 
                            Berkisah tentang seseorang yang terkena kutukan 'Tanpa Akhir' di kehidupan pertamanya. Pada kehidupan ke 2020 nya, sang Trasmigrator yang sudah tidak tahan lagi dengan kutukannya, memohon kepada Tuhan untuk membiarkannya mati.
 
Akan tetapi, seolah Kutukan Tanpa Akhir' menertawakannya. Sang Trasmigrator yang mengira kehidupan ke 2020 nya ini adalah yang terakhir. Sekali lagi jiwanya terbangun didalam tubuh orang lain. Kali ini adalah kehidupan seorang Nona Muda Bangsawan manja bernama Rihana Ariedny yang meninggal karena keracunan. 
Sang Trasmigrator yang berhenti mengharapkan 'Kematian'  memutuskan untuk menghibur dirinya dengan memulai kehidupan baru yang damai di sebuah wilayah terpinggirkan bernama Diamond Amber.
Namun siapa sangka banyak masalah mulai muncul setelahnya. Musuh bebuyutan dari banyak kehidupannya, sesama Transmigrator, yang baru saja ia temui setelah sekian lama malah ingin menghancurkan dunianya.
Yuuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NATALIA SITINJAK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
P. D. A
"Apa-apaan...."
Dia mengerutkan keningnya.
"Dasar idiot, kau pikir aku akan sedih hanya karena pertunangan bodoh itu?."
Kalang. Sendok di tangan penguasa wilayah terjatuh dengan kasar.
Akhirnya mereka terpancing untuk bergerak, mari bahas topik ini lebih banyak lagi.
Sambil memainkan rambutku yang bergelombang, aku memiringkan kepalaku dan bertolak pinggang. "Dengan diriku yang indah bagaikan berlian hitam tidak mungkin terpaku pada satu orang dasar bodoh."
"Cukup Rihana."
Nyonya wilayah juga telah menunjukan ekspresi murkanya.
"Kenapa? Dia bertanya dan aku menjawab apa lagi salahku coba," aku menunjukan ekspresi polos yang mengatakan kalau aku tidak tahu dimana salahku.
"Berhenti bermain-main dan kembalilah ke kamarmu sekarang juga."
"Baiklah-baiklah." Sekilas aku melirik penguasa wilayah, dia memiliki pembuluh darah yang sudah menonjol di dahinya.
Ayo buat darah tingginya meledak.
"Dadah Saudaraku yang bodoh, semoga nasibmu tidak berakhir sama dengan-"
CEKRAS....
"...."
"AP-!!!"
"...."
Melirik.
Aku melirik kearah gelas kaca yang hancur berkeping-keping setelah di lempar oleh Penguasa wilayah ke arahku. Wah wahhh.... Dia cukup tempramental... Sepertinya benar, pria ini sangat mencintai putranya sampai-sampai dia tidak ingin putranya bernasib sama dengan putrinya.
"Tidak cukup membuat nama keluarga rusak bisa-bisanya kau mengatakan hal sial itu pada putraku."
Aku tersenyum, lalu menanggapinya. "Apa Ayah menganggap nasibku sial?."
"Ri-Rihana Sudah Cukup!!!." Nyonya penguasa wilayah yang berpenampilan rapi terlihat pucat.
"Ini tidak seperti aku ingin nasib buruk ini, jika ingin menyalahkan ku akan kegagalan pertunangan maka salahkan diri Ayah sendiri terlebih dahulu dan lihat-."
"TUTUP MULUTMU ATAU AKU AKAN MEROBEKNYA DISINI!!!"
DUBRAK.
"Ouuu... Aku sangat ketakutan...." Aku mengatupkan kedua tanganku di dada lalu berlari seperti menangis kembali ke kamarku.
Baiklah, ini sudah cukup, dengan begitu mereka dapat memastikan aku tidak berubah, hahaha.... Situasi ini lumayan menyenangkan, pikirku sambil bergegas menaiki anak tangga.
"Hah.... Dia sama tapi-."
"Raygal sudah aku bilang untuk tidak terlibat dengannya kenapa masih saja melanggarnya. Kamu ingin Ayahmu ini memarahi mu?!."
"Ti-tidak Ayah hanya saja dia-."
"Cukup, jangan bahas lagi. Dia hanya akan semakin membawa sakit kepala untukku."
SEEERAK....
BRAK.
PECAH.
Semua makanan yang ada di atas meja jatuh di lantai karena Penguasa wilayah mengunakan tangannya sediri untuk merusak semuanya.
Dengan tatapan kejam dia memandang kearah lorong di atas tangga. "Tsk.... Aku harus segera menyingkirkannya jika ingin namaku kembali pulih."
"Snif."
Istrinya yang duduk di kursi masih berada disana dengan raut wajah sedih ketika menyaksikan suaminya pergi sambil membanting pintu hingga berbunyi keras.
"Hahhh... Tadinya aku berfikir makan kali ini akan menjadi tenang karena tidak ada keributan tapi kenapa selalu saja... Ahhh...." Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan lalu memijat keningnya.
Suasana ruangan kembali berat dan untuk Raygal, dia masih termenung dengan wajah yang di penuhi tanda tanya.
"Jelas-jelas dia berubah, tapi sikapnya barusan- ... Ah! Jangan-jangan Jal_ang Itu Sedang Mempermainkan Aku!."
Marah. "Berani-beraninya Dia! Padaku! Raygal Calon Penguasa Wilayah Ini!." Dengan tatapan berapi-api dia bergegas untuk melabrak saudarinya tetapi.
Seorang pelayan yang di tugaskan oleh Nyonya Penguasa wilayah menariknya atas perintah dari sang majikan. "Tuan Muda, nyonya tidak ingin anda terlibat lebih jauh dengan Nona Muda, jadi... Lebih baik kita pergi dari tempat ini sebelum kemarahan Tuan Besar menjadi tidak terkendali," ucap pelayan itu dengan tangan yang gemetaran.
"Tuan Muda, nyonya tidak ingin anda terlibat lebih jauh dengan Nona Muda jadi... Lebih baik kita pergi dari tempat ini sebelum kemarahan Tuan Besar menjadi tidak terkendali," ucap pelayan itu dengan tangan yang gemetaran.
Melihat itu Raygal menjadi kesal namun karena takut dengan Ayahnya, dia pun segera mengurungkan niatnya. "Cik, kali ini kau selamat karena menyentuhku tiba-tiba."
"Terima kasih Tuan Muda, hamba yang hina ini berterima kasih atas belas kasihmu."
"Hump. Sekarang menyingkir."
Raygal yang tidak memiliki kesempatan melabrak saudarinya memutuskan untuk kembali ke ruangannya, tapi sebelum itu, dia melirik ibunya yang masih memijat keningnya.
Hump... Inilah efek dari memanjakan anak itu, sekarang ibu lihat hasilnya kan. Setelah itu pergilah dia kembali menuju ruangannya yang berada di sebelah ruangan penguasa wilayah.
"Lihatlah, begitu aku menjadi penguasa wilayah, aku akan membuat wanita fulgar itu menjilat sepatuku ditanah," ucapnya sambil tersenyum licik.
***
Slam. Pintu tertutup.
"...."
Mengunci Pintu.
"Fyuhh.... Tadi itu cukup berbahaya." Aku menyentuh pipiku yang tergores gelas yang di lempar tadi. "Untung tidak merusak wajah, sayang sekali kalau rusak kan?," pikirku.
Perlahan aku berjalan ke atas tempat tidur dan bersantai lagi disana. Pekerjaan untuk melihat ingatan masih belum selesai jadi, aku kembali mengunakan kesempatan emas ini untuk melihat lihat lebih banyak lagi mengenai mantan pemilik tubuh.
Menutup Mata.
*****
"Uungh-...."
Rasanya tubuhku mengalami mati rasa. Ingatan yang ingin kulihat telah ku selesaikan. Sekarang semuanya sudah bisa dimulai, ingatan mengenai kejadian tadi bahkan sudah mulai kulihat di dalam ingatanku. "Ssst... Meski sudah terbiasa... Rasanya masih sakit walau sudah berkali-kali."
Perlahan aku menyentuh keningku dan memijatnya pelan. Kemudian, aku melirik kearah jendela kamar yang langitnya telah menunjukan dua bulan dengan sangat jelas. "Sudah malam rupanya." Aku tidak menyangka kalau ingatan pendek yang kulihat ternyata memakan banyak waktu untuk melihatnya.
Grooom...
Sekarang aku lapar.
Sebenarnya, aku cukup cemas turun kebawah untuk makan setelah mengingat kejadian tadi pagi yang membuat pemilik wilayah marah.
"Hahaha... Masa bodoh dengan mereka, lebih baik aku makan saja, jangan sampai aku mati kelaparan. ... Kalau aku mati, siapa yang tahukan entah jadi aapa aku selanjutnya jadi! lebih baik Mai fokus bertahan hidup dulu," ucapku sambil menyingkirkan selimut hangat di kaki.
Dun dun dun. Membuka Pintu. Ketika pintu kubuka, tidak ada seorangpun berjaga disana.
"Tsk Tsk Tsk... Mereka teledor sekali, apa mereka tidak tahu nyawa bangsawan itu sangat berharga," gerutuku sambil turun kebawah, menuju ruang makan.
Sesampainya disana, suasana kastil masih sepi, seperti tidak berpenghuni.
"Hum... Halo?," kataku pelan sambil mendorong pintu ruang makan.
Sunyi.
Tidak ada tanda-tanda kehidupan disana. Kemana semua orang pergi?, apa mereka sedang menghadiri acara pesta?. Aku mulai menebak-nebak alasan dari kesunyian ini sambil berjalan-jalan di seluruh lorong kastil.
Ingatan mantan pemilik tubuh tidak terlalu banyak mengenai rumahnya sendiri karena dia hanya pergi ke satu tempat saja. Oleh sebab itu aku memutuskan untuk mencari sendiri setelah menyadari informasiku terbatas. Untung saja ke hidupkan kembali 42 ku adalah seorang Detektif, sehingga. Mencari jejak kehidupan bukanlah hal sulit untukku.
Dengan berbekalkan jejak debu yang kurang di bersihkan, perlahan aku berjalan melalui lorong panjang kastil yang diterangi cahaya lilin berbau lemak daging, hingga tibalah aku di sebuah persimpangan lorong yang di jaga oleh dua penjaga berbaju besi.