Alan ... menikahlah dengan Delila, ku mohon! Aku sangat mencintai anakku Delila, aku paling tidak bisa terima bila dia di permalukan. Nelson Jocelyn
Saya tidak mau karena saya tidak mencintainya. Alan Hendra Winata
Maaf, maafkan aku telah menyeretmu ke dalam masalah besar ini. Delila Jocelyn
Pernikahan yang tak di inginkan itu apakah tumbuh benih-benih cinta atau hanya akan ada rasa sakit yang menjalar di antara keduanya?
Yang penasaran dengan ceritanya langsung saja kepoin ceritanya disini yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Datang Mencarinya
Luna memarkirkan mobilnya di tempat seperti biasanya. Di sebuah pohon rindang yang berada di perusahaan Jocelyn Group. Hampir satu jam lamanya tapi lelaki yang setiap harinya dia tunggu tak muncul juga.
Dengan cekatan dia pun mengambil kain pasmina di belakang jok yang Luna gunakan agar menutupi kepala, selain itu dia juga memakai masker, dan juga kacamata hitam untuk menutupi sebagian wajahnya.
Luna turun dari mobil berjalan memasuki gedung pencakar langit yang menjulang tinggi itu.
"Saya mau bertemu dengan Pak Alan. Apa beliau ada di dalam?" tanya Luna pada resepsionis yang berdiri di hadapannya.
"Pak Alan Hendra Winata, manager keuangan?" tanya wanita yang bername tag Nia.
"Ya betul," jawab Luna antusias.
Nia pun segera mengecek sesuatu yang berada di dalam layar komputer sebelum menjawab pertanyaan Luna.
"Pak Alan hari ini tidak masuk," jawab resepsionis itu.
"Apa? Memangnya kemana dia?" Mata Luna membulat sempurna ketika mendengar fakta bahwa Alan tak masuk kerja.
"Maaf, saya tak bisa memberitahukan alasannya."
"Saya ada keperluan yang sangat mendesak dengan beliau. Cepat katakan!" desak Luna dengan sorot mata tajam menatap Nia.
"Kebetulan ada Pak Reza yang menghandle schedule Pak Alan hari ini. Jika ada hal yang mendesak, anda bisa menemui Pak Reza saja," jelas sang resepsionis itu.
"Kamu itu bodoh atau bagaimana, hah? Saya hanya ingin bertemu dengan Pak Alan titik. Jadi cepat cari tahu dimana dia sekarang!" hardik Luna lagi.
Melihat bagaimana ekspresi Luna saat ini, dia mendudukkan tubuhnya dan segera menghubungi seseorang yang bisa memberikan informasi perihal keberadaan Alan sekarang. Sebelum akhirnya, Nia pun memberitahu dimana Alan berada.
"Pak Alan sedang menjemput Ibunya di bandara. Besok beliau kembali bekerja."
Luna tersenyum miring, dia sangat senang mendengar fakta tersebut.
"Si cacat tak berdaya itu dan mertua yang dingin tentu akan jadi kombinasi yang sangat baik," ucap Luna dengan penuh penekanan.
"Selamat datang di nerakamu, Delila ...," gumam Luna dengan senyum liciknya.
🌷🌷🌷
Disinilah Luna berada, di sebuah apartemen mewah yang dia tempati selama ini bersama Lucas. Luna masih terus tertawa membayangkan Delila mendapatkan perlakuan buruk dari Ibu mertuanya. Bayangan itu terus menari-nari di kepalanya dan dia sangat menikmati itu.
"Aku yakin wajah sok polos itu sekarang pasti sedang menangis tersedu-sedu karena Ibu mertuanya yang tak menyanjungnya seperti yang lain. Cih! Dasar perempuan menjijikkan, menjual simpati wajah polos dan cacatnya," dengus Luna dengan penuh emosi sembari memasukkan kode untuk membuka apartemennya.
"Aku rasa saat ini si cacat itu sedang menangis di atas tempat tidur. Dan seperti biasa Alan akan patuh pada Ibunya," pikir Luna dan kembali tertawa saat membayangkannya.
"Apa yang lucu, hah?" tanya Lucas dengan suara baritonnya. Kepulan asap keluar dari bibirnya itu.
Tampak Lucas yang sedang duduk dalam gelapnya ruangan apartemen. Lelaki itu menyenderkan tubuhnya pada sofa single dan satu benda berasap yang terjepit di antara jemarinya, hanya bara api yang terlihat jelas dari bola matanya.
"Shit!" maki Luna, tanpa sadar dia menjatuhkan beberapa paper bag karena kaget. Dia tak menyangka bahwa Lucas tiba lebih dulu daripada dirinya.
"Kamu tuli kah? Aku tanya apa yang lucu?" Lucas mengulang pertanyaan dengan nada yang masih dingin dengan kepulan asap keluar dari bibirnya ketika dia mengatakan itu.
Merasa tak di tanggapi, Lucas pun beranjak dari duduknya berjalan mendekati Luna yang masih terdiam mematung di depan pintu.
"A- aku tadi baru dengar lelucon," jawab Luna terbata tapi sepertinya Lucas tak peduli.
"Kamu darimana? Apa kamu tiap hari pulang selarut ini?" tanya Lucas yang sudah berdiri di hadapan Luna dengan wajah memerah, terpancar sebuah amarah di dalam sana.
"Eng- enggak kok, baru kali ini aja," jawab Luna berbohong. Padahal beberapa malam yang lalu Luna pulang 10 menit lebih awal dari Lucas yang tiba di apartemen pada pukul 1 malam.
"Aku pulang malam karena habis jenguk temanku di rumah sakit. Dia baru saja kecelakaan, makanya aku datang kesana untuk melihat kondisinya," ucap Luna beralasan panjang lebar berharap Lucas mempercayainya.
"Percayalah sayang ... aku tak melakukan apapun di luar sana," mohon Luna dengan tatapan sendu menahan tangis.
Sementara Lucas masih terdiam, tak menanggapi ucapan Luna. Dia menatap balik wanita yang berdiri di hadapannya.
Cukup lama mereka saling berpandangan, tapi Lucas sama sekali tak jua memberikan tanggapan apapun. Hingga akhirnya Luna terlebih dulu mengambil sikap.
"Kamu tunggu dulu ya, aku akan siapkan makan malam spesial untuk kamu," ucap Luna sembari mengecup bibir kekasihnya itu sekilas kemudian pergi meninggalkan Lucas begitu saja.
Lucas tersenyum muak ketika Luna meninggalkannya. Entah apa yang ada dalam pikiran seorang Lucas Wiratama saat ini.
🌷🌷🌷
Tak terasa sudah 4 hari berlalu dari kedatangan Ibu Alan dan semuanya berjalan dengan baik. Hari ini Delila meminta izin pada Alan untuk pergi ke sebuah pusat perbelanjaan di kota Jakarta dan tentunya akan mengizinkannya.
"Jadi Ibu masih suka terima order menjahit baju?" tanya Delila tercengang.
"Iya, untuk mengisi waktu luang Ibu. Bukan berarti Alan tak mengirimkan Ibu uang yang cukup, hanya saja Ibu tak terbiasa berdiam diri tanpa kegiatan apapun," jelas Ibu Alan pada Delila.
"Kenapa Ibu tak ikut Alan saja?"
"Sudah cukup bagi Ibu membimbingnya selama ini. Dan kini sudah waktunya dia menjadi lelaki yang mandiri dan penuh tanggungjawab."
"Ibu sangat hebat," ucap Delila kagum sembari tersenyum menandakan dirinya mengerti apa yang Ibu mertuanya jelaskan.
"Jadi apa kamu mau Ibu membuatkan baju untukmu?" tanya Ibu mertuanya itu.
"Apa benar Ibu berkenan menjahitkan baju untukku?" tanya Delila sembari terus memilih kain berbeda motif. Saat ini mereka tengah berada di sebuah toko kain di pusat perbelanjaan ternama.
"Tentu saja, Nak. Kamu mau model seperti apa?" Tanya nya lagi.
”Aku selalu mengenakan celana atau rok panjang, Bu. Dan blouse atau kemeja sebagai atasan," jawab Delila antusias.
"Baiklah, Ibu akan menjahitkan baju di kampung. Dengan begitu kamu harus mendatangi Ibu ke kampung untuk membawanya."
Delila terdiam untuk sesaat lalu dia menatap dalam wajah Ibu mertuanya yang terlihat tegas itu.
"Ibu jangan khawatir. Tanpa Ibu menjahitkan aku baju, aku akan senang hati mengunjungi Ibu ke kampung," ucap Delila dengan tersenyum manis di wajah cantiknya.
Tampak Ibu Alan yang terlihat tegas dan terkesan dingin itu membalas senyuman menantunya dengan senang hati.
🌷🌷🌷
Waktu terus berputar, siang itu Delila tengah menikmati kudapan sembari menonton tv di temani Ibu mertuanya.
"Apa Ibu pernah datang ke perusahaan tempat Alan bekerja?"
.
.
.
🌷Bersambung🌷
Cerita cinta setelah pernikahan dimana keduanya sama-sama terluka oleh orang yang mereka cintai. Ngebayangin diposisi Alan dan Delila pasti rasanya enggak mudah untuk mereka menerima satu sama lain.
Meski perlahan sekarang hubungan mereka mulai membaik, tetapi komunikasi dan pikiran mereka terhadap masa lalu yang membuat semuanya jadi rumit.
Apalagi masa lalu yang justru nggak terima atas kebersamaan Alan dan Delila, semoga enggak jadi penghalang untuk hubungan mereka kedepannya.
Semoga Alan dan Delila dapat saling mencintai, tanpa terikat oleh masa lalu.
Bahagia selalu untuk mereka, juga tanpa adanya kontrak yang terikat😊😊
Semangat untuk Kakak.
Semangat untuk nulisnya, jaga kesehatan, dan sukses selalu💪💪❤️❤️🥰😘
Hanya masalahnya sekarang ....😔
suger Daddy
Ngapain nyari-nyari Delila?😒