Celine si anak yang tampak selalu ceria dan selalu tersenyum pada orang-orang di sekelilingnya, siapa sangka akan menyimpan banyak luka?
apakah dia akan dicintai selayaknya dia mencintai orang lain? atau dia hanya terus sendirian di sana?
selalu di salahkan atas kematian ibunya oleh ayahnya sendiri, membuat hatinya perlahan berubah dan tak bisa menatap orang sekitarnya dengan sama lagi.
ikuti cerita nya yuk, supaya tahu kelanjutan ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon *𝕱𝖚𝖒𝖎𝖐𝖔 𝕾𝖔𝖗𝖆*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perkataan...
Keesokan harinya
Pagi itu, Celine bangun pagi seperti biasanya. Dan ketika dia sudah bersiap dan keluar dari pintu kamarnya, tak ada angin tak ada hujan tiba-tiba saja Michael berdiri di depan pintu dan tepat menghadap padanya.
Celine yang melihat kakaknya itu sedikit terkejut dan...takut, wajahnya pun berubah serius dan mundur sedikit. "Ada apa... kak?." tanya nya dengan nada suara pelan karena takut.
Michael tak mengatakan apapun, hanya memperhatikan gadis kecil itu dari atas sampai bawah dengan tangan di lipat di depan dada.
Michael berbalik, berjalan perlahan meninggalkan gadis kecil itu. "Kamu pergi sekolah nya dengan ku." suaranya datar tapi cukup untuk di dengar oleh Celine.
Celine yang mendengar itu mencerna kalimat nya beberapa saat sebelum akhirnya dia menyadari maksud perkataan nya. Dia pun langsung menyusul Michael, tapi tak berjalan di sampingnya hanya di belakangnya saja.
"Kakak... Yang akan mengantar Celine ke sekolah?." tanya nya lagi mencoba memastikan perkataan Michael barusan.
"Iya...dan lagi, itu berlaku mulai sekarang." nada nya masih sama datarnya, acuh tak acuh.
Celine hanya mengangguk meskipun kakaknya tak melihat anggukan nya itu. Celine pun tampak berpikir sejenak tentang masakan semalam.
Memikirkan apakah benar kakaknya itu yang meminta bibi Erina memasak untuknya, mengingat sikapnya yang tak peduli seperti sekarang, seperti mustahil dia meminta bibi Erina untuk memasak makanan kesukaannya.
Tapi Celine tak ingin ambil pusing akan hal itu lagi, dia hanya terus berjalan pelan di belakang kakak pertama nya itu. Yang sangat...berjarak.
Michael yang menyadari itu berhenti sejenak, berbalik menatap Celine. "Kamu hampir terlambat, cepat sedikit jalannya atau kamu aku tinggal."
Ancaman itu berhasil membuat Celine merasa takut. Dia pun mengangguk, lalu dengan cepat mendahului Michael untuk turun kebawah.
Michael yang melihat adiknya hanya bisa menggeleng pelan, tak mengatakan apapun hanya wajahnya yang tampak datar.
Sementara itu, Celine langsung bertemu anak tangga untuk menuju ke bawah, dengan tergesa-gesa dia menuruni nya, hampir jatuh.
Namun dia langsung bisa menyeimbangkan tubuhnya lagi dan lanjut berlari untuk sarapan. Awalnya dia tampak ragu-ragu karena takut papa nya ada disana, tapi saat dia melihat ke dapur ternyata yang ada di sana hanya bibi Erina yang mengupas bawang dan juga Valora.
Dia tampak enggan menyapa, takut dibilang sok akrab oleh ibu sambungnya itu, Celine pun memutuskan untuk langsung duduk dan mengambil piringnya.
Bibi Erina yang mendengar suara piring itu pun langsung menoleh, matanya bertemu dengan mata Celine yang langsung memberikan senyuman.
Melihat itu bibi Erina pun membantu Celine untuk mengambil makanan nya. "Sini biar bibi bantu, nona." ucapnya dengan lembut saat dia menyendok nasi ke piring Celine beserta ikan dan juga sayur. Tak banyak, tapi cukup untuk perutnya.
"Terimakasih bibi." ucapnya yang langsung menyantap makanan di depan nya itu.
Erina kembali menyelesaikan pekerjaannya, dan juga membuatkan Celine bekal makan siang.
Dan di saat itu Michael sudah turun ke bawah dengan setelan jas nya yang rapi, sama seperti biasa dia pergi ke kantornya.
Dari pintu dapur dia melihat Celine yang makan, lalu berbalik meninggalkan tempat itu menuju ruang tamu dan duduk di sofa untuk menunggu Celine.
Celine pun cepat-cepat menyelesaikan makannya, mengambil kotak bekal yang sudah disiapkan oleh bibi Erina diatas meja makan.
"Aku pergi yaa." ucapnya pada orang di sana, tapi yang menjawab hanyalah bibi Erina saja. Tak masalah lah bagi Celine, dia sudah terbiasa.
Dia pun mengambil tas nya, berjalan ke ruang tamu dan melihat Michael duduk di sana, sibuk dengan ponselnya.
"Kakak...Celine sudah selesai." gumamnya dengan rasa takut. Takut Michael akan memarahinya karena terlalu lama.
Michael hanya menatapnya dengan mata malas dan setelah nya dia bangkit berdiri, mengambil kunci mobilnya dan berjalan keluar. Celine pun mengikutinya dengan langkah-langkah kecil yang cepat.
Mereka pun masuk ke mobil Michael, dan lagi-lagi Celine memilih duduk di kursi belakang. Michael yang melihat itu mengernyitkan dahi sedikit karena merasa heran.
"Kenapa duduk di belakang?." tanya nya, suaranya terdengar lebih jelas kali ini.
Celine hanya diam sejenak, melirik ke kanan dan kiri sebelum akhirnya menjawab "Tidak apa-apa, kak." jawabnya singkat, tak mau membuang waktu untuk bicara.
Akhirnya mobil itu berjalan pelan meninggalkan rumah, masuk ke jalanan yang sudah cukup ramai.
Mereka hanya diam, tak ada percakapan apapun. Celine hanya bersenandung kecil sambil melihat jalanan yang ramai.
"Ini semua, karena kamu, tahu." ucap Michael yang memecahkan keheningan.
Celine pun menatap nya "Salah Celine? Memang nya Celine berbuat apa kak?." dia tampak bingung, bukankah dirinya tak melakukan apapun? Ucapnya dalam hati.
"Karena kamu tidak menunggu jemputan dari papa dan malah pulang dengan guru mu. Papa akhirnya memutuskan dirimu menjadi tanggung jawab ku sekarang." ucapnya lagi, kali ini melirik Celine dari spion.
Celine pun kembali mengingat hari itu, rasa bersalah nya masih ada sampai sekarang, dan kini dia juga harus mengingat dirinya yang dikurung di gudang belakang.
"Aku ingin menolak awalnya, karena tidak mau menanggung beban. Bisa-bisa nanti aku yang kecelakaan karena mengurus mu." ucapnya dengan santai dan menatap jalanan.
Tapi tidak dengan Celine yang mendengar hal itu, dia langsung terdiam. Dadanya tiba-tiba merasa sesak mendengar ucapan dari kakaknya yang menyakitkan itu.
Dia pun menundukkan kepalanya karena perasaan bersalah kembali menyerbu dirinya dari dua tahun yang lalu. "Celine minta maaf." gumamnya, suara nya kecil hampir tak terdengar.
Michael hanya menyeringai lalu tertawa kecil mendengar itu. "Untuk apa minta maaf? Toh semua nya sudah terjadi." lagi-lagi dengan entengnya dia berkata seperti itu, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
Tak lama mereka sampai di sekolah Celine. Gadis kecil itu pun turun dari mobil kakaknya, dia tak repot-repot mengucapkan salam perpisahan karena pasti Michael tak senang melihat nya.
"Terimakasih." ucapnya pelan, tak ada semangat dan dari raut wajahnya lebih tampak seperti orang yang sedih.
"Ya." jawab Michael singkat dan meninggalkan Celine, mobilnya kembali melaju di jalanan ramai.
Celine pun masuk ke gerbang sekolah nya dengan perasaan yang sedih, dia melirik ke kanan tempat biasanya satpam dan bu guru Claudia berjaga bersama.
Tapi, kali ini Celine hanya melihat pak satpam itu, tak menemukan Claudia di sana. Dia pun semakin murung, padahal dia ingin bertemu dengan Claudia setelah beberapa hari tak melihatnya sejak dia diantar pulang ke rumah.
Celine pun berjalan terus, melewati lapangan menuju gedung sekolah. Memperhatikan jalannya dengan hati-hati dan akhirnya sampai di kelasnya.
Di kelas Celine disambung dengan baik, teman-teman nya senang karena Celine kembali masuk seperti biasanya.
"Akhirnya kamu sekolah lagi!" seru Mia teman sebangku Celine.
"Iya, aku sudah sembuh sekarang, Mia." dia tersenyum, wajahnya langsung berubah menjadi riang meskipun itu dipaksakan.
Bel pun berbunyi, tanda masuk. Tak lama, guru mata pelajaran hari itu masuk ke kelas mereka dan memulai pelajaran, tapi perasaan Celine masih sama sedihnya, hanya bisa diam dan berpura-pura semua baik-baik saja.