Jerat Cinta Mr. Bachtiar

"Pulang sekarang Tuan?" tanya Ardi.

Ia melihat Sam telah mematikan semua laptop dan Ipad-nya.

"Ya, siapkan mobil," sahut Sam kemudian beranjak dari kursinya.

Ia berjalan dengan tergesa keluar dari ruang kerjanya diikuti oleh Ardi. Asisten pribadinya itu pun mengamati Sam dengan kedua matanya.

Tuan Sam begitu tergesa, sepertinya ia sangat ingin menemui nona Alia. Aku belum pernah melihat semangatnya lagi semenjak kepergian nona Helena.

Jika memang Tuan menginginkan nona Alia, maka apapun yang terjadi aku tidak akan membuat nona pergi dari hidup Tuan Sam.

Ardi berkata di dalam hatinya. Menurutnya, masa paling kelam Tuannya adalah ketika Helena pergi meninggalkan Sam keluar negeri, padahal saat-saat itu Sam baru kehilangan ibunya.

Sam membutuhkan Helena untuk berada di sisinya, tapi wanita itu malah lebih memilih karirnya demi mewujudkan impiannya menjadi balerina internasional.

Ardi, yang melihat keterpurukan Tuannya itu seolah memahami mengapa Sam kini memiliki emosi yang tak terkendali. Bahkan Sam harus meninggalkan rumah dan perusahaan Bintang Utama saat usianya masih remaja, karena merasa muak dengan Angela, istri kedua John Lawier.

Sam hanya bermodalkan perusahaan kecil peninggalan kakeknya, ayah dari ibunya. Hingga kini perusahaan kecil itu menjadi perusahaan raksasa yang mendunia.

Siapa sangka, anak remaja yang kehilangan separuh dari kehidupannya itu, kini telah menjelma menjadi raja bisnis, yang bahkan hampir semua perusahaan membutuhkan dukungan darinya.

...----------------...

Alia melihat jam menunjukkan pukul 10 malam dan Sam masih belum juga pulang. Sebenarnya ia sudah mengantuk, tapi mengingat Sam akan menghukumnya, ia jadi tidak berani memejamkan mata.

Hukuman satu saja belum tau ia akan diapakan, jika tidur nanti bisa-bisa hukumannya ditambah.

Alia pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya, namun baru saja ia membuka pintu, pengawal yang berjaga pun menghadang dirinya

"Maaf nona, anda mau kemana? Nona tak diizinkan meninggalkan kamar oleh Tuan Sam."

Alia pun menarik nafasnya panjang.

"Aku hanya ingin ke ruang depan, menunggu bos mu! Kau bisa mengawal ku di sana," sahut Alia jengah.

Sam Kawter benar-benar keterlaluan. Dia mengurungku seolah aku memang seekor kelinci. Aku kan manusia!!

Alia pun berjalan ke arah ruang depan, diikuti oleh pengawal Sam. Ia bermaksud ingin menunggu Sam di sana. Karena jika ia menunggu pria itu di kamar, rasa kantuk senantiasa memintanya untuk memejamkan mata.

Baru saja Alia tiba di sana, terlihat seseorang memasuki ruang itu. Alia pun tercekat, langkahnya terhenti kala menatap siapa yang datang. Wajah itu pernah Alia lihat pada acara yang ia datangi kemarin bersama Sam.

John Lawier Bachtiar, ayah Devan yang juga ayah Sam.

"Kamu...siapa?" tanya John memperhatikan Alia.

Alia terdiam. Lidahnya seolah kelu tak mampu menjawab John.

"Apa kau kekasih putraku? Atau simpanan? Atau wanita malamnya?" tanya John.

Apa?

Lagi-lagi, seseorang memandangku begitu rendahnya. Apakah memang tak ada nilai berharga di dalam diriku walau hanya sedikit saja?

Dia bahkan tidak kenal aku, tapi mengapa kata-katanya sangat menusuk hatiku. Apa memang orang kaya selalu memandang rendah orang miskin seperti ku?

Hah! Aku muak dengan keluarga Bachtiar!

"Ku rasa tebakan ku yang kedua atau terakhir benar kan nona? Kau pastilah bukan kekasih putraku, sebab aku tahu siapa kekasihnya. Dan seingat ku bukan dirimu," tutur John.

Alia menelan saliva nya perlahan, menghela nafas panjang untuk mengatur hatinya.

Tidak Alia. Kau tidak boleh sakit hati. Kau harus kuat. Kau tegar, kau sudah biasa dihina bukan? Jadi kali ini, tenangkan lah hatimu seperti penghinaan-penghinaan yang sebelumnya.

"Benar Tuan, saya memang bukan kekasih Sam Kawter. Saya kebetulan hanya bekerja untuknya untuk sementara waktu, tapi saya tidak menjual tubuh saya padanya," sahut Alia berusaha setenang mungkin.

John menaikkan sebelah alisnya. Ia menatap Alia dari atas hingga ke bawah, meragukan jawaban Alia.

"Pekerja apa yang dilakukan wanita muda sepertimu selain menjual tubuh nona?" tanya nya.

Alia tercekat. Hatinya sudah penuh sesak. Sakit.

Ia mengepalkan kedua tangannya, menahan bibir yang telah bergetar.

Jangan nangis Alia. Jangan!

Dia akan semakin menghinamu jika kau sedikit saja meneteskan airmata.

"Saya—"

"Wah..wah, ada apa ini?" tiba-tiba saja terdengar suara Sam memenuhi ruangan, menghentikan ucapan Alia.

Alia menatap Sam sejenak. Sam datang di waktu yang tepat, menurut Alia. Namun tanpa Alia tahu, Sam telah berada di sana sejak tadi, dan ia mendengar semua yang dikatakan ayahnya kepada Alia.

Hingga ia pun memutuskan untuk muncul di saat melihat Alia sudah tak mampu menghadapi John lagi.

Sam berjalan dengan tenang dan berdiri di sisi Alia, di hadapan John.

"Untuk apa kau ingin tahu urusan pribadiku? Wanita ini adalah milikku, kau tidak berhak menilainya!" tegas Sam.

John pun tersenyum miring.

"Kau terlalu mudah mempermainkan wanita Sam."

"Apa? Apa aku tidak salah dengar? Bukankah kau yang mengajarinya?" sindir Sam tersenyum menyeringai.

Sam pun menggenggam tangan Alia dan berbisik kepadanya.

"Masuklah."

Mendengar itu, Alia pun bergegas meninggalkan Sam dan John Lawier menuju kamarnya diiringi oleh tatapan Sam hingga Alia menghilang dari balik dinding.

"Baiklah, aku tidak akan membahas wanita itu. Itu urusanmu.  Aku hanya ingin mengatakan, besok ada rapat pemegang saham Bintang Utama. Kau harus datang karena kau merupakan bagian darinya," tutur John.

"Untuk apa aku datang?" tanya Sam.

"Kau salah satu pemiliknya Sam. Dan kemarin aku melihatmu datang di acara perusahaan, bukankah kamu ingin menjadi bagian darinya?"

Mendengar itu Sam pun tertawa.

"John Lawier Bachtiar, dengar. Tanpa perusahaan besarmu itu, aku kini mampu membangun perusahaan megahku. Aku tak butuh jabatan di sana sebab aku adalah pemilik kerjaan bisnis di kota ini, apa sampai sini kau mengerti?"

John pun menelan saliva nya kasar. Ia masih melihat betapa sorot mata Sam masih penuh kebencian kepadanya. Bahkan putranya itu tak ingin lagi terlibat dalam urusan perusahaan yang ia bangun sejak lama.

"Pergilah, aku tidak ingin melihatmu terlalu lama," tutur Sam tanpa melihat ke arah John.

John terdiam sejenak, lalu ia segera meninggalkan Mansion Sam tanpa berkata apapun.

Sam mengepalkan kedua tangannya.

"Melihatnya membuat luka dihatiku kembali terbuka. Aku sangat membencinya!" gumam Sam.