NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM ISTRI YANG DIBUNUH SUAMI

BALAS DENDAM ISTRI YANG DIBUNUH SUAMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Romansa / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Khusus Game

PERINGATAN!!!! SELURUH ISI CERITA NOVEL INI HANYA FIKTIF DAN TIDAK RAMAH ANAK ANAK. PERINGATAN KERAS, SEMUA ADEGAN TAK BOLEH DITIRU APAPUN ALASANNYA.

Setelah membantu suaminya dalam perang saudara, dan mengotori tangannya dengan darah dari saudara-saudara suaminya, Fiona di bunuh oleh suaminya sendiri, dengan alasan sudah tak dibutuhkan. Fiona bangkit kembali, ke lima tahun sebelum kejadian itu, dengan tekad kuat untuk membalas Dendam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khusus Game, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 9

Mereka memasuki kota yang sunyi, dan mereka tahu bahwa pertempuran baru saja dimulai. Para pemberontak mengawasi dari setiap jendela rumah yang tertutup rapat, bayangan mereka samar-samar terlihat di balik tirai yang berdebu.

Tiba-tiba, Vergil menghentikan langkahnya, senyum licik merekah di wajahnya, seolah ada rencana yang sudah terlintas di benaknya. Tanpa peringatan, ia memukul perut Fiona dengan cepat dan keras. Fiona tersentak, merintih kesakitan, dan berlutut sambil memegangi perutnya.

Vergil segera berlutut di sampingnya, memasang wajah cemas. "Fiona, apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir, seolah ingin membantunya berdiri. "Tetap tenang dan jangan bergerak, ini rencanaku," bisiknya pelan, hanya untuk didengar oleh Fiona, memastikan tidak ada orang lain yang mendengar percakapan mereka. "Arthur, kau dan pasukan maju duluan," panggil Vergil, suaranya kembali normal dan jelas. "Kami akan menyusul setelah ini."

Arthur menatap Vergil dengan tatapan penuh keraguan, tetapi wajahnya segera berubah menjadi senyum sinis yang tipis. "Baiklah," katanya, suaranya dipenuhi dengan nada ejekan, "Semoga kalian berdua mati dengan tenang." Tanpa menoleh ke belakang, dia memimpin pasukannya, meninggalkan Vergil dan Fiona sendirian di jalanan yang sepi.

Vergil segera menggendong Fiona dalam pelukannya, melompat dari satu atap ke atap lainnya dengan gesit, menghindari pandangan para pemberontak yang masih mengamati dari rumah-rumah di bawah. Dia akhirnya masuk ke sebuah rumah kosong melalui jendela yang terbuka, lalu membaringkan Fiona dengan lembut di lantai yang berdebu. Vergil hanya duduk di sisinya, mengamatinya dengan tatapan penuh minat.

"Kurang ajar sekali," kata Fiona sambil tertawa geli, ekspresinya tidak menunjukkan rasa sakit sama sekali. "Apa kau harus memukul perutku untuk rencanamu?"

Vergil membalas dengan senyum tampannya. "Anggap saja itu hukuman karena kau telah menipuku."

Tiba-tiba, suara langkah kaki yang berat terdengar dari luar, dan rumah itu dikepung. Para pemberontak memenuhi setiap pintu dan jendela. Vergil, yang sepertinya sudah menduga hal ini, tetap tenang. Fiona mencoba bangkit, tetapi Vergil dengan lembut membaringkannya kembali ke lantai.

"Tenang saja. Istirahatlah," bisik Vergil sambil mengusap lembut rambut Fiona, tatapannya tidak lepas dari para pemberontak.

Pemimpin pemberontak melangkah maju, menatap Vergil dengan pandangan ingin tahu. "Mengapa kau berpisah dengan pemimpinmu, prajurit?" tanyanya.

"Aku muak," jawab Vergil, suaranya dipenuhi tipu daya dan keputusasaan. "Istriku terluka, dan mereka tetap meninggalkan kami. Aku mengabdikan diriku untuk kerajaan, tapi mereka meninggalkanku begitu saja."

Pemimpin pemberontak itu mengangguk, matanya menunjukkan pemahaman. "Ya, begitulah sifat para pemimpin kita. Apa kau ingin pimpinanmu itu mati?"

"Tentu saja," jawab Vergil dengan keyakinan, senyum licik tersembunyi di balik ekspresi pura-puranya. "Jika kalian membantuku, aku akan memberikan detail informasi yang terjadi di istana setiap minggu."

"Sepakat," kata pemimpin pemberontak itu, dan dia berjalan pergi, meninggalkan Vergil dan Fiona yang telah berhasil memanipulasi mereka.

Fiona menyipitkan matanya, mengamati sosok Vergil yang sedang tersenyum. "Wow," katanya, nada suaranya dipenuhi kejutan yang menyenangkan. "Sejak kapan aku jadi istrimu, Vergil?"

"Sejak para pemberontak itu masuk," jawab Vergil, senyumnya semakin lebar.

Mereka tertawa bersama, suara tawa mereka mengisi keheningan di dalam rumah kosong itu, seolah mereka baru saja memainkan sebuah lelucon.

Di luar, suara pertempuran tiba-tiba meletus, memenuhi jalanan yang seharusnya sepi. Suara gemerincing pedang dan teriakan para prajurit terdengar jelas. Para pemberontak yang baru saja pergi, kini tiba-tiba menyerang pasukan Arthur. Mereka yang awalnya bersembunyi kini muncul dari setiap sudut kota, membuat Arthur dan pasukannya kewalahan. Pertempuran sengit pun dimulai.

Suara gemuruh pertempuran di luar semakin keras. Para pemberontak yang jumlahnya jauh lebih banyak menyerang dari setiap gang dan jalanan. Mereka muncul dari atap, dari balik gerobak, dan dari balik tumpukan sampah, mengejutkan pasukan Arthur yang tidak siap. Arthur, yang terkejut oleh serangan mendadak itu, dengan cepat menarik pedangnya dan mulai melawan. Dia berhasil membunuh beberapa pemberontak, tetapi jumlah mereka terlalu banyak, dan pasukannya mulai terdesak. Teriakan-teriakan para prajuritnya yang terluka memenuhi udara. Vergil dan Fiona, yang berada di dalam rumah, hanya mendengar suara-suara pertempuran yang semakin mendekat, dengan Vergil yang menyunggingkan senyum kemenangan.

Pasukan Arthur berada dalam kekacauan total, formasi mereka hancur dalam hitungan menit. Taktik Vergil yang memecah mereka menjadi target yang lebih kecil terbukti efektif. Dengan pasukan Arthur yang tersebar, para pemberontak bisa menyerang dari berbagai sisi, menciptakan kepanikan dan kebingungan. Arthur, meskipun ahli dalam pertempuran satu lawan satu, tidak dapat mengendalikan situasi kacau ini. Teriakan-teriakan perintahnya tenggelam oleh suara pertempuran.

Meskipun pasukannya mengalami kerugian besar, Arthur sendiri tidak menyerah. Dia bertarung dengan semangat yang membara, ayunan pedangnya mematikan dan setiap serangannya dihitung dengan cermat. Tetapi setiap kali dia berhasil menumbangkan satu pemberontak, dua yang lain segera muncul untuk menggantikannya. Dia menyadari bahwa dia tidak bisa menangani semua ini sendirian, tetapi dia juga menyadari bahwa tidak ada bantuan yang akan datang.

Mata Arthur melirik ke arah rumah tempat Vergil dan Fiona bersembunyi, dan seketika kemarahan meledak dalam dirinya. Dia tahu dia telah dipermainkan. Ia memimpin pasukan ini ke dalam jebakan yang telah disiapkan oleh saudaranya sendiri. Dia mendengus frustrasi, pedangnya menebas seorang pemberontak yang mencoba menyerangnya dari belakang. Ia harus bertarung sendirian untuk bertahan hidup.

Vergil dan Fiona berjalan keluar dari rumah, tidak terpengaruh oleh pertempuran yang sedang berlangsung di sekitar mereka. Arthur, yang melihat mereka, menyipitkan matanya. "Diam di sini, Fiona," perintah Vergil, suaranya tenang, "Aku akan menambahkan sedikit bumbu pada kepercayaan mereka." Saat Arthur yang kelelahan dan lengah, Vergil segera menusuknya dari belakang dengan pedangnya. Arthur merosot ke tanah, darahnya mengalir dari luka yang fatal itu. Vergil dengan kejam memenggal kepalanya, dan memegang kepala itu dengan tangannya.

"Aku akan menepati janjiku," kata Vergil, suaranya terdengar lantang dan berwibawa, "karena kalian telah membantuku. Tapi kalian harus segera bersembunyi, karena aku akan melapor sebagai korban yang selamat. Kemungkinan, mereka akan mengirimkan pasukan lebih banyak."

Para pemberontak itu mengangguk setuju, dan satu per satu mereka menghilang dari pandangan, bersembunyi di dalam gang-gang gelap dan di balik reruntuhan bangunan. Saat mereka masih berjalan, suara tawa Fiona memecah keheningan. "Bagaimana rencanaku?" tanya Vergil, matanya bersinar penuh harap.

"Sembilan dari sepuluh," jawab Fiona, ekspresinya datar. Vergil mengangkat alisnya, menunggu penjelasannya. "Kau memukul perutku, jadi tujuh dari sepuluh," lanjut Fiona dengan nada mencemooh. "Oh, dan kau juga menyebutku istrimu, berarti jadi lima dari sepuluh."

Vergil tertawa terbahak-bahak, tawanya bergema di jalanan yang sepi. "Hahaha. Oh... Ayolah," katanya, "Itu tidak objektif."

"Aku tak peduli," balas Fiona, tidak terkesan.

"Baiklah, hanya Fiona si gadis cerdas sekaligus bodoh yang pandai dalam merangkai strategi," goda Vergil, tertawa lagi.

Fiona memukul bahu Vergil, ekspresinya mencampurkan rasa geli dan kesal. Vergil menghentikan tawanya. "Hei," katanya, suaranya dipenuhi rasa tak percaya. "Aku sedang memujimu."

Fiona menyilangkan tangannya di dadanya. "Maka kau harus belajar bagaimana cara seseorang memuji dan membedakan antara kalimat hinaan dan pujian," kata Fiona, senyum tipis di bibirnya.

1
Cha Sumuk
kurang menarik krna mc ceweknya lemah,, biasa' nya klo setelah kelahiran jd kuat tp ini mlh lemah hemmm
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!