Gena Febrian pernah mengambil resiko untuk kehilangan segalanya demi seorang Indri, perempuan yang Ia cintai namun perempuan itu malah meninggalkannya untuk orang lain. Semenjak saat itu Ia bersumpah akan membuat hidup Indri menderita. Dan kesempatan itu tiba, Indri memiliki seorang anak sambung perempuan. Gena c akan menemukannya, membuatnya jatuh cinta padanya, dan kemudian dia akan menghancurkannya.
Sally Purnama seorang staff marketing dan Ia mencintai pekerjannya dan ketika seorang client yang dewasa dan menarik memberi perhatian padanya Ia menaruh hati padanya.
Tak lama kemudian dia menerima ajakan Gena, lalu ajakan lainnya. edikit demi sedikit, Genamengenal perempuan yang ingin ia sakiti, dan ia tidak bisa melakukannya. Dia jatuh cinta padanya, dan Sally jatuh cinta padanya.
Tapi-dia telah berbohong padanya, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia terjebak. Saat Sally menemukan kebenaran, dia patah hati. Pria pertama yang sangat dia cintai telah mengkhianatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prologue
"Gen, kita pisah. Aku enggak bisa lagi sama kamu."
Kata-kata itu keluar dari mulut Indri seperti badai yang datang tanpa aba-aba.
Gena berdiri terpaku, seolah dunia berhenti berputar. Bibirnya ingin berkata sesuatu, tapi suaranya tersangkut di tenggorokan. Satu kedipan mata kemudian, Indri telah membalikkan badan dan melangkah pergi. Pergi begitu saja. Sepihak.
Dia tidak memberinya ruang untuk bertanya, tidak memberinya waktu untuk mengerti.
Gena hanya bisa menatap punggung wanita yang selama ini ia perjuangkan, perlahan menjauh. Hujan turun tipis, seakan ikut menertawakan keputusasaannya.
Beberapa hari kemudian, Gena duduk di ruang kerja ayah angkatnya. Tangannya mengepal di atas lutut, mata menatap lantai dengan pandangan yang kosong tapi penuh tekad.
"Ayah," suaranya pelan, nyaris tak terdengar. Tapi kalimat selanjutnya menghantam udara dengan dentuman keras. "Aku mau menikahi Indri."
Ayah angkatnya, seorang pria berwibawa dengan rambut yang mulai memutih, langsung menoleh tajam.
"Apa?!"
"Aku serius."
"Jangan bicara omong kosong!" seru sang ayah. Wajahnya memerah. "Kamu tahu siapa dia? Kamu tahu apa yang dia sembunyikan dari kita?"
Gena terdiam. Ia tahu, ayahnya tidak pernah benar-benar menyukai Indri. Ada sesuatu dalam latar belakang gadis itu yang dianggap tidak pantas. Tapi bagi Gena, tidak ada yang lebih penting dari cinta.
"Aku enggak peduli," desisnya pelan namun mantap. "Aku cinta dia. Aku ingin bertanggung jawab."
"Tidak!" bentak sang ayah. "Selama aku masih hidup, kamu tidak akan pernah menikahi wanita itu!"
Gena berdiri. Rahangnya mengeras. “Kalau begitu… aku akan hidup tanpa restu Ayah.”
Dan dia pergi. Begitu saja.
Gena mencari Indri, menelusuri tempat-tempat biasa mereka bertemu, sampai akhirnya menemukan gadis itu di sebuah rumah kontrakan kecil di pinggiran kota. Rambut Indri diikat sederhana, wajahnya terlihat letih, tapi tetap cantik di mata Gena.
"Indri," Gena menatapnya dalam-dalam. "Ayo kita menikah."
Indri terdiam. Bibirnya bergetar, namun bukan karena bahagia. Ia menunduk. Perlahan, ia melepaskan genggaman tangan Gena.
"Aku enggak bisa, Gen."
"Kenapa?" suara Gena terdengar putus asa.
"Aku harus membiayai hidup adikku. Kamu tahu itu," katanya pelan. "Menikah denganmu hanya akan menambah beban. Aku butuh stabilitas, bukan cinta yang mengandalkan tekad doang."
"Aku bisa kerja lebih keras. Kita bisa hadapi semua bareng-bareng!" Gena mencoba meyakinkan.
"Tidak cukup," potong Indri cepat. "Aku sudah memutuskan, Gen. Kita... nggak akan ke mana-mana. Aku harus realistis."
Kata-kata itu seperti pisau yang menyayat dada Gena. Bukan hanya karena ditolak, tapi karena ditolak oleh alasan yang menurutnya bisa mereka atasi bersama.
Indri menatapnya terakhir kali, lalu masuk ke rumah dan menutup pintu.
Dan untuk kedua kalinya, Gena ditinggalkan.
Malam itu, Gena duduk di tepi ranjangnya yang dingin. Matanya menatap nanar dinding kosong.
“Kalau itu maumu, Indri….” desisnya lirih.
Kemarahan mengalir pelan di nadinya. Perih yang ia rasakan berubah menjadi bara.
Jika tak bisa memilikinya, maka tidak ada yang boleh memilikinya dengan damai.
"Aku akan membuat hidupmu hancur." gumamnya, dingin. "Aku akan pastikan kamu tahu rasanya ditinggalkan, dipaksa menyerah, dan kehilangan segalanya… seperti aku sekarang."
Gena tersenyum tipis. Bukan senyum bahagia, tapi senyum getir dari seseorang yang hatinya telah dicuri, dipatahkan, dan dibuang.
Ia mencintai Indri. Tapi kini, cinta itu telah membusuk menjadi dendam. Dan tidak ada yang lebih berbahaya… daripada hati yang patah dan tak mampu memaafkan.