NovelToon NovelToon
Takdir Di Balik Duka

Takdir Di Balik Duka

Status: tamat
Genre:Poligami / CEO / One Night Stand / Janda / Ibu Pengganti / Diam-Diam Cinta / Menikah Karena Anak / Tamat
Popularitas:5.4M
Nilai: 4.9
Nama Author: Mommy Ghina

“Silakan pergi dari mansion ini jika itu keputusanmu, tapi jangan membawa Aqila.” ~ Wira Hadinata Brawijaya.

***

Chaca Ayunda, usia 21 tahun, baru saja selesai masa iddahnya di mana suaminya meninggal dunia karena kecelakaan. Kini, ia dihadapi dengan permintaan mertuanya untuk menikah dengan Wira Hadinata Brawijaya, usia 35 tahun, kakak iparnya yang sudah lama menikah dengan ancaman Aqila—anaknya yang baru menginjak usia dua tahun akan diambil hak asuhnya oleh keluarga Brawijaya, jika Chaca menolak menjadi istri kedua Wira.

“Chaca, tolong menikahlah dengan suamiku, aku ikhlas kamu maduku. Dan ... berikanlah satu anak kandung dari suamiku untuk kami. Kamu tahukan kalau rahimku bermasalah. Sudah tujuh tahun kami menikah, tapi aku tak kunjung hamil,” pinta Adelia, istri Wira.

Duka belum usai Chaca rasakan, tapi Chaca dihadapi lagi dengan kenyataan baru, kalau anaknya adalah ....



Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31. Tiga Tahun Yang Lalu - 1

Tiga tahun yang lalu,

Hujan rintik-rintik turun di pagi hari ketika Chaca melangkah keluar dari angkutan umum, membawa koper kecil berisi pakaian seadanya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, menatap gerbang besar di depannya dengan perasaan campur aduk.

"Ini mansion Brawijaya, Cha," ujar Bik Rahma, bibinya, yang berdiri di sebelahnya. "Mulai sekarang, kamu akan bekerja di sini. Ingat, lakukan pekerjaanmu dengan baik. Jangan banyak bicara dan selalu patuh pada aturan."

Chaca mengangguk. Ia tidak punya banyak pilihan dalam hidupnya. Setelah kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan tragis, ia hanya memiliki Rahma sebagai satu-satunya keluarga, yang ia ketahui. Maka, ketika bibinya menawarinya pekerjaan di mansion ini, ia menerimanya tanpa ragu.

Mansion Brawijaya tampak megah dan luas. Bangunan bergaya klasik dengan pilar-pilar besar berdiri kokoh, memberikan kesan angkuh dan berwibawa. Di dalamnya, lantai marmer mengilap, lampu kristal tergantung di langit-langit tinggi, dan berbagai perabotan mahal tersusun rapi. Kehidupan di dalam mansion ini jelas berbeda jauh dari dunia yang selama ini Chaca kenal.

"Ayo, Bibi kenalkan dengan kepala maid di sini," ujar  Bik Rahma, menggiring Chaca masuk ke dalam.

Di ruang utama, beberapa pekerja sedang sibuk dengan tugas masing-masing. Mereka membersihkan lantai, mengatur meja makan, dan membawa nampan berisi sarapan untuk penghuni rumah. Chaca menelan ludah, merasa sedikit gugup. Namun, ia bertekad untuk melakukan yang terbaik.

"Ini Chaca, keponakan saya. Dia akan bekerja di sini mulai hari ini," kata Bik Rahma kepada seorang pria paruh baya bernama Hendra, kepala maid.

Hendra mengamati Chaca dari ujung kepala hingga kaki. "Wajahmu cantik, tapi ingat, jangan sampai membuat masalah di sini. Lakukan tugasmu dengan baik dan jangan sampai majikan mengeluh."

"Saya mengerti, Pak," jawab Chaca sopan.

Hari pertama Chaca dipenuhi dengan tugas-tugas ringan, seperti membersihkan ruangan, menyusun peralatan makan, dan membantu di dapur. Namun, tugas yang paling penting adalah menyiapkan kopi dan sarapan untuk tuan muda mansion, Wira Brawijaya serta Ezzar Brawijaya.

***

Pagi itu, seperti biasa, Chaca bangun lebih awal untuk menyiapkan kopi dan sarapan. Ia meracik kopi dengan penuh ketelitian, memastikan rasanya pas dan tidak terlalu pahit. Setelah itu, ia menyusun sarapan dengan rapi di atas nampan.

Dengan hati-hati, ia membawa nampan tersebut ke ruang makan, di mana Wira sudah duduk di kursinya, membaca majalah. Pria itu tampak dingin dan berwibawa, mengenakan kemeja putih yang terlihat rapi meskipun belum sepenuhnya dikancingkan. Rambutnya sedikit berantakan, namun tetap memancarkan kesan maskulin.

"Selamat pagi, Pak," sapa Chaca dengan suara lembut, meletakkan kopi dan sarapan di meja.

Wira mengangkat alisnya, menatap Chaca sekilas sebelum kembali fokus pada korannya. "Kamu maid baru?"

"Iya, Pak," jawab Chaca sopan.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Wira meraih cangkir kopi dan menyesapnya. Ia berhenti sejenak, matanya sedikit menyipit seolah menilai rasa kopi tersebut. Chaca menahan napas, menunggu reaksinya.

"Tidak buruk," gumam Wira akhirnya, lalu melanjutkan membaca majalahnya.

Chaca menghembuskan napas lega. Setidaknya, ia tidak melakukan kesalahan.

Setiap hari, rutinitas ini terus berulang. Chaca selalu menyiapkan kopi dan sarapan dengan hati-hati. Ia memastikan semua kebutuhan Ezzar dan Wira tersedia sebelum kedua pria itu sempat memintanya. Tanpa disadari, kebiasaannya ini membuat Wira mulai memperhatikannya, meskipun ia sendiri tidak ingin mengakuinya.

Pada saat itu Wira memang lebih sering tinggal di mansion utama, ketimbang mansionnya sendiri. Selain jaraknya lebih dekat ke rumah sakit, Adelia jarang di rumah, istrinya lebih sering keluar kota untuk liburan bersama teman-temannya atau sibuk dengan kegiatan sosialnya.

***

Beberapa minggu berlalu, Wira mulai menyadari kehadiran Chaca lebih dari sekadar seorang maid. Setiap pagi, tanpa perlu disuruh, gadis itu sudah menyiapkan segala kebutuhannya dengan sempurna. Kopi yang dibuatnya selalu pas di lidah, sarapannya selalu tersaji hangat, dan yang terpenting, Chaca tidak banyak bicara atau bertanya hal-hal yang tidak perlu.

Suatu pagi, saat Wira turun ke ruang makan, ia mendapati Chaca tengah sibuk di dapur, menggulung lengan bajunya sambil menyiapkan sesuatu.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Wira dingin.

Chaca terkejut, segera membungkuk hormat. "Maaf, Pak. Saya hanya memastikan bahwa telur dadar Bapak tidak terlalu matang. Saya tahu Bapak tidak menyukainya terlalu kering."

Wira mengernyit. "Sejak kapan kamu tahu selera saya?"

Chaca menundukkan kepala, tidak berani menatap langsung. "Saya hanya mengamati, Pak. Saya ingin melakukan pekerjaan saya dengan baik."

Jawaban itu membuat Wira terdiam. Ia tidak pernah berpikir bahwa seseorang benar-benar memperhatikan detail kecil seperti itu dalam hidupnya. Biasanya, semua orang hanya melakukan tugas mereka tanpa peduli apakah ia puas atau tidak. Bahkan, istrinya sendiri pun tidak tahu makanan apa yang ia sukai, memasak untuknya pun tidak pernah. Berbeda dengan Chaca, ia pandai masak walau bukan masakan mewah.

Sejak hari itu, entah bagaimana, matanya mulai mencari keberadaan Chaca. Tanpa ia sadari, perhatiannya mulai teralih pada gadis sederhana itu.

***

Suatu hari, Chaca baru saja menyelesaikan tugasnya di dapur, memastikan bahwa sarapan pagi berjalan lancar. Ia melangkah dengan hati-hati, membawa nampan kosong untuk dibawa kembali ke dapur, usai ia mengantarkan makanan untuk Ezzar.

Namun, saat kakinya menginjak anak tangga pertama menuju lantai bawah, sesuatu yang licin membuatnya kehilangan keseimbangan.

"Akh!"

Teriakan Chaca memecah keheningan pagi. Nampan di tangannya melayang, berputar di udara sebelum jatuh dengan suara nyaring. Tubuhnya meluncur turun, terbanting keras di beberapa anak tangga sebelum akhirnya berhenti di dasar dengan tubuh terkulai lemah.

Suara dentuman dan teriakan itu membuat seluruh penghuni rumah terkejut. Para pelayan yang berada di sekitar langsung menoleh, sebagian bergegas ke arahnya. Namun, seseorang lebih dulu berlari lebih cepat dibandingkan yang lain.

Wira.

Pria itu baru saja menerima telepon dari Adelia ketika suara benturan itu menyentaknya. Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari ke arah tangga. Begitu melihat Chaca tergeletak di bawah, wajahnya menegang.

"Chaca!"

Ia dengan sigap turun, berlutut di samping tubuh gadis itu. Tangannya langsung terulur, menyentuh lengan Chaca dengan cemas. Mata gelapnya menatap penuh kekhawatiran.

"Chaca, kamu dengar saya?" tanya Wira seraya menepuk pipi gadis itu dengan lembut.

Chaca meringis, kepalanya terasa berputar. Kesakitan menyebar dari pergelangan kakinya yang terkilir. Ketika matanya terbuka, yang pertama kali ia lihat adalah wajah Wira yang sangat dekat. Sorot mata pria itu menyiratkan kegelisahan yang tak biasa.

"Sa-saya baik-baik saja, Pak ...,” jawab Chaca lemah, tetapi cukup jelas.

"Kamu tidak terlihat baik-baik saja," balas Wira cepat.

Bersambung ... ✍️

1
juwita
aduhh mom aq udh baca bab satu ini. klo tau di kmb. aq g ajk baca bikin penasaran aj. knpa skrg semua author lari ke ka kmb? krn bnyk menghasilkan cuan. NT di tinggalkan 🤣🤣✌
Ndari Assufi
Alhamdulillah, ikut tegang juga
❤️ mamah kanay ❤️
mommy kirain di ntoon...🥺
ternyata di sebelah....🥺🥺
Kasih Bonda
next Thor semangat
Fayasshi
ya akupun pernah mengalami nya thor...
Aghitsna Agis
ini lanjutjya buka di nt ya
Yulia Dhanty
Ko dk d sni sich mom
just mi🤫
aku cari blm ada ya kak
Mommy Ghina: adanya di K B M, kak
total 1 replies
Rafly Rafly
hadir MOMY /Tongue/
dyah EkaPratiwi
yahh kirain disini
Mommy Ghina: iya, masih di sebelah dulu
total 1 replies
dyah EkaPratiwi
siap cuss
ir
kak ini yg pernah spill waktu itu ga sih cerita, ehh tapi latar belakang rumah sakit ding, kalo yg spill itu latar belakang nya perkantoran
Mommy Ghina: beda Kak Ir, yang di kantor adanya di I n n o v e l
total 1 replies
Ema
Kiraiin di NT mom
Mommy Ghina: yang ini di sebelah Kak
total 1 replies
Asri Yunianti
kok blm ada ya kak
ir: di KBM ini kak
total 1 replies
Hilal Guswati
kereeen
Hilal Guswati
seruuuu, semngat 💪
Hawa Abu
The best..
Hawa Abu
Salam Dari Malaysia..
Novelnya bagus sekali..bikin mataku selalu bengkak akibat nanggis .
teruskan usaha utk menulis novel ya..semuga kamu terus suksess..Aamiin.
Hilal Guswati
semakin menarik
Hilal Guswati
cakeeep
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!