Padmini, mahasiswi kedokteran – dipaksa menikah oleh sang Bibi, di hadapan raga tak bernyawa kedua orang tuanya, dengan dalih amanah terakhir sebelum ayah dan ibunya meninggal dunia.
Banyak kejanggalan yang hinggap dihati Padmini, tapi demi menghargai orang tuanya, ia setuju menikah dengan pria berprofesi sebagai Mantri di puskesmas. Dia pun terpaksa melepaskan cintanya pergi begitu saja.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Benarkah orang tua Padmini memberikan amanah demikian?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28 : Pesta tak terlupakan
“Pak Wandi! Bu Sumi! Kami menuntut pertanggungjawaban kalian!” Pria membawa obor dan berdiri paling depan berseru lantang. Rombongan itu dari desa sebelah, jauh-jauh kesini setelah berkali-kali buang air besar sampai tubuh mereka lemas berakhir minum obat diare baru mulai baikan.
"Tanggung jawab yang bagaimana? Tidakkah kalian lihat kalau warga kampung Hulu juga diserang diare! Lagipula atas dasar apa kalian meminta tanggung jawabku?!” Sumi berusaha berani agar tidak ditindas berakhir merugi.
“Anda tanya apa sebabnya? Jelas-jelas tak lama setelah pulang undangan dari sini perut kami mulas berakhir MENCRET!!” nadanya tak kalah lantang dari Sumi.
“Bangke! Hueg … sialan tai siapa ini yang kupijak! Pesta mewah macam apa ini? Katanya paling wah, ternyata jadi kebun tai!” pemuda barisan paling tengah memijak tumpukan lembek kala dia mau bergeser ke samping agar dapat melihat Sumi.
Rata-rata yang ada disitu menutup hidung dan mulut mereka menggunakan baju, sarung, dan ada lupa jepitan baju diambil dari kawat jemuran.
“Kami tak mau tahu! Bu Sumi harus bersedia memberikan ganti rugi! Bila enggan jangan salahkan bila kami bertindak lebih jauh – melaporkan ke pihak kecamatan agar menurunkan tim penyidik untuk mengungkap penyebab sakit perut berjamaah ini. Bayangkan saja bila salah satu menu sajian pesta terdapat obat maupun racun, siap-siap berurusan dengan hukum!” ancamnya dengan nada tegas.
Sundari menggoyang lengan ibunya, lalu berbisik lirih. Mereka berdiri di teras rumah, enggan turun karena halaman tertutup tenda pesta seperti medan penuh jebakan kotoran manusia.
“Berikan saja, Mak! Palingan tak seberapa – kita punya banyak uang dari amplop undangan belum dibuka,” usulnya sekenanya.
Sumi mulai ketakutan kala suara teriakan bukan dari rombongan desa sebelah saja. Warga kampung Hulu berlari mencari sumber air buat membasuh lubang pembuangan mereka.
"Air sumur nya habis! Tak ada lagi yang menyangkut di timba!”
“Air bekas cucian piring pun kosong! Jamban mana jamban! Terkutuk memang pesta orang kere bergaya sok kaya – asal saja memasak tak dipikirkan, dijaganya kebersihannya!”
Tangisan para anak kecil semakin kencang. Kaki mereka menginjak kotoran.
Bau menyengat menyebar kemana-mana, mual sampai muntah-muntah dialami hampir semua orang.
“Aku janji setelah kekacauan ini akan memberikan santunan ke semua orang yang hadir!” akhirnya Sumi memutuskan, dia sendiri tidak tahan oleh bau busuk bertambah kuat.
Sorakan, tatapan menghina, cibiran, hujatan secara terang-terangan tertuju pada Sumi, Sundari beserta keluarganya.
Para warga merusak dekorasi pesta – kain panjang berwarna putih, ungu, dan tembaga ditarik. Kemudian dijadikan lap bokong yang terasa pedas, perih dan mulai gatal-gatal.
Lampu petromax diangkut dibuat sebagai penerangan. Mereka berbondong-bondong melangkah tergesa-gesa menuju sungai – sumber air utama dikala musim kemarau panjang seperti ini.
Masyarakat desa sebelah pun sudah berbalik dan berjalan pulang.
"Sumi, tolong Abang! Carikan obat mencret biar mampet ini tai, gak bocor terus!” Wandi merintih, wajahnya pucat pasi dan keringatan. Dia duduk berselonjor dan bersandar pada dinding ruang tamu.
Tak jauh dari sana ada Bambang yang kondisinya sama persis seperti ayah mertuanya.
“Akhh! Bisa gila aku!” Sumi menarik-narik rambut yang masih di sasak lepas belum sempat keramas.
Sundari terduduk di lantai teras. Memandang geram sekaligus nelangsa pada tenda pesta, bangku bergelimpangan, meja panjang dan bulat terhidang sesuatu berwarna kekuningan dan berbau busuk – kotoran anak-anak.
“Pesta impianku hancur! Aku tak ikhlas, tak mau menanggung aib ini!” dia menangis keras. Malu, kesal, kecewa bercampur jadi satu.
Sumi pun meraung-raung. Ibu dan anak itu dilanda malu luar biasa – pesta yang diharapkan dapat menaikkan status sosial, malah berubah petaka menjijikan.
Wandi dan Bambang, terpaksa membersihkan bagian bawah menggunakan air sirup mentimun yang tidak habis di dalam wadah besar. Istri mereka sama sekali tidak mau membantu, asik menangis seperti orang gila.
***
"Kira-kira yang salah apanya ya?” Wati bertanya seraya garuk-garuk bokongnya.
Mirna mempercepat langkah agar segera sampai di sungai besar. “Sepertinya ada di air. Kalau menu makanan, tak semua orang makan lauk maupun sayur yang sama.”
Rinda sendiri berjalan dengan kaki sedikit lebar, merasa tidak nyaman pada area belakang yang terasa lengket, berbau membuat mual. “Mungkin ada yang diam-diam melakukan sesuatu tak baik, makanya semua terkena imbasnya.”
Para warga menuruni bukit sedikit landai. Mereka sudah sampai di tepi sungai – lampu petromax diletakkan di papan cucian, obor ditancapkan pada barisan kayu tertanam di tanah.
Bukan satu persatu, tapi hampir bersamaan mereka menceburkan diri memenuhi permukaan sungai, membasuh tubuh.
Dinginnya air baru terasa setelah dirasa jalur pembuangan sudah bersih, mereka mulai merasa lega. Tak lagi mencium bau menyengat, tapi aroma tak sedap itu masih menempel pada jari-jari tangan dikarenakan tidak ada yang membawa sabun untuk membersihkan dengan benar.
Srek … Ssstt.
Suara aneh terdengar jelas, membuat siapa saja seketika terdiam. Tiba-tiba rasa takut merambat dan hinggap dihati, pikiran tak lagi bisa fokus diserang membayangkan hal-hal mengerikan.
Pyarrr!
Kaca lampu petromax pecah! Belasan obor mati – seketika tak ada cahaya sama sekali. Gelap gulita, bintang dan bulan bersembunyi di balik gumpalan awan.
Huh huh hah.
Suara deru napas memenuhi area sungai. Para wanita saling merapat dalam kegelapan, mereka kesulitan melihat – semua gelap, permukaan air pun tidak tampak.
Beruntung wanita yang memiliki anak kecil dibawah umur sepuluh tahun tidak ikut ke sungai, memilih pulang dan membersihkan diri di rumah.
Tersisa para remaja baik perempuan maupun laki-laki, dan orang dewasa serta tua.
Angin berhembus lembut lalu kencang, menerpa memberikan sensasi dingin menggetarkan bulu kuduk.
“Wati kau dimana?” bisik Rinda.
Sebuah tangan memegang lengannya. “Aku disini!”
"Jangan berteriak, takutnya malah mengundang bahaya lebih besar lagi. Perlahan-lahan bergeraklah kekiri – ditepi sana papan cuciannya!” seru Juned sedikit keras.
“Kang Rido!” Wati memanggil tunangannya.
“Tenang, Dek. Kakang ada didepan memimpikan jalan, jangan berpencar dari lainnya!” Rido menenangkan kekasihnya.
Srekk … Ssstt ….
Suara sesuatu bergesekan, desisan Ular entah Biawak mulai terdengar sangat dekat.
Byurr!
Suara seperti seseorang ataupun binatang tercebur ke sungai. Air pun menjadi berkecipak, bergelombang layaknya ombak.
Sekelebat bayangan putih terbang secepat kilat lalu menghilang.
Semua terkejut, takut, dan kewaspadaan mereka tak lagi utuh, mulai terpecah belah.
“Aku sudah menemukan papan cuciannya!” Juned kembali berseru, dalam hati bersorak gembira.
Cepat-cepat suaminya Rinda berusaha naik, menaikan kaki kanannya terlebih dahulu, dan badannya ditopang oleh siku yang sudah bertumpu di papan.
Tiba-tiba hidungnya mencium bau anyir menyengat, lalu busuk, dan wangi daun pandan, bunga Kantil, seperti kembang kematian yang ditebar di sepanjang jalan menuju pemakaman kala mengangkat keranda orang mati.
Perasan Juned mulai tidak enak, pelan, sangat lambat dia mendongak.
Bertatapan dengan itu, sebuah cahaya putih menyerupai asap dari yang sekepal tangan lama-lama membesar sampai terlihat jubah putih kotor.
Hi hi hi ....
Akhh!
“Tolong! Ada yang menarik kakiku! TOLONG!!”
.
.
Bersambung.
pada jorok
🤣, kasihan yang punya WO anak buahnya kerja keras nyuci tenda dan sebagainya😂,untung bacanya sudah kenyang makan
jd ini cinta yg rumit nikah sm padnini tp istri siri si sundari dan main gila sm rinda hahhhhh kek mana ya jd si bambang udah kek penjahat kelamin aja ish2 pgm ku getok deh pke palu
enak ga tuhh
ini yg dinamakan pesta meriah Thor🤔 bukan pesta tapi ajang mencari WC atu kamar mandi mau buang hajat🙄😃
pasti ini ulah Padmini ,, betul begitu padmi , rasakan Sumi pingin disanjung ehh mlh pada minta pertanggung jawaban
mantul thor...
dicerita satunya bikin mewek ga berenti
disini ngakak smp sakit perut
smangat kaka..sehat² sll