Celine Juga Ingin Bahagia
Karena kecelakaan dua tahun lalu yang menyebabkan kematian istrinya, dia akhirnya menikah lagi dengan seorang wanita janda beranak satu.
Anak itu tumbuh besar sama seperti Celine, dan juga seumuran. Tapi, mereka di perlakukan sangat berbeda jauh oleh ayahnya, yaitu Damian Vara dan juga saudara Celine yang lain, yang lebih memilih anak dari ibu tiri mereka.
...***...
Hari itu hujan, Celine yang baru pulang dari sekolahnya sekitar pukul 12.30 memutuskan untuk menunggu ayahnya pulang di ruang tamu.
Dia tampak kebosanan sambil memperhatikan saudari tirinya, Anastasya yang sekarang menyandang nama ayahnya juga, menjadi Anastasya Vara.
Anastasya ditemani oleh pelayan pribadinya, karena mereka semua juga memiliki pelayan pribadi masing-masing, kecuali...Celine. Ia asyik bermain boneka dengan dengan riang gembira. Sedangkan Celine? Hanya menunggu keajaiban tiba.
Pembantu rumah tangga, bibi Erina yang berumur sekitar 40an memperhatikan Celine saat dia sedang memasak makan malam di dapur. Memperhatikan gadis kecil itu yang sedang kebosanan.
Ia ingin sekali menemani nya bermain, tapi karena pekerjaan yang diberikan oleh Valora, ibu sambung Celine. Ia jadi tidak bisa menemani nya sampai pekerjaan nya benar-benar selesai.
Sekitar pukul 17.40, waktu yang sudah petang. Akhirnya Damian pulang ke rumah. Terdengar suara mobilnya di halaman depan Celine pun melompat dan berlari ke arah pintu untuk menyambut ayahnya itu.
"Papa!!" ucapnya saat melihat Damian yang akan menginjakkan kakinya masuk ke dalam rumah.
Tapi, seolah-olah tak melihat Celine, ia terus berjalan dan mengabaikan keberadaan anaknya itu. Dia menghampiri Anastasya yang sekarang sudah berdiri menatapnya dengan tatapan polos.
"Anak papa sedang main apa?" ucapnya dengan senyuman hangat dan menggendong Anastasya seperti bayi yang baru lahir.
Celine yang melihat itu hanya terpaku diam saat melihat keduanya tampak senang. Raut sedih tampak di wajahnya, tapi mau bagaimana lagi?.
Bibi Erina yang melihat itu cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan nya dan langsung menghampiri Celine yang sendirian di sana sedangkan yang lain tampak senang saat dia tidak ada.
Bibi Erina berjalan menghampirinya, mengelap tangannya yang masih basah di baju karena habis cuci tangan. Dia berjongkok di depan Celine dan memegang pundak gadis itu dengan kedua tangannya.
Dengan memberikan senyuman lembut yang membuat Celine juga tampak kembali tersenyum. "Jangan sedih-sedih nona kecil, nanti pasti nona akan bahagia".
Celine yang mendengar itu dengan cepat mengangguk kan kepalanya dan memeluk bibi Erina dengan erat. "Terimakasih, bibi" ucapnya dengan suara terbenam karena pelukan hangat itu.
Pemandangan itu disaksikan oleh Michael, anak pertama Damian yang juga baru saja kembali dari kantornya. Melihat pemandangan itu dia hanya menunjukkan tatapan jijik sekaligus bosan.
Dia melewati keduanya dan berjalan ke arah ayahnya yang sedang menggendong Anastasya. "Ayo, naik ke atas. Rasanya aku mual di sini" sambil melirik keduanya masih dengan tatapan jijik.
Celine dan bibi Erina hanya bisa terdiam mendengar perkataan Michael yang seperti itu, rasanya sedikit sakit. Tapi, lama-kelamaan mungkin akan terasa biasa saja, Celine sering berpikir seperti itu.
Mereka pun meninggalkan keduanya di ruang tamu sedangkan mereka naik ke atas, ke ruang keluarga yang Celine tak pernah tahu bagaimana isi dalamnya karena tidak pernah diperbolehkan untuk masuk ke sana.
Dia hanya menatap kepergian mereka dengan mata polosnya, masih tak mengerti mengapa dia sangatlah dibenci oleh keluarganya sendiri. "Apakah Celine juga boleh seperti itu" ucap gadis itu dalam hatinya berharap ada yang menyayangi nya di keluarga itu.
Dia terdengar menahan nafasnya, bibi Erina yang mengetahui jelas tahu apa yang sedang dia lakukan. Seperti biasanya, menahan air matanya agar tidak jatuh.
Entah bagaimana dia percaya dengan ucapan kakak laki-lakinya yang mengatakan dia akan disayangi oleh mereka jika tidak menangis dan tidak menyusahkan mereka.
Bibi Erina menatapnya dengan tatapan penuh kasih sayang layaknya ibu bagi Celine. "Nona, sudah ya jangan sedih-sedih lagi. Meskipun papa dan kakak tidak melihat Celine, di sini masih ada bibi yang sayang sama Celine" ucapnya dengan suara nya yang lembut dan caranya membelai rambutnya membuat gadis itu yang tadinya murung menjadi tersenyum kembali.
"Bibi...kapan ya Celine di sayangi seperti Anastasya, Celine kan juga ingin disayang seperti itu bi..." ucap gadis berusia 8 tahun itu dengan polosnya.
Mendengar itu Erina hanya tertegun tak tahu harus menjawab apa, hatinya juga terasa sakit melihat Celine yang selalu tersingkirkan di tengah-tengah mereka. Dia juga tak punya kuasa apapun di rumah itu, hanya seorang pembantu yang menyiapkan makanan bagi mereka.
Dengan lembut dia memeluk Celine, mengusap pundak gadis kecil itu sambil berkata "Nanti, ada masanya Celine di sayang seperti itu, untuk sekarang Celine di sayang oleh bibi saja ya, nak" ucapnya untuk menghibur gadis kecilnya itu.
Celine hanya mengangguk, tapi pikiran nya selalu tertuju pada hal-hal yang dia inginkan. Dia juga membutuhkan nya, tapi mengapa mereka tak memberikan nya?.
"Bibi... Besok adalah hari ayah, apakah papa mau datang ke sekolah Celine untuk melihat Celine membacakan puisi?"
Erina kembali menatapnya dengan senyuman "Kalau begitu, nona harus katakan nanti pada papa nona, agar dia mau datang ke sekolah nona dan melihat nona disana" ucapnya dengan nada mantap yang meyakinkan.
"Baiklah, nanti aku akan mengatakannya pada papa. Aku harap papa akan datang" senyuman merekah di bibir mungilnya itu. senyuman yang tulus tanpa adanya kebohongan.
...***...
Celine yang baru saja siap mandi segera berpakaian, merapikan rambutnya dan memakaikan pita. Semua dia lakukan sendirian, setelah...ibunya tiada yaitu Isabella Vara.
Celine yang tampak ragu-ragu meyakinkan dirinya, menatap cermin dan bicara pada dirinya sendiri untuk berlatih.
Dia tampak gugup untuk menemui ayahnya, takut ayahnya akan menyuruh nya keluar sama seperti sebelum-sebelumnya.
"Papa, apakah papa besok bisa datang ke sekolah Celine? Besok adalah hari ayah dan Celine akan membacakan puisi disuruh oleh ibu guru, semoga ayah bisa datang"
Dia terus mengulangi kalimat yang sama untuk meyakinkan dirinya bahwa dia siap.
Setelah beberapa saat berlatih, dia pun keluar dari kamar nya, dengan susah payah meraih gagang pintu karena dia masih terlalu kecil dan pendek untuk membuka nya dengan baik.
Dia keluar, menutup kembali kamarnya dan berjalan ke ruangan Damian, yaitu ruang kerja nya. Di depan dia melihat pintu kerja nya terbuka.
Dengan hati-hati Celine mengintip ke dalam agar tidak ketahuan ayahnya, dia memperhatikan Damian yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Sedikit rasa ragu kembali muncul di dalam dirinya, tapi ini adalah saatnya. Dia tak boleh menyia-nyiakan nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Musri
baru awal aja dh suka,mudah2n alur ceritanya bagus GK berbelat Belit...semangat Thur💪🫰
2025-10-30
0