnya sambil menganggukkan kepala berusaha menenangkan Dara yang sudah panik.
"Tidak Dara, Bagas sudah keterlaluan. Dia bisa saja berbuat seenaknya pada perempuan lain lalu mencampakkan mereka, tapi kepada kamu, saya tidak terima. Dia harus bertanggungjawab!" sahut Tuan Ben. Harusnya, Dara merasa senang mendengar pembelaan dari orang yang sudah mempekerjakan dirinya itu, tapi kali ini Dara tidak bisa merasakan itu. Ia tidak mau kesalahpahaman ini berlanjut menjadi rencana pernikahan. Membayangkan akan menikah dengan lelaki mesum seperti Bagas membuat Dara sudah bergidik ngeri.
"Benar, Sweety, biarkan kami melamar kamu. Kami akan urus pernikahan kalian secepatnya." Nyonya Kimberly menyetujui ucapan suaminya.
Bagas yang sedari tadi diam langsung bersuara.
"Ma, Pa, ini gak seperti yang kalian pikir. Aku gak ngapa-ngapain sama dia!" Sergah Bagas cepat. Ia juga tidak mau menikah mendadak seperti ini.
"Alah, siapa yang bisa percaya sama kamu? Papa gak mau tahu, Bagas. Kamu harus menikah dengan Dara secepatnya!" ujar papa yang lebih mirip perintah itu.
"Gak bisa gitu, Pa. Aku gak perkosa dia kok. Gak ngapa-ngapain!"
"Terserah, Papa gak percaya sama kamu. Ini anak cuma satu tapi kelakuannya benar-benar bikin darah tinggi!" Papa segera pergi ke ruang tamu. Menjatuhkan diri di sofa lalu tampak memijit keningnya. Ia pusing menghadapi tingkah Bagas.
"Sudahlah, Sayang. Turuti saja keinginan Papa ya, lagipula, kamu itu harus belajar bertanggung jawab, Nak." Mama mencoba menenangkan Bagas. Ia juga tersenyum penuh arti pada Dara yang masih shock di tempatnya berdiri.
"Gak mau, Ma. Aku gak cinta sama dia!" Bagas menunjuk Dara. Dara segera mengiyakan apa yang Bagas katakan.
"Benar, Nyonya, saya dan Pak Bagas benar tidak punya hubungan apapun. Sumpah demi Bapak yang suka ketiduran, saya gak bohong." Dara membantu Bagas menjelaskan.
Jadilah ia dan Bagas seperti dua bocah yang sedang merengek pada ibunya. Bagas memegang tangan kiri Mama, sementara Dara di tangan sebelah kanan. Membuat Nyonya Kim jadi pusing sendiri melihat kelakuan abnormal dua manusia beda kelamin di depannya itu..
"Sudah,sudah! Dara, kamu jangan khawatir, Mama tahu kamu pasti diancam Bagas, biar dia membatalkan rencana pernikahan kalian. Kamu tenang aja, Mama akan tetap melaksanakan itu." Mama mengelus jemari Dara, ia masih salah mengartikan Dara. Dara sama dengan Bagas yang tidak menginginkan pernikahan itu.
"Hallo Mario, tolong kamu segera ke rumah kedua orangtua Dara, saya dan istri saya akan terbang ke malang hari ini juga untuk melamar Dara."
Suara Papa dari ruang tamu membuat Bagas dan Dara jadi lemas seketika. Dara bahkan sudah merosot ke lantai. Ia menatap Bagas dengan tatapan membunuh. Sama seperti Dara, Bagas juga menatapnya dengan pandangan sama tajam.
Sepeninggalan Nyonya Kimberly yang telah berada di samping suaminya, Dara langsung mencubit perut Bagas.
"Ini semua karena kamu!" desis Dara sambil menunjuk wajah Bagas.
"Enak aja lo nyalahin gue, lo tuh ngapain ada di kamar gue? kalo lo mau gue tidurin, gue bisa nyamperin. Gak perlu lo ke sini?!" tuding Bagas langsung, Dara jadi semakin sebal.
"Eh Buaya gondrong! aku gak akan ke sini kalo gak nemuin kamu lagi jalan sempoyongan karena mabuk semalem!" balas Dara membela diri.
"Alah bilang aja lo cari kesempatan sama gue kan?" Tuduh Bagas lagi. Dara jadi kesal bukan main.
"Gak tau makasih, udah ditolongin malah nuduh aku yang enggak-enggak!" Dara meraih bantal guling, lalu kembali memukul Bagas membabi buta. Bagas yang tidak terima, mengambil guling satu lagi lalu mulai membalas Dara juga.
"Ya ampun ini anak dua! udah mau nikah masih aja pada berantem!" Nyonya Kimberly sudah berkacak pinggang di depan pintu.
"Sudah! Ayo kalian siap-siap kita ke malang hari ini juga." Papa datang dengan raut lebih tenang.
Tinggallah Dara yang tercengang. Ia tidak menyangka, Tuan Ben benar-benar serius akan melamar dirinya untuk menjadi istri Bagas.
"Pa, gak bisa gini dong. Aku gak bisa menikah secepat ini." Bagas mengejar Papa yang sudah akan keluar dari apartemen.
"Kamu pilih menikahi Dara atau kehilangan semuanya." ujar Papa memberi pilihan membuat Bagas berhenti membujuk ayahnya itu. Bagas tidak punya pilihan lain, selain ikut ke Malang dan melamar Dara. Sekretaris menyebalkan mirip Betty Lapea!
Mana yg aku inget cuman nama peran laki lakinya aja pokoknya namanya Bagas, trus istrinya sekretaris dia.
Yahh pokoknyaa senenggg bgtttt akhirnya ketemu sama novel ini, udah pengen baca ulang dari tahun kemarin tapi ga ketemu mulu.