Mencari-cari kesalahan karyawan dengan tujuan dipecat adalah pekerjaan Regi Einar. Ia menerima daftar Karyawan Bermasalah di Garnet Bank, dan tugasnya adalah mencari alasan masuk akal yang bisa dijadikan senjata untuk mengeluarkan 'penyakit' di perusahaan. Pekerjaan itu tidak mudah. Bahkan beberapa karyawan seakan tidak berdosa dan sudah mengabdi lama di sana.
Regi bisa menyelesaikan setengah dari daftar bermasalah, namun ia tiba-tiba tersendat akan sesuatu yang datang pertama kalinya dalam hidupnya.
Kenapa Ratu Arumi harus begitu cantik di matanya?! Dan kenapa ia harus jatuh cinta saat sedang di tengah proyek penting?! Selama 28 tahun ia single, kenapa harus sekarang?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Penyelamat
“Oh ya? Aturan dari mana itu?” Regi meninggikan dagunya sambil mengernyit.
“Ya memang sudah begitu dari dulu Pak! Kalau tinggal di sini sudah 20 tahun kan itu berarti tempat ini jadi hak milik kami. Lagi pula kalian orang kaya kan duitnya banyak, membagi sebagian tanah ke kami malah jadi ladang pahala kan? Nggak bakalan miskin juga kok! Ini namanya mendzolimi kaum miskin Pak, doa orang didzalimi itu diijabah Allah!”
“Hooo, kamu ini pencuri, merampok tanah yang bukan hak kamu. Masih bilang kamu didzalimi? Yang sebenarnya didzalimi itu siapa?”
“Lihat saja kalau sampai tanah ini diambil, kami tak akan tinggal diam!”
“Memangnya apa yang kamu akan kamu lakukan? Nyebar tanah kuburan? Santet? Bawa preman? Kamu bisa melakukan semua itu kamu duitnya banyak dong, main dukun sama preman kan nggak gratis.”
“Pak, bagaimana?” salah seorang petugas mendekati Regi. Yang kita tahu sebagai Agen Amidis, salah satu petugas kepercayaan Rahwana.
“Saya beri kamu waktu 3 hari untuk pindah ya. Nggak usah buang-buang duit buat setan-setanan, kami memiliki koneksi dengan Kerajaan di Sindoro, Sumbing, Slamet, Lawu, Merapi, sebut aja nama gunung sudah rekanan kami semua itu. Bilang ke si dukun, mundur, kalau nggak mau santetnya balik ke dia.”
“Kami nggak takut dengan gertakan ya!”
Regi menghela nafas panjang. “Ada dana CSR dari perusahaan, 3 juta per kepala keluarga untuk mengontrak dimana pun kalian pilih. Kami beri waktu 3 hari untuk hengkang dari sini.”
“Heh!! 3 Juta per kepala keluarga kamu pikir kami bisa dibeli? Tangkap aja kami kalau kalian mau! Tangkap nih tangkap!!” seorang Emak-mak berdaster pasang badan. Dan di belakangnya gerombolan emak-emak banyak sekali jumlahnya. Garda terakhir kampung itu.
Dan saat itu lah Regi menghela nafas. Kalau melawan Emak-emak... mau bagaimana pun ia akan dianggap salah, ini adalah kaum paling toxic dan pandai memanipulasi keadaan saat terdesak. Keunggulan mereka adalah, Playing Victim.
Yang bisa melawan mereka hanyalah sesama Emak-Emak, tapi... dengan suara oktaf yang lebih tinggi.
Itulah gunanya... Ratu.
“Berisik Pe***!!” teriak Ratu. Regi sampai mundur karena kaget. Masalahnya teriakan Ratu tinggi sekali sampai membahana ke langit. Sudah begitu kalimatnya kasar pula. Khas Preman Tobat.
“Sudah maling tanah, sok jadi korban pula! Harus nya lo semua gue tuntut ngerampok, gue ambil sewa lahan selama 20 tahun bisa ngasih makan berapa panti asuhan tuh!! Nggak tahu malu lo pada! Kaum begal tanah kayak lo jadi mayat diemperan juga gak bakalan dicari!!”
Regi sampai melongo mendengar Ratu berteriak-teriak bagai kesetanan. Dia jadi lebih heboh dibanding warga kampung.
“Ini nggak ada yang ngerekam kan? Bisa jadi viral kalau dia ngomong begitu!” bisik Regi Agen Amidis
“Jangan kuatir, Mbak Ratu bisa kok.” Sahut Agen Amdis, “Ulur waktu selama mungkin, agen kami lagi menyebar mencari Yoga ya Pak. Sukur-sukur Dedengkotnya bisa keluar rumah gara-gara keributan ini, jadi kami bisa sekalian langsung tembak.”
“Mbak Ratu bisa... Ini bukan pertama kalinya dia terlibat pekerjaan kalian ya?”
Agen Amidis mengangkat bahunya, “Begitulah... Hehe.”
“Kami didzalimi!! Rakyat miskin didzalimi penguasa! Kalian nggak akan jadi konglomerat kalau kami nggak beli produk kalian, seharusnya kalian berterima kasih pada kami!!” seru Emak-Emak itu sambil menunjuk-nunjuk Ratu.”
“T4ik kucing lo semua Heh!! Lo tahu nggak kita perusahaan apa? Kita kagak jual barang Weeeek!! Liat Noh Anak lo pakai I-Phone! Beli rumah kagak bisa! “ Ratu menunjuk salah satu anak yang sedang merekam kejadian.
“Eh... ini...” si remaja dengan jeans ketat dan rambut bergaya emo kejepit pintu salah tingkah.
“Hasil begal apa Open BO tuh?!” tuduh Ratu sambil ngakak. “Yang begitu aja kagak ngerasa dosa, ya ngerampok tanah ya bakalan ngerasa tetap suci lah!”
“Vir-“
“Viralin nih! Viralin!!” potong Ratu lebih heboh. “Beli I Phone bisaaaa, rumah gede-gedeee, tapi 20 tahun mereka ngambil tanah yang bukan Hak! Di sini tuh mau dibangun Masjid juga ibuuuukkkkk, yang dzalim tuh siapaaaa, lo mau rebut tanah orang pasti lu pendukung penjajah ya!”
“Woooh maling nih!!” seru petugas-petugas di belakang Regi, akting mendukung Ratu. “Pantesan aja lagaknya sudah paling suci! Didzalimi apa’an wuuuu!!” sorak para Petugas.
Regi hanya terkekeh geli.
Pertama kali dalam hidupnya, ia melihat kejadian ini sebagai sesuatu yang menarik.
“Pak, Dia jambak rambut aku sekali, tuntut penjara. Aku gak peduli alasan dia punya anak banyak, punya bayi, punya ortu lagi sakit! Penjarain!!” seru Ratu ke salah satu petugas. “Anaknya biar aku yang urus!”
“Itu pelanggaran HAM!!” seru salah satu ibu-ibu
“Anak lo bakalan gue masukin pesantren. Ortu lo gue masukin panti jompo. Tapi eluuu, kagak bisa ketemu mereka lima tahun, sepuluh tahun, mau lebih boleh. Lima tahun lo bakalan dipukulin napi lain di penjara. Cuma gara-gara lo ngerampok tanah orang. Mau nggak??”
Si Emak-emak diam semua.
Regi tertawa tertahan. Memangnya ada aturan begitu? Si Ratu beneran asal ngomong buat gertak cabe saja.
“Pak, Pak, sudahlah kita selesaikan dengan cara kekeluargaan saja.” Kata salah seorang pria di sana. Ia mendekati Regi sambil memohon.
“Jangan mau, buat keributan.” Bisik Agen Amidis. Tandanya si pemimpin gembong belum keluar.
“Cara kekeluargaan seperti apa? 20 tahun silaturahmi masa nggak cukup? 3 hari kalian pindah semua atau semua akan diruntuhkan.” Sahut Regi tegas.
“Kurang Ajar kamu!!” beberapa orang pria keluar dari sebuah rumah dan menghadang Regi. Agen Amidis yang tadinya di sebelah Regi, dalam sekejab menghilang.
Bukan, dia bukan melarikan diri. Tapi itu pertanda kalau sebentar lagi adegan baku hantam akan terjadi. Pria-pria berwajah sangar yang keluar dari salah satu rumah itu, adalah target GSA selama ini.
Seorang pria menunjuk Regi dengan penuh aura mengancam. “Bank sudah dinyatakan lemah hukum kalau masalah ini ya! Jangan main-main kamu! Kami membeli rumah ini secara cash, bukan hutan g dan sudah diperiksa oleh BPN setempat. Kalau ada hal-hal di luar legalitas ya kami ya tidak mau tahu! Kembalikan semua uang kami saat pembelian harga pasar, baru kami akan pindah!”
“Kami mendapatkan bukti yang akan sangat memberatkan kalian. Yaitu mengenai… keberadaan pengkhianat dalam institusi kami.” Pancing Regi.
Pria tinggi besar di depan Regi diam dan geram.
Mereka berdua sama-sama tahu siapa yang dimaksud Regi. Orang-orang yang kini berada di belakang si pria besar saling melirik satu sama lain.
“Makanya, setelah kami mendapatkan bukti itu, anak buah saya turunkan ke lokasi. Tujuannya untuk menilai kembali nilai tanah.” Kata Regi. “Tapi, kami bersedia kok untuk membicarakan hal ini untuk mencari jalan tengah.”
Regi tersenyum licik, “Ini semua hanya kesalahpahaman bukan? Kami sudah mendapatkan orang yang curang, kami yakin kalian juga adalah korban dari oknum ini.”
Regi tidak ingin GSA menyerang sebelum Yoga keluar. Makanya ia ingin menjalin komunikasi agar mereka bersedia membebaskan Yoga dulu, baru setelahnya ia akan menciptakan huru-hara.
Regi mengerti, target GSA di depan matanya. Pasti itu jari udah pada gatel pingin nekan pelatuk.
Tapi Regi belum melihat keberadaan Yoga.
aku juga mauuuu ada yg ngrginiin akuuuu/Sob//Sob/