Azalea, Mohan, dan Jenara. Tiga sahabat yang sejak kecil selalu bersama, hingga semua orang yakin mereka tak akan pernah terpisahkan. Namun dibalik kebersamaan itu, tersimpan rahasia, pengkhianatan, dan cinta yang tak pernah terucapkan.
Bagi Azalea, Mohan adalah cinta pertamanya. Tapi kepercayaan itu hancur ketika lelaki itu pergi meninggalkan luka terdalam. Jenara pun ikut menjauh, padahal diam-diam dialah yang selalu menjaga Azalea dari kejauhan.
Bertahun-tahun kemudian, Jenara kembali. Dan bersama kepulangannya, terbongkarlah kebenaran masa lalu tentang Mohan, tentang cinta yang tersimpan, dan tentang kesempatan baru bagi hati Azalea.
Kini, ia harus memilih. Tetap terikat pada luka lama, atau membuka hati pada cinta yang tulus, meski datang dari seseorang yang tak pernah ia duga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Faroca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Azalea baru saja selesai mandi, ketika ponsel yang berada di atas nakas bergetar. layar menyala, memperlihatkan notifikasi grup.
Dengan langkah malas, Azalea mengambil ponsel tersebut. chat dari kedua sahabatnya memenuhi layar.
Grup WhatsApp: Trio Nggak Jelas
Anggota : Jenara, Mohan, Azalea
Jenara : Kumpul dirumah gue yuk !!!
Mohan : Ayo deh, gue jemput lo ya Za?
Jenara : Nyokap lagi nyusul bokap ke
Surabaya, gue sendirian.
Mohan : Azalea, lo masih idup kan?
Azalea : Sialan lo Moh! gue abis mandi
makanya lama balesnya
Jenara : Tapi lo mau kan Za?
Azalea : Sebenernya gue males,
Jenara : Ada Boba brown sugar loh!!!
Azalea : Ok deh, nggak jadi males😁
jemput ya Moh
Mohan : Noted!
Azalea menaruh ponselnya setelah chatingan mereka selesai. Diapun melepas handuk kecil yang sejak tadi bertengger dikepalanya. Azalea mulai mengeringkan rambut indahnya dengan handuk kecil tersebut.
***
Rumah Jenara sudah seperti markas resmi mereka bertiga. Sejak kecil, Azalea, Mohan, dan Jenara selalu punya alasan buat ngumpul di sini, entah sekadar main petak umpet di halaman belakang, ngerjain PR bareng, atau sekadar numpang makan karena masakan mama Jenara terkenal enak.
Azalea bahkan masih inget betul waktu SD dulu, ia pernah jatuh dari sepeda tepat di depan rumah Jenara. Mohan yang panik setengah mati, sibuk mencari plester sampai diapun terjatuh karena kecerobohannya. Sedangkan Jenara? Dia cuma datang dengan wajah datarnya, tanpa banyak bicara langsung ngebersihin luka di lutut Aza dengan tenang. Dari situlah Azalea sering bilang, “Rumah Jenara itu rumah kedua gue.”
Dan malam ini, suasana itu kembali terasa. Sofa abu-abu di ruang tengah jadi saksi kebersamaan mereka. Azalea duduk bersila sambil ngemil keripik, Mohan rebahan santai dengan kaki menjulur ke meja (yang langsung ditepis Aza biar sopan), sementara Jenara duduk di karpet dengan buku tebal di pangkuannya.
“Je!” suara Azalea nyaring memecah keheningan. “Lo bohong, ya, tadi siang?”
Jenara mendongak pelan, ekspresinya tenang. “Bohong apa?”
“Lo bilang ada kelas. Padahal nggak ada.” Mohan ikut nimbrung dengan nada menuduh, tapi wajahnya santai banget. “Ngaku aja, lo ngapain tadi?”
Jenara menutup bukunya, menatap mereka bergantian dengan tatapan datar khasnya. “Itu urusan gue.”
Aza langsung manyun. “Ih, gini banget sama sahabat sendiri. Jangan-jangan lo kabur ketemu pacar rahasia kan?”
Mohan ngakak. “HAHA! Pacar apaan. Cewek mana ada yang tahan sama aura dingin seorang Jenara.”
Azalea ikutan ketawa sampai hampir keselek keripik. “ Si cowok bongkahan es kutub utara, dengan wajah datar dan tatapan dingin sedingin kulkas dua pintu besar," Azalea berbicara dengan gaya lucunya.
Jenara tetap dingin, tapi ujung bibirnya sedikit melengkung, senyum kecil yang hanya muncul kalau ia bersama dua orang ini. “Mulut kalian berdua nggak ada rem.”
"Emang!!!" Saut Azalea da Mohan bersamaan.
Azalea mendekat sambil nyolek bahu Jenara. “Udahlah, suatu saat gue bakal nemuin rahasia lo. Sekarang, giliran kita cerita. lo harus tau apa yang barusan terjadi di danau buatan!”
Mata Jenara sedikit menyipit. "Ada apa?"
Mohan dan Azalea saling pandang, lalu mereka tersenyum.
“Gue, tadi berhasil nyelametin seorang gadis cantik yang hampir nyebur ke danau.” bangga Mohan
Azalea mendengus, menatap Mohan sinis. “Nyelametin apaan! Yang ada, Amara hampir nyebur, gara-gara kecerobohan lo. Mohan!!"
"Ceroboh? Eh bocil, semua gara-gara lo ya. Ngapain lo ngejar gue?" ucap Mohan tak terima
"Ya karena lo kabur,"
"Gimana gue nggak kabur, lo nyubit gue kenceng banget. Sakit tau," kesal Mohan
"Bodo amet," seru Azalea sambil menjulurkan lidahnya.
"Bodo amet juga, yang penting—kali ini kecerobohan gue jadi anugrah buat gue." kata Mohan sambil tersenyum dengan mata berbinar.
"Sampe segitunya lo Moh, kondisikan senyuman dan mata lo. Lebay tau," ujar Jenara yang melihat reaksi Mohan.
"Tau lo Moh, jijik banget rasanya." cetus Azalea. Mohan yang mendapat respon buruk dari kedua sahabatnya hanya tertawa-tawa saja.
“Eh, tapi dia bilang dia kenal lo, dia anak kedokteran juga." seru Azalea.
"Nah bener tuh, namanya Amara. Gila Je, cantik banget. Udah gitu bodynya perfect, suaranya lembut banget."Suara Mohan pelan, tapi jelas penuh semangat. Senyum kecil mengembang di wajahnya—senyum yang jarang sekali muncul.
Azalea terdiam sepersekian detik. Tangannya yang tadi sibuk ngemil langsung berhenti di udara. Hatinya serasa ditusuk.
“Oh, iya,” suaranya keluar lirih tapi terdengar ketus, "Cantik banget, ya? Sampe lo senyum-senyum gitu.”
Mohan menoleh dengan santai. “Iya lah. Gue kan normal, Za. Kalo ngeliat cewek cantik masa nggak boleh terpesona?”
Azalea menaruh keripik ke meja, menyilangkan tangan di dada. “Yaudah, terserah lo.”
"Bagus kalo gitu, gue lanjut Je. Cantiknya dia tuh, kayak bidadari, senyumannya tuh—"
"Bidadari jatoh dari langit, yang sekalinya jatoh bikin debu berterbangan kemana-mana. Atau senyumannya kaya iklan pasta gigi yang bisa bikin karang gigi seseorang rontok seketika. Gitu kan maksud lo?" Azalea memotong dengan suara ketus dan kalimat anehnya itu. "eh Moh, nggak usah lebay kali. Gue juga ada disitu pas kejadian." lanjutnya lagi
Mohan malah ngakak. “Ya ampun, Za. lo Absurd banget deh, sirik ya? Hahaha! Sumpah deh, Amara itu tipe istri idaman banget. Elegan, kalem, nggak absurd kayak lo.”
Deg !!! Azalea membeku. Kalimat itu menusuk lebih dalam tanpa Mohan sadari. Senyum sinis ia paksakan muncul. “Wow, makasih loh perbandingannya. Gue jadi ngerasa spesial banget.”
Jenara memperhatikan perubahan ekspresi Azalea dengan seksama. Dari dulu, ia selalu bisa baca Azalea lebih baik daripada orang lain. Mata Azalea terlalu jujur untuk bisa menyembunyikan perasaannya.
“Za,” suara Jenara datar, tapi nadanya dalam, “lo cemburu?” tebaknya
Azalea hampir tersedak. “Ap… apaan sih lo, Je?! Mana ada gue cemburu. Gue cuma… ya, ngerasa Mohan lebay aja.” ucapnya
Mohan langsung ngakak, dan dengan jailnya dia berkata. “Lo cemburu Za? berarti lo suka dong sama gue?"
“MOHAN!!! nggak ada ya gue suka sama lo,” Azalea refleks melempar bantal ke arahnya. Wajahnya merah merona, entah karena marah atau malu.
Mohan malah makin ketawa keras. “Hahaha! Gue bercanda, Za. Nggak usah sampe merah gitu pipi lo," ledek Mohan " tapi serius deh, kalo beneran cemburu tinggal ngomong aja, nggak usah denial gitu.”
"Nggak ada yang denial, Jenara aja tuh yang sok tau. Dia pikir, dia cenayang apa! Yang bisa nebak pikiran orang," sewot Azalea
"Ok kalo gue salah," kata Jenara sambil melirik Azalea. Azalea hanya mendengus kesal dan mencoba menutupi hatinya yang sudah panas sejak tadi.
"Ok kita lanjut, Amara ya namanya? Gue sih belum terlalu hapal nama temen-temen kelas gue. Tapi mungkin, kalo liat orangnya gue tau." lanjut Jenara.
"Gue yakin Je, lo bakal bilang dia cantik kalo nanti lo ketemu sama dia." Yakin Mohan
"Gue bukan lo Moh," katanya cepat.
Azalea memalingkan wajah, pura-pura sibuk dengan hp-nya. Tapi getaran kecil di dadanya nggak bisa ia bohongi.
Jenara menatap keduanya dengan pandangan kosong, tapi di dalam hatinya ia tahu: sesuatu mulai berubah. Azalea jatuh hati pada Mohan. Dan anehnya, hal itu justru menusuk dirinya sendiri.