Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.31
Sementara itu, di tempat yang berbeda.
"Ibu, ayo makan dulu. Nanti sakit," titah Rayhan.
"Nanti saja, Ibu sedang tak ingin makan. Ibu merindukan adikmu," kata Lia, mengusap lembut foto anak perempuan mereka.
Rayhan menghela napas pelan, meletakkan makanan di atas nakas lalu berjongkok di depan sang ibu itu.
"Via pasti baik-baik saja, Bu. Dia sudah menikah dan ada suami yang melindunginya," jelas Rayhan.
Mereka adalah keluarga Livia yang tinggal di kampung jauh dari kota, sehingga tidak ada yang tahu Livia gagal menikah. Mereka hanya tahu bahwa Livia menikah dengan Neil, lelaki yang pernah datang melamar Livia di rumah Lia.
"Besok kita ke kota, Ibu ingin bertemu Via," pinta Lia.
"Baiklah, Bu, besok kita akan ke kota. Tapi aku harus membereskan pekerjaan dulu," jawab Rayhan, disambut anggukan ibunya.
Rayhan kembali membujuk ibunya untuk makan, bersyukur saat Lia mau makan. Setelah itu, Rayhan menyiapkan diri untuk perjalanan ke kota.
Pagi pun tiba, Rayhan dan Lia berangkat menempuh perjalanan laut menuju kota, membawa hasil kebun sebagai oleh-oleh untuk besan.
Sementara itu, Livia masih diliputi kegelisahan. Bayi dalam kandungannya dan masa depannya menjadi beban pikirannya. Kembali kepada Neil terasa mustahil setelah pengusiran dari keluarganya.
"Apa aku harus menerima Miller saja?" gumamnya frustrasi. "Tapi, apakah dia mau?"
Livia mengacak rambutnya, rasa frustrasi bercampur dengan sakit perut yang mulai kram.
"Aduh, sakit sekali," ucapnya, mengusap perutnya yang membesar hampir mencapai lima bulan kehamilan.
Memutuskan untuk menghubungi Miller, Livia menceritakan kondisinya.
Beberapa menit kemudian, Miller tiba di apartemen Livia. Dia segera menuju ke lantai Livia dan masuk setelah mengetahui password.
Melihat Livia yang meringis kesakitan dan mengatur napas, Miller segera merangkulnya.
"Ayo ke rumah sakit," ajaknya khawatir.
Di rumah sakit yang sama dengan Neil, Livia mendapat perawatan dari dokter kandungan yang mengingatkannya agar tak terlalu banyak berpikir.
Dalam ruang perawatan, Livia menatap Miller dan berkata lirih, "Aku memutuskan untuk melepaskan Neil. Setelah anak ini lahir, aku ingin kamu menikahiku."
Miller tersenyum miring, "Segampang itu, ya? Setelah Neil bangkrut, kamu kembali padaku? Apa aku barang?"
Livia menunduk, tak berani menatap mata Miller.
"Tidak apa-apa jika kamu tidak mau. Tapi tolong, jangan pisahkan aku dengan anak ini," pintanya lirih, penuh harap.
Miller tidak menjawab, malah pergi meninggalkan ruangan. Livia pun menangis tersedu-sedu, merasa kesepian dan tak berdaya.
****
Dengan sedikit paksaan, akhirnya Zahira setuju ikut pulang bersama Melinda. Bagaimanapun, Melinda merasa bertanggung jawab untuk menjaga Zahira dan kandungannya, sesuai syarat yang diajukan Zahira.
“Tante, jangan pergi. Kenapa harus pergi?” isak Jasmine, memeluk Zahira erat, enggan berpisah dengan pengasuh yang membuatnya nyaman.
Ethan menggendong Jasmine, mencoba menenangkannya. “Sayang, dengarkan Daddy, ya. Tante Zahira harus pulang, suaminya mencarimu.”
“Tapi, Dad...” rengek Jasmine.
“Kalau kamu kangen, kamu bisa hubungi Tante Zahira, oke?” bujuk Ethan lembut.
Melinda yang menyaksikan itu jadi tak tega. Dia teringat masa kecil Ana yang sering merengek saat Axel pergi bekerja.
“Sayang, Tante Zahira nggak akan pergi jauh kok. Dia tinggal di sini, tapi nanti Oma boleh menengok Tante Zahira, ya?” kata Melinda. Dia memutuskan Zahira tinggal bersama keluarga Ethan sampai melahirkan. Demi anaknya, Melinda rela bertindak tegas sedikit.
“Benar, Oma?” tanya Jasmine sambil menghapus air mata.
“Iya sayang, tapi janji jangan nangis terus, ya.”
“Iya, Oma. Oma juga boleh main ke rumah, kok?” jawab Jasmine dengan senyum ceria, lalu memeluk Melinda erat sebagai ucapan terima kasih.
Melinda menatap Zahira dengan senyum hangat.
“Kamu di sini saja, biar Mommy yang datang menjengukmu. Kalau kamu butuh apa-apa, bilang saja. Orang-orang Mommy akan selalu ada di sekitar,” ucap Melinda.
Zahira terdiam, tak mampu berkata-kata. Sebagai mertua, kebaikan Melinda terlalu besar untuk diungkapkan.
“Terima kasih, Mommy, untuk semuanya,” ucap Zahira penuh rasa syukur.
“Jangan bilang begitu. Harusnya Mommy yang berterima kasih padamu. Sudah memberi wanita tua ini dan anaknya kesempatan,” balas Melinda.
Zahira tersenyum, lalu memeluk Melinda lagi. Hari itu Melinda akan kembali, dengan janji kuat untuk membuat Neil sadar betapa pentingnya Zahira.
Ethan dan Zahira mengantar Melinda ke bandara. Melinda berpesan banyak kepada Ethan agar menjaga menantu dan calon cucunya dengan baik.
“Baik, Nyonya. Tenang saja, mereka aman. Tapi hati ini belum,” canda Ethan sambil mendapat cubitan dari Melinda.
“Kamu ini, cocok untuk anak saya. Bawelnya nggak ada duanya,” kekeh Melinda.
“Tapi, anak Anda mau nggak dengan saya, duda satu anak ini?” celetuk Ethan.
“Ya, kalau anaknya menggemaskan seperti Jasmine, anak saya harus setuju,” jawab Melinda, membuat Ethan tertawa ringan tanpa menanggapi serius.
“Baiklah, Mommy harus pulang. Kamu sehat-sehat disini, ya. Ingat, kalau mau apa-apa, minta sama mereka,” kata Melinda sambil menunjuk dua anak buah Axel.
“Iya, Mom. Jangan khawatir,” jawab Ethan.
Melinda memeluk Zahira sekali lagi, lalu berpesan kepada Ethan dan kedua anak buah suaminya sebelum berangkat.
Bersambung ....
ai...mending batalin aza sebelum terlambat....