Rio Tyaga hidup dalam kesialan bertubi-tubi. Ayahnya meninggal di penjara dan setelahnya ia hidup serba kekurangan. Ia mendapatkan uang untuk biaya sehari-hari dari taruhan Drag Race, balap motor liar. Saat itu tiba-tiba motornya hilang, ia kena tipu. Padahal uang jual-beli motor akan ia gunakan untuk hidup sehari-hari dan membeli motor bodong utuk balapan.
Di saat penelusuran mencari motor kesayangannya, Rio terlibat dalam aksi penculikan. Yang diculik oleh kawanan sindikat adalah temannya sendiri, gadis kaya yang populer di sekolah, Anggun Rejoprastowo. Rio berhasil menyelamatkannya dalam keadaan susah payah bertaruh nyawa.
Rio tadinya tidak terlalu kenal Anggun, namun setelah penculikan itu Anggun seakan begitu ketergantungan akan Rio. Tanpa Rio di sisinya ia bersembunyi di sudut kamar, seakan trauma dengan penculikan itu.
Walau benci, akhirnya orang tua Anggun membiarkan Rio si berandal mendampingi Anggun 24 jam 7 hari, termasuk saat Anggun ke sekolah.
Apakah Rio yang dingin akhirnya dapat luluh dengan kedekatan mereka? Bagaimana perasaan Rio sebenarnya? Dan Anggun, apakah memang ada perasaan cinta ke Rio atau hanya memanfaatkannya sebagai bodyguard saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masalah Keuangan
“Selamat Ya, Rio, Anggun...” Bu Ariel menyambut mereka berdua dengan sumringah. Anggun tidak bereaksi, hanya menatap tajam ke arah Bu Ariel dari atas sampai kaki dengan sinis. Bu Ariel hanya terkekeh geli dan tidak peduli. “Saya ke sini mewakili Pak Rendi sekaligus mewakili Keluarga Ranggasadono.”
“Makasih ya bu sudah datang,”
“Ah iya, ini Arka, tunangan saya.” Bu Ariel memperkenalkan pria tinggi berkacamata yang berdiri di belakangnya.
Mendengar kata ‘tunangan’ Anggun langsung berbinar.
“Oh ibu sudah punya tunangaaaan! Waaah, semoga cepat menyusul kami tanpa kendala ya Buuu,” begitu reaksi Anggun. Tampaknya ia langsung lega.
Bu Ariel sampai mencibir mendengarnya. Memang dasar posesif si Anggun ini.
“Saya berpacaran sama Arka sejak kuliah loh, kami sudah sekitar 6 tahun jadinya. Yah nggak mungkin saya naksir si Rio, berondong bukan selera saya, kheheheheh!!”
“Awas kemakan omongan sendiri,” desis Rio.
“Hush! Kamu nih...” Bu Ariel langsung memukul bahu Rio.
“Saya barusan dengar kalau Bu Ariel dan Anggun ini bersaudara ya ternyata?” tanya Rio.
“Bukaaaan Rio! Bukan saudara. Kakek kami berteman akrab, rumahnya sebelah-sebelahan, bertetangga dari mereka kecil. Saking akrabnya jadi seperti saudara. Ya hal itu nurun ke anak cucu mereka. Silaturahmi terjaga bagaikan kami sedarah.”
“Ibu tahu mengenai kami dari Papah dong ya?” tanya Rio.
“Yah...” Bu Ariel menghela nafas, “Maafkan saya kalau selama ini tidak tahu ya Rio, Anggun. Kalian sudah melalui berbagai macam hal. Pernikahan ini adalah jalan yang tepat walau pun tidak dianggap legal. Gimana kalau kita nikah siri juga Sayang?” Bu Ariel menoleh ke arah Arka.
“Aku ambil puding dulu di sana,” desis Arka sambil berjalan ke arah prasmanan dan tidak menghiraukan pertanyaan Bu Ariel..
Rio langsung balik badan karena mau ketawa.
Bu Ariel menatap tunangannya dengan kesal. “Kenapa dia kabur?” Dan akhirnya Bu Ariel kembali menghadap Rio dan Anggun. “Kami merencanakan pernikahan tahun depan, saya juga sudah pesan WO. Kalian mau resepsi juga setelah lulus nanti?
Rio dan Anggun saling bertatapan, “Sepertinya iya bu, kami mengajukan Itsbat Nikah sekaligus resepsi, kalau Anggun belum hamil.” kata Rio.
Bu Ariel menepuk-nepuk bahu Rio dengan wajah bangga, “Hebat kamu Rio. Ibu tidak menyangka kamu demikian gentlenya. Pantas Anggun begitu posesifnya terhadap kamu. Tidak banyak pria semuda kamu yang siap dengan sebuah pernikahan. Kebanyakan malah terpaksa, dan akhirnya semua hancur berantakan. KDRT dimana-mana, anak terlantar-”
“Kebanyakan ngomong kamu, Riel.” Pak Banyu datang sambil cengengesan.
“Paman!” Bu Ariel mencium tangan Pak Banyu. “Maaf saya terbawa suasana. Turut senang sekali saya loh. Ngomong-ngomong, saya dengar lagi-lagi Anggun rangking pertama di PTS kemarin ya. Hebat kamu Nggun, padahal Remedial ya!”
“Yah, Soal ujiannya terlalu mudah. Sudah biasa...” Anggun menyibakkan rambutnya ke belakang.
“Biasa takaburnya,” gumam Bu Ariel. Tapi masih dengan raut wajah sumringah.
“Silahkan dinikmati bu jamuannya,” kata Rio selanjutnya, karena sangat terlihat kalau Anggun sudah tidak berkenan dengan perbincangan itu.
“Oh ya kalau yang itu nggak perlu disuruh lah Rio, wahahaha!” sahut Bu Ariel sambil berlalu ke prasmanan sambil menggandeng lengan Pak Banyu. Sempat Rio mendengar Bu Ariel curhat ke Pak Banyu, “Paman, saya pingin buru-buru nikah tapi Arkanya malah tarik ulur. Paman beruntung sekali!”
“Kalau sudah saatnya nanti ada jalannya,”
“Ya kapan? Saya keburu jadi perawan tua ini!”
“Kamu masih 24, buru-buru amat!”
Anggun memeluk lengan Rio dan menyandarkan kepalanya di bahu Rio.
“Setelah ini apa agenda kita?” tanya Anggun
“Besok aku menjalani sesi wawancara di Polres, mereka menangkap beberapa orang yang menculikku kemarin.” Kata Rio
“Ikhsan dan Pak Kinto katanya ke Amerika minggu ini,” kata Anggun
“Pencabutan Gugatan sudah disahkan ya,”
“Ya,”
“Kamu ikhlas?”
“Karena ada kamu, ya aku ikhlas. Kalau kamu hilang, awas saja mereka...” geram Anggun.
“Hehe...”
Mereka lalu menuju ruang makan untuk kembali berbincang dengan orang-orang di sana. Kesepakatannya adalah, tidak boleh ada yang tahu, kecuali yang hadir saat itu, mengenai pernikahan ini.
Iptu Rayhan duduk di samping Rio sambil membuka lipatan serbet, lalu meletakkannya di pangkuan.
Rio menatapnya lekat-lekat.
Iptu Rayhan menyendokkan nasi goreng kambing ke mulutnya,
Rio masih menatapnya, dengan senyum sinisnya.
“Nggak usah ngomong apa-apa bocah sial,” gumam Iptu Rayhan.
“Pak Iptu, lehernya digigit nyamuk atau gimana-“
Klontang!!
Sendok yang dipegang Iptu Rayhan terjatuh ke lantai.
Seorang ART sigap datang dan memberikan sendok baru.
“Minta kopi pahit boleh Mbak?” tanya Iptu Rayhan ke ART.
“Yang manis aja kenapa sih, semanis malam it-“
Krompyang!!
“Duh licin tangan saya...” sekarang garpu yang jatuh ke lantai. Akhirnya ART menyerahkan dua garpu dan dua sendok di meja Iptu Rayhan, jadi tidak ada alasan untuk menunduk mengambil alat makan yang jatuh ke kolong.
“Selamat Datang di Club Antonim.” Kekeh Rio. Saat Rio dan Anggun adalah Badboy vs Goodgirl, yang ini Polisi vs Buronan.
“Ya ya yaaa, makasih!” desis Iptu Rayhan malas-malasan.
**
Malam itu...
Tidak, belum adegan mesra.
Jelas tidak, karena Anggun masih butuh waktu untuk tubuhnya.
Rio memasuki kamar Anggun saat gadis itu duduk di depan meja rias. Wajah Anggun tampak ragu saat menatap Rio. Tampak ia menarik nafas dan memandang dengan takut ke arah Rio.
Membuat Rio berhenti dan reflek mengangkat tangan.
“Aku ke sini bukan mau nagih yang ‘itu’.” Sahut Rio
Mata Anggun membesar, ia mengangkat alisnya. “Sungguh?”
“Kita sudah suami-istri. Yang ‘itu’ bisa kutagih kapan saja. Tidak harus sekarang.” Cowok itu duduk di depan Anggun sambil meraih tangan gadis itu dan mengecup lembut jemarinya.
Anggun menyeringai sambil menatap dalam-dalam ke arah Rio. Tatapan penuh rasa terima kasih. Ia lupa, bahwa Rio adalah Rio. Sebrutal apa pun tingkahnya di luar, Rio adalah laki-laki paling lembut yang Anggun kenal.
“Aku kesini mau membicarakan beberapa hal,”
“Oke, aku dengarkan.”
“Pertama... aku mau mencoba memaksimalkan tabunganku dengan metode yang Bu Ariel pernah ajarkan. Jaman sekarang kalau ada simpanan di atas 1 miliar di Bank, petugas pajak pasti concern. Jadi 1 miliar di depositoku, 1 miliar lagi di deposito atas nama kamu, 1 milyar untuk rumah dan kendaraan, sisanya di perhiasan yang bisa dijual lagi. Agar pajak yang kubayar tidak terlalu besar, aku juga harus memiliki pinjaman,”
“He’em,”
“Itu berarti karena sehari-harinya kita hidup dari deposito 2 miliar. Untuk aset tetapnya, aku mau bangun kos-kosan di Jakarta Barat, itu jadi tambahan penghasilan kita. Pembelian Rumah kosan itu mungkin setengah dari uangku, setengah lagi mau pinjam ke Bank, nanti aku cicil tiap bulan. Untuk rumah kita, sampai aku ketemu harga yang sesuai, kita nebeng saja dulu di rumah ini ya biar Papah tidak kesepian, hehe.”
“Oke...”
“Jadi... biaya hidup kita berdua sebulan hanya sebesar 6 juta’an. Lebih dikit kalau bunga depositonya naik. Kamu bisa?”
“Ya ampun... mau makan apa kita dengan biaya hidup 6juta sebulan? Tempe tiap hari? Aku jajan 10 juta aja udah berasa miskin banget, Rio.”
“Ini Indonesia, Anggun, bukan Los Angeles yang beli burger satu aja 5 dollar.”
“Itu harga normal, burger yang 30ribuan entahlah pakai daging apa. Pakai gabus kali.”
“Bisa Anggun, kalau niat. Aku mampunya segitu,”
“Aku minta tambahan lagi ke Papa-“
“Jangan.” Rio mencengkeram lengan Anggun. “Tanggung jawab atas kamu sudah diserahkan padaku. Kalau Papah lagi papah lagi, jadi kamu tidak menghormatiku sebagai suami. Pemimpin rumah tanggamu.”
“Aku nggak bisa makan tempe tiap hari Rio!”
“Nanti aku yang masak. Aku akan pastikan kamu tidak makan tempe setiap hari. Tapi aku minta... hem... mungkin akan sedikit berat,’
“Apa?”
“Kamu bisa cari merk skincare yang murah saja tidak? Yang lokal gitu? Sampai kita lulus kuliah dan aku cari kerja yang layak,”
“Jadi aku nggak perawatan dokter nih?!”
“Perawatan dokter kamu sebulan bisa 250juta, aku bisanya kasih kamu nafkah skincare sekitar 500ribu sebulan.” Rio menyeringai.
“Skincare apa yang 500ribu sebulan? Sama saja kamu nyuruh aku cuci muka pakai deterjen!!” seru Anggun langsung sewot.
Dalam hati Rio membatin, ini baru bahas skincare, belum outfit. Siap-siap kena tampar sebentar lagi.
**
mewakili netijen