NovelToon NovelToon
TERSERET JANJI ATHAR

TERSERET JANJI ATHAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Idola sekolah
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Halwa adalah siswi beasiswa yang gigih belajar, namun sering dibully oleh Dinda. Ia diam-diam mengagumi Afrain, kakak kelas populer, pintar, dan sopan yang selalu melindunginya dari ejekan Dinda. Kedekatan mereka memuncak ketika Afrain secara terbuka membela Halwa dan mengajaknya pulang bersama setelah Halwa memenangkan lomba esai nasional.
Namun, di tengah benih-benih hubungan dengan Afrain, hidup Halwa berubah drastis. Saat menghadiri pesta Dinda, Halwa diculik dan dipaksa menikah mendadak dengan seorang pria asing bernama Athar di rumah sakit.
Athar, yang merupakan pria kaya, melakukan pernikahan ini hanya untuk memenuhi permintaan terakhir ibunya yang sakit keras. Setelah akad, Athar langsung meninggalkannya untuk urusan bisnis, berjanji membiayai kehidupan Halwa dan memberitahunya bahwa ia kini resmi menjadi Nyonya Athar, membuat Halwa terombang-ambing antara perasaan dengan Afrain dan status pernikahannya yang tak terduga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 28

Jam menunjukkan pukul sepuluh pagi tepat.

Afrain yang sudah menyamar sempurna, menghentikan mobil milik guru yang ia culik, tepat di depan gerbang utama kediaman Athar Emirhan.

Ia mematikan mesin, memasang wajah kaku dan serius, lalu turun dari mobil sambil membawa tas kerja yang berisi buku-buku.

Yunus, yang sudah diperingatkan Athar untuk berhati-hati, segera menghampiri Afrain.

"Selamat pagi. Anda pasti Guru Ardan?" tanya Yunus, suaranya formal dan matanya menyelidik.

"Ya. Saya Ardan, pengajar yang disiapkan Tuan Athar," jawab Afrain, meniru nada bicara profesional.

"Mohon maaf, Tuan. Sesuai prosedur, saya harus memeriksa Anda sebelum masuk," kata Yunus.

Afrain mengangguk, mempersilakan. Yunus memeriksa tas kerja dan bahkan meminta Afrain menunjukkan identitas palsu yang sudah ia siapkan. Afrain lolos dari pemeriksaan itu.

"Baik, Tuan Ardan. Mari ikut saya," kata Yunus, puas.

Yunus pun mengajak Afrain masuk ke dalam rumah dan menuju ke ruang belajar yang sudah disiapkan Athar untuk home schooling Halwa.

Ruangan itu besar, tenang, dan dipenuhi buku-buku.

Halwa sudah menunggu di sana. Ia mengenakan pakaian santai rumahan dan kalung Athar masih melingkar di lehernya.

Ia terlihat sedikit bosan, tetapi bersemangat untuk belajar.

"Nyonya Halwa, ini Tuan Ardan, guru yang akan mendampingi Anda," kata Yunus, memperkenalkan.

Halwa tersenyum ramah dan mengulurkan tangan.

"Selamat pagi, Tuan Ardan."

Afrain, dengan wajah datar, menjabat tangan Halwa.

Sentuhan itu membuat seluruh tubuhnya tegang, namun ia berhasil menahannya.

Di mata Halwa, ia hanyalah seorang guru yang profesional.

"Selamat pagi, Nyonya Halwa. Mari kita mulai pelajarannya," ucap Afrain, suaranya terdengar asing dan formal.

Yunus pamit keluar, meninggalkan Halwa berdua dengan guru barunya.

Afrain duduk di hadapan Halwa, dendamnya sudah berada di jarak yang sangat dekat, siap untuk dieksekusi.

Pelajaran pun dimulai. Afrain, yang menyamar sebagai Tuan Ardan, memulai sesi pengajaran dengan topik yang rumit.

Halwa menunjukkan antusiasme yang tinggi untuk belajar dengan guru barunya ini.

Meskipun Afrain merasa aneh harus berpura-pura profesional di depan Halwa, Halwa sama sekali tidak menaruh curiga karena penampilan dan pembawaan Afrain yang jauh berbeda.

Di tengah sesi pelajaran, Yunus masuk membawa nampan berisi kopi hangat untuk Tuan Ardan dan susu segar untuk Halwa, ditemani beberapa hidangan kecil.

"Silakan dinikmati, Nyonya Halwa, Tuan Ardan," kata Yunus, meletakkan nampan itu di meja. Yunus sempat melirik sekilas, memastikan semuanya berjalan baik, lalu pamit keluar.

"Silakan, Tuan Ardan. Minum dulu," Halwa tersenyum dan mempersilakannya menikmati hidangan.

Afrain mengangguk, lalu mengambil cangkir kopi. Ini adalah kesempatan yang ia tunggu untuk mengumpulkan informasi.

"Maaf, Nyonya Halwa. Saya tidak melihat Tuan Athar sejak datang. Apakah beliau sedang sibuk di kantor?" tanya Afrain dengan nada profesional, menyembunyikan rasa ingin tahu dan kegembiraan di balik kata-katanya.

Halwa menjawab dengan santai sambil menyesap susu segarnya.

"Tidak. Dia ada di Rusia untuk urusan bisnis. Lusa baru pulang."

Mendengar konfirmasi itu, hati Afrain melonjak. Dua hari.

Waktu yang sangat cukup baginya untuk melaksanakan rencana balas dendamnya. Wajahnya tetap datar, namun di dalam hatinya, ia tersenyum sinis.

"Ah, baiklah. Kalau begitu, mari kita lanjutkan pelajaran, Nyonya Halwa," ucap Afrain.

Halwa mengangguk, sama sekali tidak menyadari bahaya besar yang sedang duduk tepat di hadapannya.

Afrain meminta izin untuk ke kamar mandi.

"Nyonya Halwa, bisakah saya permisi sebentar ke kamar mandi?"

"Tentu saja, Tuan Ardan. Yunus akan mengantarkan Anda," jawab Halwa ramah.

Yunus mengantar Afrain, tetapi tidak mengikuti sampai ke dalam. Kesempatan ini dimanfaatkan Afrain.

Dengan gerakan cepat dan terlatih, ia mengeluarkan kamera kecil seukuran koin dari saku jasnya.

Ia tidak memasangnya di kamar mandi, melainkan di ruang belajar itu sendiri tepat di sudut yang tersembunyi, menghadap meja tempat Halwa duduk.

Afrain adalah ahli dalam hal ini, dan ia berhasil memasangnya tanpa diketahui siapa pun, bahkan oleh Yunus yang sudah menunggu di luar.

Setelah selesai, Afrain kembali dan melanjutkan pelajaran.

Waktu berlalu cepat, sudah tiga jam mereka belajar.

"Nyonya Halwa, waktu kita sudah habis. Kita lanjutkan besok, ya," ucap Afrain.

Halwa tersenyum puas. "Terima kasih banyak, Tuan Ardan. Pelajarannya sangat menyenangkan."

Afrain hanya mengangguk tipis. Ia mengemasi tasnya dan pamit pergi. Ia berhasil keluar dari rumah itu tanpa ada kecurigaan.

Halwa yang merasa lelah, masuk ke kamarnya. Ia merebahkan diri di tempat tidur, lalu mengambil ponselnya.

Ia membuka galeri, menatap wajah suaminya yang tampan di layar ponselnya.

"Aku kangen," ucap Halwa pelan, menyentuh wajah Athar di layar.

Ia merindukan pelukan dan tawa suaminya, tidak sabar menunggu Athar pulang lusa.

Halwa sama sekali tidak menyadari bahwa setiap gerakan dan kata-katanya, bahkan di dalam kamar pribadi, kini sedang diawasi oleh sepasang mata penuh kebencian.

Keesokan paginya Afrain yang sudah menyamar sempurna tiba kembali di kediaman Athar.

Ia melihat Halwa sedang mengobrol santai dengan Yunus di teras samping.

"Tuan Ardan sudah datang, Nyonya," lapor Yunus.

Halwa menoleh. Ia tersenyum ramah. "Tuan Ardan! Ayo masuk. Aku sudah siap."

Afrain menganggukkan kepalanya dengan kaku. Ia mengikuti Halwa dan Yunus ke ruang belajar.

Pelajaran dimulai. Halwa tampak serius mengerjakan soal-soal yang diberikan Afrain.

Sementara Halwa asyik dengan bukunya, Afrain melancarkan aksinya.

Ia mengambil botol air minum yang sudah disiapkan di meja untuk seluruh penghuni rumah (termasuk untuk Halwa dan Yunus), dan dengan cepat, ia menyuntikkan obat bius dosis tinggi ke dalamnya tanpa disadari oleh Halwa yang terlalu fokus.

Setelah memastikan obat itu larut, ia kembali duduk di kursinya seolah tidak terjadi apa-apa.

Halwa yang terlalu serius tidak menyadari sedikit pun perubahan di sekitarnya.

Tiga jam berlalu. Afrain berpamitan. "Sampai besok, Nyonya Halwa. Jangan lupa minum yang cukup setelah ini."

Halwa mengangguk. "Tentu, Tuan Ardan. Sampai jumpa besok."

Afrain melajukan mobilnya dan memarkirkan agak jauh dari gerbang utama, di balik semak-semak, sambil menunggu semua orang pingsan.

Ia memperhitungkan waktu yang dibutuhkan obat itu untuk bekerja.

Beberapa menit berlalu. Ia memantau CCTV dari ponselnya.

Ia melihat Yunus dan beberapa pelayan mulai mengeluh pusing dan ambruk di pos masing-masing.

Lima belas menit kemudian, seisi rumah sudah pingsan, kecuali Halwa yang tidak minum dari botol air minum yang disiapkan Afrain dan sedang beristirahat di kamar.

Afrain segera kembali ke rumah. Ia masuk melalui pintu belakang yang memang sering tidak terkunci.

Ia berjalan cepat melewati tubuh-tubuh pelayan yang tergeletak tak sadarkan diri, lalu bersembunyi di gudang dekat dengan dapur, menunggu waktu yang tepat.

Sore harinya, Halwa keluar dari kamar karena merasa haus.

Ia terkejut melihat Yunus dan beberapa pelayan lainnya tertidur pulas di lantai, di berbagai sudut rumah.

"Tumben kalian masih tidur?" gumam Halwa, mengerutkan kening.

Saat Halwa berjalan melewati dapur, tiba-tiba ia dikejutkan dengan tangan yang besar dan dingin menutup mulutnya dari belakang.

"Mmmmpphh!" Halwa meronta, panik. Ia tahu itu bukan Athar.

Afrain, yang sudah menunggu, berbisik dingin,

"Aku datang untuk menuntut balas, Halwa."

Tepat pada saat yang genting itu, dari kejauhan terdengar suara deru mobil mewah Athar yang memasuki pelataran rumah. Athar pulang lebih cepat dari jadwal.

Afrain panik. Ia tidak mau usahanya gagal dan rencananya terbongkar.

Dalam keputusasaan, Afrain mengeluarkan pisau yang sudah ia siapkan.

Ia segera menusukkan pisau itu ke punggung Halwa dengan kekuatan penuh, lalu ia membuka pintu belakang dan melompat pagar, melarikan diri jauh ke dalam hutan di belakang rumah.

Athar turun dari mobil. Ia tersenyum senang.

"Sayang, aku pulang!" seru Athar sambil melangkah cepat ke ruang utama.

Halwa, yang kini kesakitan dan nyaris ambruk, melihat suaminya.

Senyum tipis mengembang di wajahnya, tetapi ia segera mendorong tubuh suaminya.

"Pergilah! Pergi!" ucap Halwa lirih, ia tahu bahaya masih mengintai Athar.

Namun, rasa sakit membuatnya tak sanggup berdiri.

Halwa langsung memeluk tubuh suaminya dengan sisa kekuatannya, mencoba melindungi Athar dari belakangnya.

Saat Athar membalas pelukan Halwa, ia merasakan punggung istrinya basah.

Ia melihat ke bahu Halwa dan terkejut melihat gagang pisau yang menancap di punggung istrinya.

"HALWA!!!" teriak Athar, suaranya pecah, mengguncang seluruh rumah. Ia mendekap Halwa yang sudah kehilangan kesadaran.

Sopir Athar, yang baru selesai menutup bagasi, terkejut mendengar jeritan Athar.

Ia berlari masuk dan melihat pemandangan mengerikan itu.

Tanpa menunggu perintah, sopir itu segera mengeluarkan ponselnya dan menghubungi ambulans.

1
November
lanjut
My 78
di tunggu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!