Athaya, seorang gadis mungil yang tinggal di pelosok desa. Berlari tunggang langgang kala ketahuan mencuri mangga tetangganya.
"Huuu dasar tua bangka pelit! Minta dikit aja gaboleh!" sungutnya sambil menatap jalanan yang ia tapaki tadi—menjauhi massa penduduk yang mengejarnya.
Athaya adalah gadis desa yang hidup sebatang kara di tengah masyarakat yang menganut budaya nepotisme.
Dimana, mereka lebih memikirkan kerabatnya, daripada orang susah yang ada di sekitarnya. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat Athaya untuk bertahan hidup.
Sampai akhirnya, ia mengalami hal di luar nalar saat masuk ke hutan. Ia masuk ke dalam portal misterius dan berakhir masuk ke dalam tubuh seorang selir yang sedang di siksa di tengah aula paviliun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mur Diyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saksi bisu paviliun anggrek plum
"Lepaskan aku, Elios!!" Teriak Elise.
Namun telat, pintu paviliun sudah terkunci. Kini, hanya tersisa Elios dan Elise di dalam kamar.
Mata bulat Elise membola. Mencoba mundur beberapa langkah.
Tatapan tajam Elios benar-benar membuatnya takut sekarang. Mau bagaimanapun juga, ia tetap seorang gadis biasa.
"Jangan dekati aku!" teriak Selir Elise—menodongkan pisau ke arah Elios.
Elios semakin menatap nanar Elise. Sikap selirnya kali ini benar-benar berubah drastis. Elise yang ia kenal bukanlah wanita yang seperti ini. Hanya karena ia menamparnya. Elise langsung berubah kasar dan acuh kepadanya.
"Apa aku terlalu keras tadi." batinnya merasa kesal.
Ia kesal pada dirinya sendiri. Kenapa ia justru semakin kecarian kala selirnya ini menjauh? Bukankah ini hal bagus? Tidak akan ada lagi penganggu cengeng yang hobinya tukang caper dan playing victim bukan?
Merasa memiliki celah. Elise segera berbelok ke samping. Hendak menghindari Elios dan keluar dari kamar. Kabar buruk seolah memberitahunya jika ia terus berlama-lama di dalam sini. Maka mungkin saja semuanya terlambat.
"Mau kemana kamu, Selir Elise." cegat Elios. Meraih pergelangan tangan Elise dan sedikit mengangkatnya.
Elise semakin kesal sekarang. Ia kembali memberontak. Namun cengkraman tangan Elios lagi-lagi semakin kuat.
"Lepasin dasar brengsek!!" Teriak Elise.
Elise merutuki dirinya sendiri sekarang. Bagaimanapun, bukan ini yang ia mau. Ia paling benci berurusan dengan laki-laki. Semua laki-laki di matanya itu pemain. Mereka gila perempuan, tidak ada lelaki setia di dunia ini.
Semakin ia merasakan perasaan Elise asli satu persatu. Ia merasa tak tega sekaligus kesal.
Bodohnya Elise mau dijadikan selir. Padahal di luar sana pasti banyak yang lebih mencintai dan menginginkannya.
Mengingat betapa bodohnya Elise mencoba mendapatkan hati Elios. Ia jadi kembali teringat dengan kematian ibunya.
Dulu, ibunya pun sama seperti Elise. Mengejar ayah yang sangat ibunya cintai. Padahal jelas-jelas ayah bukanlah seorang lelaki yang baik. Namun ibunya selalu ngotot dan mengikuti perasaannya sendiri.
Alhasil, apa yang sekarang ia dapatkan? Hanya penyesalan di ujung nafasnya. Menyesal kenapa dulu ia tidak menghargai dirinya sendiri. Menyesal kenapa dulu ia lebih mengikuti perasaan daripada logikanya sendiri. Sekarang yang jadi korban siapa? Tentu saja anak!
"Lepasin brengsek!!" serunya.
"Aku gaakan lepasin kamu. Bagaimanapun juga, kau sudah menjadi istri keduaku, Selir Elise."
"Aku gasudi! Mending aku mati daripada menjadi pilihan kedua!" serunya—menatap Elios penuh kebencian.
Elios terdiam mematung. Tangannya mengepal erat menahan emosi. Ia belum pernah diperlakukan seperti ini oleh wanita sebelumnya. Hal itu membuat dirinya merasa benar-benar diinjak.
Ia mencengkram dagu Elise untuk mendongak menatapnya.
"Apa aku ada menyuruhmu untuk berpisah, Elise? Kau sendiri yang menginginkan pernikahan ini bukan?" ucapnya menggeram.
Elise semakin menatap Elios penuh kebencian. Semakin dilihat, semakin Elios mirip dengan ayahnya. Egois, minim empati, semaunya sendiri, kasar, dan juga merasa paling tinggi. Ia benar-benar benci laki-laki yang mirip dengan ayahnya.
"kenapa dari sekian banyak lelaki, kau harus menikahi lelaki brengsek ini, Elise Yunyi!!" teriaknya dalam hati penuh kesal.
Setelah sekian lama ia bisa bernafas lega karena tidak merasakan kejahatan sang ayah, sekarang justru berganti dengan kehadiran Elios yang 11 12 dengan ayahnya. Itu benar-benar seperti terjebak di satu sifat tapi dua orang yang berbeda.
"Kenapa diam?" geram Elios. "Jawab!" serunya sedikit meninggi.
Elise semakin menatap benci Elios. Rasanya ia ingin sekali meludahi wajah lelaki itu. Namun itu sama saja mengantarkan nyawanya sendiri pada kematian.
Bagaimanapun juga, Elios tetap putra mahkota. Yang tidak bisa sembarangan orang emosi hanya karena tindakannya.
"Ce-rai-kan akuu!!" teriaknya, menatap tajam Elios.
Lelaki itu seketika membatu. Namun rahangnya berubah mengeras. Ia semakin mencengkram kuat dagu Selir Elise. Semakin di tantang, semakin ia ingin menggauli selirnya ini agar tidak pergi kemana-mana.
"Sepertinya, kau memang harus di buahi dulu agar lebih menurut, Selir Elise."
Sepersekian detik selanjutnya. Bibir mereka bertemu dalam gelora panas yang saling bertolak belakang.
Hawa panas menyeruak—menggelitik setiap inci tubuh Selir Elise.
Pertemuan mereka benar-benar sangat spontan. Hingga Elise sama sekali tak memiliki ruang untuknya kabur.
Ia memukul dengan keras dada bidang Elios. Berharap lelaki itu segera melepas ciuman mereka. Namun bukannya melepaskan, Elios justru semakin memperdalamnya.
"lepasmmhh!!!" teriak Elise.
Namun kini Elios benar-benar sudah di mabuk akan tubuh Elise. Ia yang dulu menghina tidak tertarik dengan Elise. Kini dia yang menjilat ludahnya sendiri.
Kesal dengan segala perlawanan Elise. Putra Mahkota Elios langsung mengangkat tubuh Elise. Dan menjatuhkannya kasar di atas ranjang.
Elios berjalan mendekat menaiki ranjang. Menatap tajam Elise yang berusaha untuk kabur.
Segala perlawanan Elise coba. Namun semuanya gagal. Elios—tak akan melepasnya begitu saja.
Malam pun berubah merah. Menyisakan hawa panas dan desah lirih di paviliun anggrek plum yang membuat tubuh siapapun meremang mendengarnya.
Seluruh prajurit Elios langsung merunduk kala mendengar suara yang begitu privasi dari kamar Selir Elise.
Atmosfer berubah panas. Seiring dengan getaran dan desah rendah yang semakin kuat dari arah kamar.
Para prajurit yang berjaga di depan kamar Elise sampe meneguk ludah masing-masing kala mendengar teriakannya.
Lu Zhen, Pengawal pribadi Elios langsung mendelik tajam kala melihat para bawahannya cekikikan.
"Jaga mimik wajah kalian!" bisiknya penuh penekanan. Membuat para prajurit bawahan yang tadi cekikikan langsung kicep dan kembali merunduk.
"ma-maaf, komandan." jawab prajurit merunduk takut.
Semakin lama, suara erangan dan desahan dari arah kamar semakin terdengar seperti jeritan kesakitan yang nikmat. Membuat Komandan Lu Zhen ikut merem melek mendengarnya.
"Ko-komandan terang sang juga yaahh??" ledek prajurit yang tadi ia marahi, cekikikan menatap wajah Lu Zhen yang berubah tegang.
Lu Zhen menoleh—menatap tajam prajuritnya. "Diam kamu! Atau gaji kamu saya potong!" ancamnya kesal.
"Ja-jangan dong komandang..."
"Makannya diam!"
"I-iyaaa." ucapnya kembali merunduk, menyesali perbuatannya yang berani-beraninya menjaili sang tangan kanan putra mahkota mereka.
Suasana kembali hening. Kini paviliun anggrek plum, menjadi saksi bisu persatuan mereka sekarang.