Tiga Tahun berumah tangga, Amanda merasa bahwa pernikahannya benar-benar bahagia, tapi semua berubah saat ia bertemu Yuni, sahabat lamanya.
Pertemuan dengan Yuni, membawa Amanda pergi ke rumah tempat Yuni tinggal, dimana dia bisa melihat foto pernikahan Yuni yang bersama dengan pria yang Amanda panggil suami.
Ternyata Yuni sudah menikah lima tahun dengan suaminya, hancur, Amanda menyadari bahwa dia ternyata adalah madu dari sahabatnya sendiri, apakah yang akan Amanda lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Delapan
Azka yang telah selesai mandi keluar dengan hanya memakai handuk yang melilit tubuhnya. Dia mendekati Amanda dan mengecup dahi istrinya.
"Pagi, Sayangku. Apakah tidurnya nyenyak?" tanya Azka dengan suara manis seperti biasanya.
"Tentu saja, Mas. Selagi kamu ada di sampingku, aku akan merasa nyaman," ucap Amanda. Dia berusaha bersikap seperti biasanya.
"Eh, kamu baru terima telpon. Dari siapa?" tanya Azka. Dia melihat istrinya memegang ponselnya.
Amanda tampak gugup mendapatkan pertanyaan begitu. Dia baru menyadari kalau gawainya baru dimatikan.
"Dari sahabatku. Dia mengundangku untuk menghadiri ulang tahun putranya. Dia mau aku datang ke restoran itu. Sebenarnya hanya dia, suami dan putranya. Tapi karena kebetulan aku di sini, dia ingin mengenalkan aku dengan suaminya," jawab Amanda apa adanya.
Azka yang sedang berpakaian menghentikan kegiatannya. Amanda memperhatikan tingkah suaminya yang gugup.
"Kenapa kebetulan sekali? Apa yang Amanda maksud itu Yuni? Apakah sahabatnya itu Yuni?" tanya Azka dalam hatinya.
Azka lalu duduk di samping istrinya. Dia ingin tahu, takut jika itu memang istri pertamanya.
"Sayang, apakah kemarin kamu jadi ke rumah sahabatmu itu?" tanya Azka. Dia ingin tahu jawaban istrinya. Jika itu memang Yuni, dan Amanda telah ke rumahnya, pasti sudah melihat foto mereka. Jadi tak mungkin istri mudanya ini tak marah.
"Jadi, aku kemarin ke rumahnya dan bermain dengan putranya," jawab Amanda. Dia sengaja membuat Azka penasaran. Ingin tahu, sampai dimana pria itu masih menutupi kebohongannya.
Azka menatap wajah istrinya lama. Ia berusaha tersenyum, tapi senyum itu tampak kaku. “Oh begitu. Apa kamu senang di sana?” tanyanya pelan, suaranya sedikit serak.
Amanda menatap balik, menahan napas. “Senang, Mas. Sahabatku baik sekali. Anaknya juga lucu.” Ia berhenti sejenak, pura-pura berpikir, lalu menambahkan, “Anak itu mirip sekali sama seseorang, cuma aku lupa, mirip siapa ya.”
Azka sontak menoleh. Handuk kecil di lehernya hampir jatuh. “Mirip siapa?” tanyanya cepat, berusaha terdengar santai, tapi jelas ada nada panik di suaranya.
Amanda tersenyum samar. Ia menikmati reaksi suaminya itu. “Entahlah, mungkin cuma perasaanku saja,” ujarnya dengan nada menggantung.
Azka bangkit berdiri, pura-pura mencari kemeja di lemari, padahal pikirannya sudah porak-poranda. "Jangan-jangan itu benar Yuni dan Amanda sudah tahu semuanya. Tapi jika Amanda telah tahu semuanya, tak mungkin dia diam saja. Pasti hanya kebetulan saja." Pikir Azka. Tangannya sedikit gemetar saat mengancingkan kemeja putihnya.
Amanda memperhatikan gerak-geriknya, lalu berdiri mendekat. Ia meraih tangan Azka yang kini dingin, menatapnya dengan tatapan lembut tapi menusuk. "Mas … kamu kenapa sih? Dari tadi kayak tegang banget. Ada yang salah?”
Azka menggeleng cepat. “Nggak, cuma … kaget aja kamu tiba-tiba punya teman di kota ini. Selama ini kamu tak pernah cerita," jawabnya sambil memalingkan wajah.
Amanda tersenyum tipis, mendekatkan wajahnya ke dada suaminya. “Namanya dunia kecil, Mas. Kadang yang nggak kita duga justru ada di depan mata. Lagi pula aku udah katakan kemarin kalau aku baru dapat kontaknya lagi. Kok kamu jadi pelupa begini, Mas,” bisiknya pelan.
Kalimat itu membuat napas Azka tertahan. Ia masih bertanya-tanya apakah Amanda sudah mengetahui kebohongannya atau semua ini hanya kebetulan saja.
Amanda lalu mundur selangkah, menatap Azka dengan tatapan datar namun matanya berkilat tajam. "Mas, sore nanti aku akan datang ke ulang tahun anak sahabatku. Apa kamu mau ikut?" tanya Amanda.
"Nggak, Sayang. Hari ini aku rapat hingga malam. Maaf, aku tak bisa menemani kamu," ucap Azka.
Dia mendekati istrinya dan memeluknya. Dia mengecup pipi Amanda, seperti yang selalu dilakukan.
"Kalau memang sahabat Manda adalah Yuni, tak mungkin dia bisa setenang ini. Jangan kuatir, Azka. Ini hanya ketakutan kamu saja," ucap Azka bermonolog pada dirinya sendiri.
"Kalau begitu, aku pergi sendiri saja, Mas. Ingat, Mas. Jangan telat makan walau pun kamu sibuk," ucap Amanda.
"Pasti, Sayang. Aku akan menjaga kesehatanku agar bisa terus bersama kamu hingga kita menua. Aku ingin bersama kamu selamanya. Berdua tanpa ada yang menggangu," ujar Azka.
"Mas, kenapa berdua? Apa kamu tak ingin memiliki anak dariku?" tanya Amanda.
Selama ini dia pikir suaminya begitu baik karena mau menerima dirinya apa adanya. Walau dia belum juga hamil, Azka tak pernah menuntut. Sadarlah dirinya kalau semua karena pria itu telah memiliki keturunan dari wanita lain.
"Sayang, aku berkata begitu karena tak mau kamu kepikiran terus mengenai keturunan. Bagiku, berdua saja sudah cukup. Aku menikahi kamu karena aku sangat mencintaimu, bukan karena ingin memiliki keturunan," balas Azka.
Amanda menunduk sejenak, pura-pura terharu mendengar ucapan suaminya. Ia tersenyum tipis, lalu menatap Azka dengan lembut.
“Mas, kamu selalu bisa bikin aku tenang,” katanya pelan. “Tapi, kadang aku masih merasa bersalah. Tak bisa kasih kamu anak.”
Azka segera menggeleng. “Jangan ngomong gitu, Sayang. Aku bahagia kok sama kamu. Aku nggak pernah merasa ada yang kurang.”
Amanda menatap wajah suaminya dalam-dalam. Ada sesuatu di balik sorot mata itu, sesuatu yang disembunyikan, sesuatu yang tidak ingin ia ketahui, tapi justru makin jelas.
Ia tersenyum tipis, menyembunyikan rasa getir di dadanya. "Iya, Mas. Kamu memang terlihat bahagia. Tapi aku tahu, itu bukan karena aku saja. Karena kamu telah memiliki putra."
"Sayang, aku pamit dulu. Jangan lupa kabari aku dimanapun kamu pergi," ucap Azka sambil menggenggam tangan istrinya itu.
"Aku sudah dewasa, Mas. Kalau kamu selalu begini, nanti jika suatu hari kita berpisah, aku pasti akan canggung karena tak ada yang perhatikan lagi," ujar Amanda.
"Sayang, kenapa kamu bilang gitu? Kita tak akan pernah berpisah!"
Amanda membalas genggaman tangan suaminya. Dia lalu bersandar di dada pria itu. Jika dulu dia akan merasa sangat tenang, berbeda saat ini. Dia merasakan sesak.
"Mas, kita tak tau takdir apa kedepannya. Semua itu rahasia Tuhan. Jangan buat aku seperti anak kecil yang harus bergantung denganmu saja. Aku mau belajar mandiri."
Amanda berkata begitu memang menuruti kata hatinya. Selama menikah dengan Azka dia selalu diratukan. Semua kebutuhan disediakan suaminya. Dia berjanji, akan belajar mandiri lagi. Kedua orang tuanya juga telah tiada dua tahun lalu. Tak ada lagi tempatnya berlindung jika nanti pisah. Dia harus belajar kuat.
"Aku tak suka dengan ucapanmu itu. Sayang, ingat ... aku mencintai kamu kemarin, saat ini, lusa dan selamanya. Jadi jangan pernah berpikir untuk pergi atau berpisah. Aku memanjakan kamu karena kamu adalah wanitaku. Hanya kamu yang ada di hati ini," ucap Azka. Dia mengecup tangan istrinya itu.
Amanda menarik napas dalam. Jika dulu kata-kata itu akan membuatnya terbang tinggi, sekarang kata-kata itu justru membuatnya merasa jatuh. Semua ucapan itu terdengar hanya bualan.
"Jangan pernah berpikir yang macam-macam. Aku pergi dulu. Ingat pesanku tadi, jangan lupa kabari aku kapanpun dan dimanapun kamu berada biar aku tenang," pesan Azka.
"Iya, Mas. Hati-hati."
Azka mengecup dahi istrinya dan bibirnya dengan lembut. Dia lalu memeluknya sebelum pergi meninggalkan kamar hotel.
supaya adil tdk ada yg tersakiti..
amanda dan yuni berpisah saja..
klo terus bersm yuni hanya amanda yg diikiran azka ..hanya u status nathan..
klo terus dengan amanda..azka melepas yuni merampas nathan..bagai mana perasaan yuni apalagi amanda sahabat nya..
kita mah pembaca nurut aja gimana kak authornya..walau baper gemesh😂😂😂