Bagaimana jadinya jika seorang dokter cantik yang selalu ceria dan petakilan bertemu dengan seorang tentara yang memiliki sifat dingin dan juga galak? akankah mereka bisa bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7 Patricia Yang Manja
Kapten, anda tidak makan?” tanya Cinta.
“Tidak, kalian saja duluan,” sahut Kapten Reynold dingin.
“Kapten, udara di sini sudah cukup dingin jangan ditambah dingin lagi dengan sikap Kapten,” goda Cinta dengan senyumannya.
Reynold menatap Cinta dengan tatapan yang sangat tajam. “Cepat makan dan setelah itu istirahat, karena mulai besok kalian akan sangat sibuk,” ucap Kapten Reynold dingin.
“Siap, Kapten!” Cinta pun segera mengambil makanan.
Reynold geleng-geleng kepala melihat tingkah Cinta. Baru kali ini ada tenaga medis yang berani menggoda dia, sebelumnya tidak ada yang berani kepadanya. Jangankan untuk menggoda, untuk menyapa pun mereka sangat sungkan.
“Lettu, dokter-dokter kali ini cantik-cantik ya, gak kaya yang kemarin kebanyakan sudah punya anak,” bisik Bagus.
Dean mendelikan matanya ke arah Bagus membuat Bagus seketika menundukkan kepalanya. Dean dan Reynold mempunyai sifat yang sama, dingin, galak, dan juga tegas. Tidak ada yang berani membuat masalah di sana karena Reynold tidak akan segan-segan menghukum siapa pun yang sudah membuat masalah.
“Kok kamu cuma ambil nasi dan telor doang?” tanya Cinta.
“Lah, yang ada cuma telor dan mie instan, ya mending makan sama telor doang dibanding sama mie, gak baik untuk kesehatan,” sahut Hugo.
“Kondisi lagi kaya gini masih mikirin gizi, sudahlah makan saja yang ada. Mending makan makanan yang tidak bergizi daripada perut keroncongan,” kesal Lucy.
“Ya, sudah kamu saja yang makan jangan mikirin aku,” timpal Hugo.
“Astaga, bisa diam tidak? Kalian mau dihukum sama Kapten Reynold? Lihat dari matanya saja sudah sangat menyeramkan apalagi kalau dia marah, bisa-bisa kamu dimakan mentah-mentah sama dia,” kesal Cinta.
“Heem, wajah mereka semuanya pakai penutup wajah tapi dari tatapan mereka bisa terlihat jika mereka galak-galak,” timpal Lucy.
Setelah selesai makan malam, semuanya pun masuk ke dalam tenda untuk beristirahat. “Gila, ini ranjang atau batu, keras banget,” keluh Lucy.
“Terima saja, namanya juga di tempat darurat mana ada kasur di sini,” sahut Cinta.
“Bisa-bisa badanku sakit semua ini,” keluh Lucy kembali.
Lucy pun mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang besi itu, sedangkan Cinta masih memperhatikan sekitar. Dia sama sekali belum ngantuk, selain dia tidak biasa tidur cepat, dia juga sudah kenyang tidur di pesawat tadi. Cinta mulai menyalakan ponselnya namun sayang sekali tidak ada signal di sana.
“Astaga, gak ada signal sama sekali,” gumam Cinta.
Cinta pun keluar dari tenda untuk mencari signal karena dia ingin menghubungi kedua orang tuanya. Cinta mengangkat-angkat ponselnya di udara berharap akan ada signal. Saking fokusnya mencari signal, Cinta sampai tidak melihat jika Reynold sedang duduk selonjoran di depan tenda dengan posisi duduk dan tubuhnya menyandar ke pepohonan.
Bruaakkk...
Cinta tersandung kaki Reynold, dan terjatuh dengan posisi tengkurap. “Aw...”
“Kamu ngapain keluar tenda?” tanya Kapten Reynold yang langsung bangkit dari duduknya.
“Aku sedang mencari signal,” lirih Cinta.
Reynold tampak menahan senyumannya di balik penutup wajahnya itu. Posisi Cinta jatuh sangat lucu bahkan tentara yang lainnya sudah tertawa dari tadi. Cinta segera bangun dengan wajah yang memerah menahan malu.
“Bukannya nolongin, malah lihatin doang,” kesal Cinta sembari membersihkan bajunya dari tanah yang menempel.
“Kamu terluka?” tanya Kapten Reynold.
“Tidak,” sahut Cinta.
“Syukurlah, kalau kamu luka obati saja sendiri, kamu ‘kan dokter,” ucap Kapten Reynold dingin.
“Iya, aku tahu.” Cinta yang terlihat kesal pun dengan cepat masuk kembali ke tenda.
Cinta melihat telapak tangannya yang sedikit lecet. “Astaga, kenapa aku bisa ceroboh seperti itu sih. Lukanya tidak seberapa, tapi malunya itu loh yang sangat besar. Mana diketawain Bapak-bapak tentara lagi,” gumam Cinta.
Cinta menyimpan ponselnya dan tidak jadi menghubungi kedua orang tuanya. Dia pun merebahkan tubuhnya, terlihat Lucy sudah terlelap. Cinta menerawang ke atas langit-langit tenda.
“Baru kali ini aku ditugaskan di tempat yang sedang mengalami konflik seperti ini. Rasanya was-was sekali, apa aku sanggup menjalani misi ini?” batin Cinta.
Tidak lama kemudian, terdengar suara bom membuat semuanya panik dan keluar dari tenda termasuk Cinta. “Jangan panik, kembali ke tenda kalian. Biar kami yang jaga kalian, mereka tidak akan sampai menyerang ke sini!” teriak Kapten Reynold.
Semuanya mengerti dan kembali masuk ke dalam tenda dengan perasaan was-was. “Gila, bikin sport jantung saja,” ucap Lucy.
Cinta hanya bisa terdiam, dia tidak peduli dengan ucapan Lucy. Saat ini jantungnya memang sedang tidak baik-baik saja. Untuk pertama kalinya dia mendengar suara bom yang asli dan ternyata membuat tubuh Cinta lumayan bergetar.
Malam itu tidak ada yang tidur dengan nyenyak semuanya was-was setelah mendengar suara bom yang menggelegar itu. Baru menjelang subuh semuanya mulai terlelap. Pagi-pagi sekali Kapten Reynold dan yang lainnya membangunkan Cinta dan teman-teman yang lainnya.
“Bangun semuanya, sudah pagi!” teriak Kapten Reynold.
Seketika semuanya kaget dan langsung bangun. "Astaga, baru saja kita tidur menjelang subuh tidak bisakah Bapak-bapak Tentara membiarkan kami tidur sebentar lagi," keluh Hugo dengan masih memejamkan matanya.
Dean meniup peluit yang sangat keras membuat semuanya semakin kaget dan langsung membuka mata mereka lebar-lebar. "Ini bukan rumah kalian yang bisa bangun seenaknya, cepat bangun karena pasien terluka tidak bisa menunggu lama-lama!" teriak Kapten Reynold.
"Jangan teriak-teriak Pak, telinga kami masih normal jadi tanpa teriak-teriak pun kami masih bisa mendengar," ucap Cinta.
"Kalau begitu cepat siap-siap, kita harus menuju pengungsian untuk mengobati para pasien," tegas Kapten Reynold.
Para dokter itu semuanya banyak yang mengeluh tapi walaupun masih ngantuk, mereka harus profesional. Setelah mencuci wajah masing-masing, mereka pun mengambil tas medis masing-masing dan segera mengikuti para Tentara menuju tempat pengungsian. Reynold masih saja memperhatikan Patricia karena bagaimana pun Patricia adalah wanita yang sangat dia cintai.
"Kasihan Patricia, pasti dia masih sangat ngantuk," batin Kapten Reynold.
Mereka semuanya jalan kaki untuk sampai di tempat pengungsian. "Ini tempat pengungsiannya di mana sih? mana kami belum sarapan, disuruh jalan jauh pula," keluh Lucy.
"Nanti kalian bisa sarapan di pengungsian karena rekan-rekan kita membuat dapur umum di sana," sahut Dean.
"Iyuuuhhh.... memangnya kalian pikir kita itu seperti kalian yang bisa makan apa saja dan di mana saja, kami tidak mau ya, sampai makan alakadarnya. Tadi malam kami sudah makan mie, jangan sampai nanti kita makan mie lagi," sinis Patricia.
Reynold menatap Patricia, di balik penutup wajahnya dia sedikit tersenyum miris. Patricia memang manja dan itu wajar karena dia dibesarkan di keluarga serba ada. Meskipun Patricia sudah menyakiti hatinya, entah kenapa Reynold tidak bisa membenci Patricia.