Harusnya, Ziva menghabiskan malam pertamanya itu dengan sang suami. Namun, saking mabuknya, ia malah masuk ke kamar mertuanya dan membuatnya tidur di ranjang yang salah.
Apa yang akan terjadi pada Ziva dan mertuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma_98, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sesuatu terjadi
"Shttt.. Perutku.."
Ziva merintis kesakitan di dalam perutnya. Ia mencoba menyentuhnya sembari sedikit merematnya karena terasa nyeri.
Wajah Ziva berubah pucat, ia pun menggigit bibir bawahnya saking tak kuasa menahan sakit. Sedikit demi sedikit ia mencoba berdiri dan melangkahkan kakinya menuju arah pintu. Namun sayangnya, karena sakit yang luar biasa, ia pun akhirnya terjatuh.
Brukh
Prang!!
"Akhhh!!" Ziva terjatuh dan tak sengaja tangannya menarik lampu tidur yang ada di atas nakas. Lampu tersebut akhirnya pecah dan berserakan.
"Victor!" Teriak Ziva, memanggil sang suami. "Tolong aku!!"
Setelah 5 menit menunggu kedatangan sang suami, Ziva terus merintih dan memegang perutnya. Ia menatap ke arah pintu berharap sang suami akan cepat datang.
Merasa tak kuat lagi menahan sakit, pandangannya mulai pudar dan tubuhnya pun lemas.
Srukkkk
Akhirnya, Ziva pun tak sadarkan diri dan tergeletak di bawah sana.
Beberapa menit kemudian..
Ceklek
Pintu kamar Ziva terbuka.
"Ziva.. Ini dad--"
Degh
Heri awalnya penasaran karena Ziva tak kunjung keluar dari kamarnya, apalagi setelah mendengar suara seperti benda jatuh dari arah kamar Ziva, ia pun dengan cepat langsung mengecek keadaan sang kekasih yang masih berada di dalam kamar.
Setelah membuka pintu, Heri pun di kejutkan dengan Ziva yang sudah tergeletak di bawah sana. Dengan cepat ia pun langsung berlari ke arah Ziva untuk melihat keadaannya.
"ZIVAAA!!" Teriaknya, yang menggelegar.
Heri langsung memangku Ziva. Ia pun dengan cepat mengecek nadi dan juga pernapasannya. Setelah tahu Ziva masih hidup, Heri pun langsung menggendongnya.
Saat Heri mencoba menggendong Ziva, dirinya pun di kejutkan dengan sesuatu yang berwarna merah di atas lantai. Dengan tangan yang gemetar, Heri pun mencoba menyentuhnya.
"D-darah..." Ucapnya dengan terbata-bata. "Darah apa ini?"
Tak ingin berfikir macam-macam, Heri pun memilih memeluk Ziva untuk menenangkan dirinya. Dengan tubuh yang bergetar, ia tak ingin sesuatu yang sedang ia pikirkan sekarang benar-benar terjadi.
"Tidak, itu tidak boleh. Itu pasti bukan!" Ucapnya memeluk Ziva semakin erat. "Hiks.. Sial, kumohon.. Selamatkan bayi ini dan juga ibunya." Lirih Heri di sela-sela tangisannya.
Kali ini Heri benar-benar di landa ketakutan yang hebat. Ia berharap jika Ziva tidak keguguran.
"Aku harus menelpon rumah sakit!!" Dengan cepat Heri pun merogoh ponselnya, menelepon rumah sakit miliknya untuk meminta bantuan.
"Hallo, pak?"
"Cepat datang ke rumahku! Bawa mobil ambulan. Jangan lama, ini darurat!" Sahutnya dari sambungan telepon dengan tergesa-gesa.
"Baik, pak!"
Sambil menunggu ambulan datang, Heri memindahkan Ziva terlebih dulu ke ranjang. Ia bahkan membuka pakaian Ziva yang berlumuran darah, lalu menggantinya dengan yang baru.
"Awas kau Victor, ini semua ulahmu!" Katanya, sembari mengepalkan tangannya dengan erat.
*
*
*
Di kantor...
Victor memijit pelipisnya merasa pusing, apalagi saat mengetahui kehadiran sang mantan yang tiba-tiba datang ke kantornya. Bukan hanya itu saja, ternyata alasan Risa datang juga karena ingin bekerja di perusahaan miliknya.
"Risa, ayolah.. Jangan membuatku pusing lagi." Ujarnya. "Untuk apa kamu kerja disini?"
Sebetulnya Victor merasa risih. Padahal dirinya sudah membantu Risa, tapi wanita itu malah memanfaatkan situasi agar bisa ikut bekerja.
"Aku bisa kok kerja di bagian apapun. Aku melakukan ini bukan tanpa alasan, Vic. Dari mana uang untuk makan? Beli baju dan lain-lain? Memangnya kamu sanggup memenuhi kebutuhanku?"
Akhirnya Victor terdiam setelah mendengarkan ucapan Risa yang seketika membuat dirinya tak bisa berkutik. Ucapan wanita itu memang ada benarnya, namun yang Victor inginkan, Risa tidak boleh bekerja di perusahaannya.
"Tapi--"
"Bukankah kau sudah menganggapku teman? Aku hanya meminta satu bantuan lagi, boleh?" Tanya Risa, sembari memasang wajah sendunya.
Victor menghela nafasnya sejenak sebelum menjawab. "Baiklah, kau bisa bekerja disini."
Merasa puas dengan jawaban Victor, dengan cepat Risa langsung memeluk pria itu sebagai tanda terima kasih.
Greb
"Makasih, Victor. Aku benar-benar berhutang budi padamu."
"Ah, ya."
Tap
Tap
Tap
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat ke arah mereka berdua.
"Permisi tuan Victor!"
Degh
"S-suara ini....."