Elise, seorang gadis keturunan bangsawan kaya, hidupnya terikat pada aturan keluarga. Untuk mendapatkan harta warisan, ia diwajibkan menikah dan segera melahirkan keturunan. Namun Elise menolak. Baginya, pernikahan hanyalah belenggu, dan ia ingin memiliki seorang anak tanpa harus menyerahkan diri pada suami yang dipaksakan.
Keputusan nekat membawanya ke luar negeri, ke sebuah laboratorium ternama yang menawarkan program bayi tabung. Ia pikir segalanya akan berjalan sesuai rencana—hingga sebuah kesalahan fatal terjadi. Benih yang dimasukkan ke rahimnya ternyata bukan milik donor anonim, melainkan milik Diego Frederick, mafia paling berkuasa dan kejam di Italia.
Ketika Diego mengetahui benihnya dicuri dan kini tengah berkembang dalam tubuh seorang wanita misterius, murka pun meledak. Baginya, tak ada yang boleh menyentuh atau memiliki warisannya.
Sementara Elise berusaha melarikan diri, Diego justru bersumpah akan menemukan wanita itu, dengan segala cara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 35
Diego menatap tajam ke arah Theo, pria yang baru saja berani mendekati Elise. Rahangnya mengeras, matanya menyala seperti bara api yang siap membakar siapa saja yang berani mengusik ketenangannya.
Sebagai seorang mafia yang disegani, harga dirinya terluka. Bagaimana bisa ada pria lain yang berani terang-terangan mengejar wanita yang sudah menjadi miliknya?
“Bawa dia pergi,” perintah Diego dengan suara dingin yang menusuk tulang.
Jimmy segera bertindak. Tanpa banyak bicara, ia menarik Theo menjauh dari hadapan Diego, membawanya menjauh.
Elise, yang menyaksikan kejadian itu dengan cemas, memberikan kode kepada Theo dengan kedipan mata. Ia berharap Theo mengerti bahwa ia tidak boleh membocorkan jati dirinya kepada siapapun, terutama Diego.
Setelah Theo pergi, Diego, Elise dan Alex masuk ke dalam mobil.
Di dalam mobil, perhatian Diego teralihkan oleh Alex, yang duduk di tengah antara dirinya dan Elise.
Ada sesuatu yang aneh, pikir Diego.
Kenapa saat Alex menyentuh tangannya tadi, tidak ada reaksi alergi yang muncul? Padahal selama ini, ia selalu alergi terhadap sentuhan siapapun kecuali, Elise.
“Ada apa ini?” gumam Diego dalam hati. Alex tidak memiliki hubungan darah dengannya, lalu mengapa sentuhannya tidak menimbulkan reaksi apapun?
Pertanyaan itu terus berputar-putar di benaknya, membuatnya semakin bingung dan penasaran.
Sesampainya di rumah, Diego masih terus memikirkan hal itu. Ia merasa ada sesuatu yang janggal, sesuatu yang belum ia ketahui.
“Anda tidak makan dulu, Tuan? Saya akan memasak–”
“Tidak perlu,” potong Diego.
Dengan langkah berat, ia menuju ke kamarnya dan meminta Elise untuk tidak mengganggunya.
“Baiklah,” ucap Elise menatap punggung lebar itu menghilang dari pandangannya.
**
Malam menjelang, Diego tak kunjung keluar dari kamarnya. Itu membuat Elise sedikit khawatir.
Ya, hanya sedikit.
Elise memutuskan untuk menghampiri Diego. Ia melihat pria itu duduk di balkon, menyesap rokok dan meminum segelas wine.
“Anda ternyata di sini.”
“Hmm,” gumam Diego tanpa menoleh ke arah Elise.
“Anda belum makan, Tuan? Kenapa anda malah minum?” tanya Elise.
“Aku butuh menenangkan diri. Aku terus memikirkannya, kenapa saat Alex menyentuhku tadi, alergiku tidak kambuh? Apa karena dia putramu?” tanya Diego dengan nada penuh selidik.
Deg!
Jantung Elise berdegup kencang. Pertanyaan Diego membuatnya terkejut dan panik. Ia takut rahasianya akan terbongkar.
“Bukan karena dia putraku saja, Diego. Dia benihmu. Benih yang kau cari selama enam tahun ini,” bisik Elise dalam hati. Kata-kata itu hanya mampu ia pendam. Elise belum siap untuk mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya.
“Untuk apa kau di sini jika hanya diam saja?”
“Maafkan saya.”
“Sudahlah, lupakan. Siapkan barang-barang mu karena besok kita akan terbang ke Indonesia,” kata Diego bangkit dari duduknya dan berhenti di depan Elise. “Tapi sebelum itu, temani aku tidur. Aku lelah.”
Tanpa menunggu jawaban, Diego membopong Elise, yang membuat wanita itu terkejut. Ia tidak menyangka Diego akan bertindak secepat ini.
Diego membawanya ke ranjang dan menyelimutinya. Lalu ia ikut masuk ke ranjang dan tidur di samping Elise.
“Tiba-tiba sekali,” gumam Elise.
Seketika, terlintas dalam benak Elise kejadian tadi siang saat Theo mengejarnya. Jika ada seorang pria yang menolongnya, Elise akan mengabdi seumur hidup padanya.
Dengan ragu, Elise bertanya, “Anda mau pelukan?”
Diego mendesis. Susah payah ia menahan hasratnya, Elise malah memancingnya. Tanpa diduga, ia membenamkan wajahnya di dada Elise.
Wanita itu tersentak kaget, jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang. Ia bisa merasakan napas hangat Diego menerpa kulitnya, membuatnya merinding sekaligus geli.
“Jangan begini...”
“Diam atau aku akan menerkam mu!”
Mereka saling diam, hanya deru napas yang terdengar memecah kesunyian malam. Suasana di kamar itu mendadak menjadi canggung.
Keduanya sama-sama kikuk, sama-sama belum pernah berada dalam situasi seperti ini sebelumnya.
Diego yang biasanya selalu terlihat angkuh dan berwibawa, kini tampak seperti anak kecil yang mencari kehangatan di pelukan ibunya. Ia sendiri merasa aneh kenapa tiba-tiba malah bertingkah seperti ini.
Sementara itu, Elise juga tidak kalah bingungnya. Ia tidak tahu harus berbuat apa.
Haruskah ia membalas pelukan Diego? Atau haruskah ia mendorong pria itu menjauh? Otaknya bekerja keras mencari jawaban yang tepat, tetapi nihil.
Elise terlalu gugup untuk berpikir jernih.
“Ehem...” Diego berdehem pelan, lalu mengangkat wajahnya dari dada Elise, menatap wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan. “Kau tidak keberatan?” tanya Diego dengan nada ragu.
Diego merasa bodoh telah bertanya. Tentu saja Elise keberatan! Siapa yang tidak keberatan jika tiba-tiba dipeluk oleh dirinya?
Elise menelan ludah dengan susah payah. Ia menatap balik mata Diego, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran pria itu.
“Saya tidak tahu harus berkata apa, Tuan,” jawab Elise dengan jujur. Ini pertama kalinya Elise berpelukan dengan seorang pria selain ayahnya.
Diego menghela napas panjang. Ia tahu bahwa ia telah membuat Elise tidak nyaman.
“Aku tidak bermaksud membuatmu merasa tidak nyaman. Aku hanya merasa tenang saat berada di dekatmu. Itu saja,” ucap Diego.
Mendengar pengakuan Diego, hati Elise sedikit terenyuh. Ia tidak menyangka bahwa seorang seperti Diego bisa memiliki sisi lembut seperti itu.
“Saya juga merasa nyaman berada di dekat anda, Tuan,” balas Elise dengan senyum canggung yang dipaksakan. Jika Elise berkata kalau ia keberatan, ia yakin nyawanya akan melayang detik ini juga.
Mendengar jawaban Elise, Diego merasa lega. Ia meraih tangan wanita itu dan menggenggamnya erat.
“Kalau begitu, bolehkah aku memelukmu lagi?” tanya Diego.
Elise tertawa kecil mendengar pertanyaan Diego. Ia menggelengkan kepalanya, tetapi tidak menolak saat Diego kembali memeluknya.
“Terserah anda saja, Tuan,” jawab Elise pasrah.
Namun, jauh dalam lubuk hatinya, Elise terus mengumpat kelemahannya di hadapan Diego kali ini.
lanjut thor💪💪semngt
Kamu akan diratukan oleh seorang mafia kejam kerana telah melahirkan benihnya yg premium langsung penerusnya..