Citra adalah anak tunggal kesepian yang kerap kali tinggal sendirian di rumah. Sebab, orang tuanya bekerja dengan berpindah-pindah kota. Semasa ia beranjak remaja, Citra memutuskan untuk menetap di rumah barunya meski tinggal sendirian.
Dari situlah dia sering mendapatkan gangguan oleh sosok tak kasat mata. Sampai suatu ketika dia bertemu dengan seorang pemuda yang datang menolongnya dan benih-benih cinta pun tumbuh di antara keduanya. Namanya adalah Andra.
Namun, anehnya ketika berada di sekolah, Andra tidak mengenali Citra. Hal itu membuat Citra kecewa terhadap Andra.
Sedangkan Andra merasa mengalami keanehan setelah kepindahannya ke Indonesia. Setiap habis joging di malam hari, ketika paginya dia akan terbangun di teras rumahnya. Dia seolah bermimpi bertemu dengan seorang gadis. Namun, dia tidak mengingat wajah gadis itu ketika bangun dari tidurnya.
Seperti apakah kisah selanjutnya yang akan terjadi antara Citra dan Andra?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ney-nNa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.33
Arwah Andra yang berada di ruangan ICU memandang ke arah Citra dengan heran, karena gadis yang tidak dikenalnya itu selalu datang menjenguknya. Bahkan tatapannya menyiratkan kepiluan, seolah-olah gadis itu begitu sedih melihat keadaannya yang tidak kunjung sadarkan diri.
Arwah Andra keluar dari ruangan itu untuk mencari tahu. Di luar terlihat mamanya tengah mengobrol dengan salah seorang gadis yang juga tidak dikenalnya.
Di saat itu arwah Andra ikut mendengarkan obrolan mamanya dengan gadis di sampingnya. Dia pun penasaran tentang siapa Citra yang sering menjenguknya.
"Apa dia pacarnya?" tanya mama Andra.
Amel terdiam bingung untuk menjawabnya. Sebab dari apa yang pernah diceritakan oleh Citra, Andra itu sosok yang misterius.
Di saat bersamaan papa Andra berjalan mendekat setelah mengakhiri teleponnya dan melihat ada Amel. "Apa temanmu ada di dalam?" tanyanya.
"Em ... iya, Om," ujar Amel seraya mengangguk.
"Ma, sebaiknya Mama pulang dan istirahat. Sekarang biar aku saja yang menunggui Andra!" perintah papa Andra.
"Baiklah, jika ada sesuatu cepat kabari aku, Mas!"
"Iya, ayo aku antar ke depan!"
Mama Andra mengangguk kemudian beranjak berdiri dan menyampirkan tasnya pada bahunya. "Maaf, saya permisi pulang dulu, ya? terima kasih sudah menjenguk Andra, tolong sampaikan pada teman kamu juga!"
"Baik, Tante. Hati-hati di jalan!"
Papa dan mama Andra berlalu pergi dan tinggallah Amel sendiri. Arwah Andra yang merasa juga tidak mengenal Amel akhirnya kembali masuk ke dalam ruangan.
Di dalam ruang ICU, terlihat Citra duduk di samping brangkar tempat Andra dibaringkan. Citra terlihat sangat sedih melihat Andra yang tak kunjung sadarkan diri. Seandainya waktu bisa terulang kembali ia akan memberitahu Andra agar tidak datang lagi ke rumahnya, agar Andra tetap baik-baik saja.
Arwah Andra melihat gadis di depannya tengah membacakan doa untuknya. Sesekali gadis itu menyusut air matanya. Di saat itu arwah Andra merasa seolah ada angin sepoi-sepoi yang berhembus di sekitarnya. Menyejukkan dan meneduhkan.
Saat Citra akan beranjak keluar, arwah Andra kembali mengikutinya.
Citra yang baru keluar dari ruangan ICU sudah disambut dengan papanya Andra.
"Terima kasih sudah menjenguk Andra lagi!" tutur papa Andra.
"Sama-sama, Om," ujar Citra seraya mengangguk dan tersenyum. "Bisa mengobrol sebentar, Om?"
"Boleh, ada apa, Nak?" tanya papa Andra.
Citra baru menyadari jika tidak ada mamanya Andra di sana. "Ke mana mamanya Andra, Om?"
"Saya menyuruhnya pulang, agar bisa beristirahat. Sebab, sudah sejak semalam dia berjaga di rumah sakit," tuturnya.
Citra mengangguk mengerti, dia kemudian duduk terlebih dahulu di kursi tunggu sebelum memulai obrolan, dan papa Andra mengikutinya.
"Om, apa urusan anda sudah selesai di rumah saya?" tanya Citra.
"Iya, sudah. Terima kasih sudah mengijinkan untuk membereskan masalah saya," tutur papa Andra.
"Sama-sama, Om!"
"Kalau saya boleh tahu apakah Anda sejak kecil tinggal di rumah itu?" tanya Citra.
"Benar, saya lahir dan dibesarkan di sana. Saat saya mulai kuliah barulah saya meninggalkan rumah. Namun, orang tua saya masih tinggal di sana. Setelah ibu saya meninggal barulah rumah itu saya jual karena tidak ada yang menempati."
"Apa Om memiliki saudara? em ... maksud saya adik?" tanya Citra memastikan.
"Tidak, saya anak tunggal!" tutur papa Andra.
Anak tunggal! itu artinya papa Andra satu-satunya seorang pemuda yang pernah tinggal di rumah itu. Mungkinkah papa Andra adalah pemuda yang menguburkan janin di samping rumahnya seperti di mimpiku? batin Citra menduga-duga.
Citra sesungguhnya ingin bertanya tentang hal yang dilihatnya dimimpinya tapi ada Amel, takutnya papa Andra tersinggung jika aibnya terungkap. Akhirnya Citra memilih untuk menahannya. Dia takut papa Andra akan marah dan tidak akan mengijinkannya lagi untuk menjenguk Andra.
"Baiklah, saya pamit mau pulang dulu, Om. Sudah sore," ujar Citra.
"Iya, terima kasih, Nak. Hati-hati!"
Usai berpamitan Citra dan Amel beranjak keluar dari rumah sakit. Arwah Andra masih mengikutinya dari belakang, namun saat berada di loby arwah Andra tertahan dan tidak bisa melanjutkan langkahnya untuk mengikuti Citra.
***
Setelah mengantar Amel pulang, Citra kemudian pulang ke rumahnya. Dia tidak masuk ke dalam rumah melainkan pergi ke samping rumahnya untuk memastikan. Benar saja di samping rumahnya sudah tidak ada gundukan tanah di samping jendela kamarnya. Itu berarti papa Andra sudah memindahkan makam janin itu.
"Alhamdulillah, semoga rumah ini nyaman dan tenang untuk ditempati kembali," ujar Citra.
Dia beranjak masuk ke dalam rumahnya. Menghidupkan semua lampu karena hari mulai gelap. Sebentar lagi adzan maghrib. Dia menutup kembali pintu rumah, kemudian beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Usai mandi dan berganti baju, Citra keluar dari kamarnya hendak ke dapur untuk membuat minuman hangat. Namun, betapa terkejutnya dia saat melihat ada seorang wanita di dapur.
Wanita itu tengah duduk membelakanginya di meja makan. Rambutnya yang hitam panjang dibiarkan terurai hingga sepunggungnya.
Seketika jantung Citra berdetak lebih kencang. Dia hendak lari tapi kakinya sulit untuk digerakkan.
"Hey!"
"Aaargh!" teriak Citra tatkala ada yang menepuk punggungnya dari belakang. Dia sangat kaget dan ketakutan.
Wanita yang duduk di depannya pun sontak menoleh ke belakang ke arah Citra.
Nampak seorang wanita muda dan cukup manis tersenyum padanya.
"Anak Bunda kenapa bengong di depan pintu?" Citra menoleh ke belakang, rupanya bunda yang menepuk bahunya.
"Bunda kapan datang?" Citra balik bertanya.
"Baru aja, Sayang. Tadi bunda ke kamar kamu dan ternyata kamu baru mandi. Oh ya, kenalkan ini Tante Mila. Dia yang akan tinggal di sini sementara sampai babynya lahir!" ujar bunda seraya menggiring Citra mendekat ke meja makan.
"Hai, Citra!" ujar wanita bernama Mila itu sembari mengulurkan tangan ke hadapan Citra.
Citra menyambut uluran tangan itu seraya membalas tersenyum kepadanya.
"Ayo duduk dulu, Sayang! Bunda tadi sudah mampir di jalan untuk membeli makanan untuk kita. Sebentar biar bunda pindahin dulu ke mangkuk, kita makan sama-sama!" ujar bunda seraya menaruh bungkusan makanan di atas dapur.
"Biar saya bantu, Mbak!" Mila beranjak mendekat ke samping bunda. Terlihat dengan jelas perutnya yang buncit menandakan jika usia kehamilannya sudah cukup besar.
"Nggak usah! kamu jangan terlalu kecapekan, 'kan habis perjalanan jauh. Kasihan bayimu nanti kelelahan. Ayo duduk lagi!" tolak bunda.
Mila menurut dan kembali duduk di tempatnya. Citra mengamatinya dari tempatnya duduk, menurutnya Mila memang cukup baik dan sopan.
"Tante, berapa usia kehamilannya?" tanya Citra.
"Jalan sembilan bulan, Citra," jawabnya seraya mengelus perut buncitnya.
"Oh, semoga sehat-sehat hingga lahiran nanti ya, Tante!" ujar Citra sopan.
"Aamiin, terima kasih doanya!"
"Sudah berkumpul semuanya ya," ujar ayah yang baru bergabung ke meja makan.
Bunda kemudian menghidangkan makanannya di meja makan. Makan malam pun di mulai dengan tenang.
"Eh, tunggu, Mas! nih, ada irisan daun bawangnya," ujar MIla seraya menyendok irisan daun bawang dari piring ayah Citra.
"Ekhm, terima kasih!" ujar ayah Citra kemudian melanjutkan makannya.
Hal itu sontak membuat Citra menatap heran kepada Mila. Bagaimana Mila bisa tahu jika ayahnya tidak suka dengan daun bawang.
...______Ney-nna______...
slmat ya citra, andra smga smawa slalu, dri mimpi membawamu kdalm kbhgian,
ini novel pertma yng ku bca beragensi horor, sblmnya plng gk ska sma berbau horor🤭
trima ksih aku ska sma jln critanya ttp smngat kak💪
ehhh mila udah minggal trut berduka cita ya mila, kna azab ini tp bkn d sinetron ikan terbang🤭 apa mila mngakui perbuatannya ??
mmm hadiah apa Bim kmu ska sma Citra kah ??
gimna Mila enak gak sama yng gtuan😏😏😏