NovelToon NovelToon
PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Menjadi Pengusaha / CEO / Tumbal / Iblis / Balas Dendam
Popularitas:963
Nilai: 5
Nama Author: triyan89

Rina hidup dalam gelimang harta setelah menikah dengan Aryan, pengusaha bakso yang mendadak kaya raya. Namun, kebahagiaan itu terkoyak setelah Rina diculik dan diselamatkan oleh Aryan dengan cara yang sangat mengerikan, menunjukkan kekuatan suaminya jauh melampaui batas manusia biasa. Rina mulai yakin, kesuksesan Aryan bersumber dari cara-cara gaib.
​Kecurigaan Rina didukung oleh Bu Ratih, ibu kandung Aryan, yang merasa ada hal mistis dan berbahaya di balik pintu kamar ritual yang selalu dikunci oleh Aryan. Di sisi lain, Azmi, seorang pemuda lulusan pesantren yang memiliki kemampuan melihat alam gaib, merasakan aura penderitaan yang sangat kuat di rumah Aryan. Azmi berhasil berkomunikasi dengan dua arwah penasaran—Qorin Pak Hari (ayah Aryan) dan Qorin Santi—yang mengungkapkan kebenaran mengerikan: Aryan telah menumbalkan ayah kandungnya sendiri demi perjanjian kekayaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triyan89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24

​Rina dan Bu Ratih kembali ke kamar dengan tubuh gemetar, tetapi pikiran mereka kini jernih. Mereka tahu, tinggal di rumah itu sama saja menunggu giliran menjadi korban tumbal atau dibunuh oleh Jaka untuk menutupi kejahatan Aryan.

​Bu Ratih segera menghubungi Azmi melalui pesan singkat, memohon bantuan dan menceritakan singkat tentang pembantaian yang baru saja terjadi. Azmi membalas bahwa ia sedang dalam perjalanan dan meminta mereka untuk tetap di kamar.

​Di luar kompleks perumahan Aryan, Kiai Syarif tiba dengan mobil tua yang dikendarai oleh salah satu santrinya. Saat itu juga, ia melihat sebuah mobil hitam keluar dari arah rumah Aryan. Kiai Syarif merasakan aura yang sangat gelap dan bau anyir darah yang tajam dari mobil itu. Itu adalah mobil Jaka. Ia tahu, rencananya telah disalahgunakan dan telah jatuh korban.

​Kiai Syarif tidak langsung masuk. Ia berdiri di depan gerbang utama rumah Aryan yang terkunci, mengumpulkan kekuatan spiritualnya. Ia harus bicara, bukan langsung menyerang.

​“Assalamualaikum! Saya Kiai Syarif! Saya tahu kau di dalam, Aryan! Keluar!” seru Kiai Syarif dengan suara berat dan berwibawa, suara dengan energi batin sehingga mampu menembus tembok tebal rumah itu.

​Aryan, yang sedang tergesa-gesa mengamankan benda-benda ritual di kamarnya, tersentak mendengar suara itu. Ia tahu, hanya ada satu orang yang memiliki kekuatan spiritual sekuat itu.

​“Kiai Syarif!” gumam Aryan panik. Kedatangan Kiai Syarif di saat seperti ini adalah bencana ganda bagi Aryan.

Sementara di kamar Bu Ratih. ​Bu Ratih dan Rina mendengar suara lantang Kiai Syarif. Mereka saling pandang. Mereka tidak mengenal orang itu, tetapi mereka berpikir dia adalah orang sakti yang akan menyelamatkannya.

​“Nak Azmi sudah dalam perjalanan, Bu. Tapi orang ini bisa mengalihkan perhatian Aryan,” bisik Rina.

​"Iya Rin, kita harus memanfaatkan kesempatan ini!" jawab Bu Ratih.

​Mereka tahu, Aryan pasti akan panik dan berusaha mengalihkan orang itu ke pintu depan. Ini adalah kesempatan mereka untuk melarikan diri melalui pintu belakang, atau setidaknya mencari tempat persembunyian yang aman.

​Aryan segera meninggalkan kamar ritualnya dan bergegas menuju ruang depan. Ia harus menghadapi Kiai Syarif secara langsung sebelum Kiai itu melakukan hal yang lebih berbahaya baginya.

 

​Aryan melangkah cepat menuju pintu depan, meninggalkan kamar ritualnya dan semua kekacauan yang baru saja diselesaikan oleh Jaka. Wajahnya tegang, ia menyadari, betapa berbahayanya Kiai Syarif jika ia berhasil masuk dan melihat mayat-mayat itu, atau lebih buruknya, jika ia melihat kamar ritualnya.

​“Sialan Broto! Pasti dia yang memancing orang ini!” gumam Aryan sambil berusaha terlihat tenang saat ia sampai di ruang tamu.

​Aryan membuka sedikit pintu itu, mengintip Kiai Syarif yang berdiri tegak di balik gerbang besi yang terkunci.

​“Assalamualaikum, Kiai. Ada perlu apa malam-malam begini? Maaf, rumah saya sedang tidak menerima tamu,” ujar Aryan, mencoba bersikap ramah tetapi nadanya terdengar dipaksakan.

​“Waalaikumussalam, Nak Aryan,” jawab Kiai Syarif dengan nada tegas, sama sekali tidak terpengaruh oleh sandiwara Aryan. “Saya datang karena ada urusan yang sangat penting, yang berkaitan dengan keselamatan jiwamu dan keluargamu. Tolong buka gerbang ini, Nak. Saya harus masuk.”

​“Maaf, Kiai. Saya tidak bisa. Rumah saya baru saja kemasukan perampok. Bisa membahayakan Kiai. Saya tidak bisa menjamin keamanan Kiai,” elak Aryan.

​Kiai Syarif menyipitkan mata, energinya memancar kuat. “Jangan bohong padaku, Nak Aryan. Aku tahu kamu tidak membunuh perampok. Aku tahu kamu bersekutu dengan iblis. Dan aku tahu, darah orang tak bersalah telah tumpah di rumahmu ini. Buka pintu ini Nak, sebelum aku sendiri yang membukanya.”

​Tuduhan itu menarik perhatian Aryan. Ia fokus pada Kiai Syarif, berusaha menangkis aura spiritual yang mengancam Aryan.

​Di saat yang sama, Rina dan Bu Ratih bergerak cepat. Mendengar suara debat antara Aryan dan Kiai Syarif di depan, mereka tahu ini adalah saat yang tepat untuk keluar dari rumah itu.

​“Ayo, Bu. Lewat pintu belakang!” bisik Rina.

​Mereka berdua mengenakan pakaian sederhana dan membawa tas kecil berisi barang berharga. Mereka menyelinap keluar dari kamar, menyusuri lorong yang gelap, menjauhi ruang tamu. Mereka melewati lorong tempat pembantaian yang baru saja terjadi, meskipun sudah dibersihkan, Bu Ratih dan Rina masih bisa merasakan bau anyir yang menempel di dinding.

​Mereka tiba di dapur. Dari dapur itu, ada sebuah pintu kecil yang menuju ke arah taman belakang. Pintu itu biasanya dikunci ganda oleh Aryan.

​“Dikunci, Bu,” kata Rina cemas, mencoba memutar kenop pintu.

​“Tenang, Rina,” Bu Ratih mengingat-ingat. “Aryan biasanya menyimpan kunci cadangan pintu-pintu darurat di tempat penyimpanan perkakas Pak Bambang.”

​Bu Ratih segera menuju ruang penyimpanan kecil di dekat dapur. Di sana, tergantung banyak kunci. Bu Ratih meraba kunci-kunci itu, hingga ia menemukan satu kunci yang terasa agak berat dan dingin.

​Rina mengambil kunci itu dan mencobanya di pintu belakang. Klik! Dan pintu itu terbuka.

​Mereka berdua bergegas keluar. Mereka berlari melintasi taman belakang yang gelap, mencari pagar kecil yang terdapat celah untuk keluar. Bu Ratih yakin bisa membawa mereka keluar dari kompleks itu.

​Mereka berhasil menemukan celah kecil di pagar. Bu Ratih merangkak keluar lebih dulu, dan disusul Rina.

​Mereka berdua kini berada di semak-semak gelap di luar kompleks perumahan. Tujuan mereka adalah jalan raya, lalu mencari tempat yang aman, dan berharap akan bertemu dengan Azmi.

​Di gerbang depan, perdebatan antara Kiai Syarif dan Aryan memuncak.

​“Kamu telah menghancurkan hidup banyak orang demi pesugihanmu, Aryan! Aku tahu kamu sudah menumbalkan ayahmu sendiri!” gertak Kiai Syarif.

​Wajah Aryan memucat. “Tutup mulutmu, orang tua! Saya tidak tahu apa yang Anda bicarakan!”

​Tiba-tiba, sesosok pocong bermata merah muncul di belakang Aryan. Sosok itu berdiri tegak di belakangnya

​Kiai Syarif melihat sosok itu. “Kamu tidak sendiri, Aryan. Biarkan aku masuk dan menghancurkan benda terkutukmu!”

​Aryan, menyadari Pocong itu telah muncul di belakangnya dan Kiai Syarif mampu melihatnya, dan ia tahu, pertahanan dirinya sudah mulai melemah.

​---

​Bu Ratih dan Rina merangkak keluar dari celah pagar belakang. Dengan napas terengah-engah, mereka berlari menyusuri jalanan pinggiran kompleks yang gelap, menuju jalan raya, tempat yang Bu Ratih yakini menjadi titik pertemuan mereka dengan Azmi.

​Mereka melihat sosok seorang pemuda berjalan kaki mendekat. Pemuda itu mengenakan baju koko dan membawa tasbih, persis seperti yang Bu Ratih gambarkan.

​“Azmi!” seru Bu Ratih lega, ia langsung berlari ke arah pemuda itu.

​Azmi, yang juga mengenali Bu Ratih, bergegas mendekat. “Assalamualaikum, Bu Ratih, Mbak Rina. Syukurlah kalian selamat,” kata Azmi, tetapi di matanya tidak ada kelegaan, melainkan kilatan dingin yang aneh.

​Bu Ratih tidak menyadari keanehan itu. Ia memegang tangan Azmi erat-erat. “Nak Azmi, tolong Ibu! Kami dalam bahaya. Aryan sudah gila, dia seorang pembunuh. Kita harus menghancurkan benda terkutuknya.”

​Azmi tersenyum tipis. "Aku akan bantu kalian, kita ke arah sana, Bu Ratih, Mbak Rina. Kita cari tempat aman dulu, Aryan pasti memburu kita."

​Azmi memimpin mereka dengan langkah yang tidak wajar cepat dan tanpa suara, seolah kakinya tidak benar-benar menyentuh tanah. Mereka segera meninggalkan jalan setapak dan masuk lebih dalam ke rimbunnya pepohonan. Hutan itu gelap gulita, bahkan sinar rembulan pun tidak mampu menembus dedaunan yang lebat. Udara mendadak terasa dingin, berat, dan dipenuhi bau busuk yang sama, seperti aroma tanah kuburan.

​Rina, yang mulai kelelahan, menarik lengan Bu Ratih. "Mas Azmi, kenapa kita harus masuk sejauh ini? Di sini terlalu gelap. Bukankah jalan raya akan lebih aman?"

​Azmi berhenti. Ia berbalik, dan senyum sinisnya kini terlihat jelas meskipun dalam kegelapan. Matanya, yang tadinya hanya berkilat aneh, kini memancarkan cahaya merah tipis, seperti mata seekor kucing di malam hari. "Jalan raya? Terlalu banyak saksi, Mbak Rina. Tempat aman untuk tumbal seharusnya jauh dari keramaian."

​Bu Ratih merasakan jantungnya berdegup kencang. Ia baru menyadari, tasbih di tangan Azmi sudah tidak ada. Ia mundur selangkah, ia menatapnya, "Kamu... kamu bukan Azmi."

​Azmi tertawa kecil, tawa yang serak dan mengerikan. "Tentu saja bukan. Selamat datang kalian, calon tumbal Tuanku. Aku akan menjemput kalian kembali ke rumah, dan kamu akan mati di tangan putra kesayanganmu sendiri!"

Ternyata, dia bukanlah Azmi, di adalah Iblis yang menjelma. Ia merentangkan tangannya, bayangan hitam muncul dari sosok Azmi, dan bayangan itu meluas. Azmi berubah menjadi sosok iblis yang mengerikan, yang siap menerkam mereka.

1
Oriana
Kok susah sih thor update, udah nungguin banget nih 😒
bukan author: Masih review kak
total 1 replies
Dallana u-u
Gemes banget deh ceritanya!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
cocondazo
Jalan cerita seru banget!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!