NovelToon NovelToon
LIKU-LIKU SANG MANTAN

LIKU-LIKU SANG MANTAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Noveria

Niara yang sangat percaya dengan cinta dan kesetiaan kekasihnya Reino, sangat terkejut ketika mendapati kabar jika kekasihnya akan menikahi wanita lain. Kata putus yang selalu jadi ucapan Niara ketika keduanya bertengkar, menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Reino yang di paksa nikah, ternyata masih sangat mencintai Niara.

Sedangkan, Niara menerima lamaran seorang Pria yang sudah ia kenal sejak lama untuk melupakan Reino. Namun, sebuah tragedi terjadi ketika Reino datang ke acara pernikahan Niara. Reino menunjukkan beberapa video tak pantas saat menjalin hubungan bersama Niara di masa lalu. Bahkan, mengancam akan bunuh diri di tempat Pernikahan.

Akankah calon suami Niara masih mempertahankan pernikahan ini?

🍁jangan lupa like, coment, vote dan bintang 🌟🌟🌟🌟🌟 ya 🙏

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 28

Bukan kebahagiaan yang aku dapati di malam pertamaku menjadi pengantin, melainkan kehilangan sebagian jiwa dan ragaku. Mas Ridwan belum sadarkan diri setelah menjalankan operasi dan transfusi darah. Semua keluarga histeris mendengar kabar kematian Nael. Sedang aku hanya bisa duduk di depan ruang tunggu ICU, menanti mas Ridwan sadar.

Aku sangat ketakutan, ketika Mas Ridwan membuka mata dan kabar kehilangan anak bungsunya keluar dari bibirku. ‘Haruskah, aku bunuh diri saja?’ pertanyaan itu terbesit berulang kali di benakku.

BAB 28 ( Hari Pertama Menjadi Kebencianmu )

Saat ini semua keluarga dari pihak Mas Ridwan, sedang mengurus pemakaman untuk Nael. Aku di minta hadir disana. Seribu kali menolak, karena aku tak bisa melihat kenyataan jika aku kehilangan anak tiriku yang sangat aku sayangi. Ibuku terus menampar pipi kiriku untuk sadar, jika hidup tidak berakhir sampai disini.

Aku datang melihat jenazah Nael, air mataku kering. Aku memukul pipiku berulang kali untuk menangis. Aku melihat tubuh Nael yang dingin terbaring sendirian terbungkus kain kafan. Aku mencium kening dan pipinya untuk terakhir kalinya sebelum masuk ke liang lahat.

“Tunggu mama di sana, sayang,” ucapku lirih. Ayah tiriku memelukku untuk menguatkanku dari kegoncangan hati yang rapuh. Aku melihat ke arah sudut dinding, Chika yang melamun. Dia hanya melepas kepergian adiknya dari jauh. Aku berjalan ke arahnya, dia menatapku dengan mata yang merah basah penuh dengan kebencian. Aku yakin dia menyalahkanku atas kematian adiknya. Ku sentuh tangan Chika yang dingin, dia menangkisnya lalu pergi dari hadapanku.

Setelah selesai acara pemakaman Nael, satu persatu keluarga pulang kerumah. Hanya aku dan Chika yang saat ini berada dirumah Mas Ridwan. Chika mengunci dirinya di kamar, dua baby sitter sengaja aku suruh istirahat dan pulang kerumah masing-masing.

Siapa sangka, untuk pertama kalinya aku menginjakkan kaki di rumah mas Ridwan sebagai istri dan ibu yang menyedihkan.

Tok Tok

“Chika, makan yuk!” aku mengetuk kamar Chika berulang kali, namun tidak ada jawaban disana. Rasa takutku semakin dalam, selain hatiku yang terguncang pastinya Chika merasakan hal yang lebih dariku. Belum cukup kehilangan mama kandungnya, saat ini harus kehilangan adiknya. Apalagi papanya juga masih belum sadarkan diri di Rumah Sakit.

“Chika,” aku terus memanggilnya, duduk di depan pintu kamar Chika. Aku ingin menemaninya, bahkan ingin juga memeluknya saat ini.

“Chika, maafkan aku. Aku tidak bisa menepati janji untuk menjagamu dan Nael. Aku minta maaf,” air mata perlahan tumpah, setelah bertahan cukup lama di pelupuk. Aku mendengar suara tangisan Chika yang keras di dalam kamar. Aku mengetuk pintu kamarnya berulang kali, sembari bibirku ini mengucap kata ‘maaf’ ribuan kali.

Ponselku berdering, aku segera mengangkatnya. Seorang Perawat memberikan kabar jika Mas Ridwan sudah sadarkan diri. Aku langsung bangkit dengan tubuh sempoyongan, memesan taksi dan pergi ke rumah sakit. Aku mengirim pesan kepada Ibuku untuk datang ke rumah dan menjaga Chika.

Entah ini perasaan lega atau perasaan ketakutan, tanganku tak berhenti gemetar sepanjang perjalanan ke Rumah Sakit. Lega karena Mas Ridwan sadar, dan takut karena dia akan sedih bahkan akan membenciku kali ini.

Begitu sampai di rumah sakit, ternyata kedua adik Mas Ridwan sudah terlebih dulu datang. Mereka tidak mengatakan apapun, hanya mendengus kesal ketika melihatku. Aku tertunduk, tak bisa mengatakan apapun juga. Setelah adik Mas Ridwan masuk untuk menjenguk, aku di luar menunggu gantian.

Kabar kematian Nael, mungkin saat ini sudah disampaikan oleh kedua adiknya.

Tidakk!!

Terdengar dari dalam, untuk pertama kalinya suara teriakan Mas Ridwan menggema. Seketika hatiku bertambah hancur.

Setelah kedua adiknya keluar dari kamar pasien, aku giliran masuk kedalam. Mas Ridwan menatapku dengan mata yang basah. Kemudian membuang muka menyembunyikan kesedihannya. Aku mendekat, menyentuh tangan kanannya. Menciumnya berulang kali.

“Maafkan aku,” ku katakan dengan penuh penyesalan dan tertunduk. Aku tidak mendengar jawaban dari Mas Ridwan, aku hanya mendengar rintihan tangisan nya yang lirih.

“Bagaimana dengan Chika?” Mas Ridwan, membuka suaranya.

“Dia mengunci dirinya dikamar, saat ini Ibuku disana untuk menjaganya,” jawabku.

“Lalu, bajing*n itu?” Mas Ridwan, menanyakan keberadaan Reino.

“Dia masih dalam masa pencarian, aku harap dia segera di penjara untuk menebus kesalahannya.”

“Penjara, apakah cukup?” Mas Ridwan menoleh, ke arahku. “kehilangan anakku, membunuhnya sekarang pun tak cukup!”

Aku hanya diam, mendengar kekesalannya.

Setelah itu tidak ada perbincangan lagi diantara kami. Hanya ada keheningan. Mas Ridwan, berbaring menatap dinding lainnya. Sepertinya dia enggan menatapku saat ini. Aku adalah awal kehancuran separuh hidupnya. Mustahil, jika tidak membenciku.

Semalaman aku terjaga, tak ada keinginan untuk memejamkan mata sedetik pun. Aku hanya menatap punggung Mas Ridwan. Ayahku datang berniat menggantikanku untuk menjaga Mas Ridwan, namun aku menolak. Apalagi Mas Ridwan belum pulih seutuhnya, setidaknya aku ada jika dia membutuhkan sesuatu.

“Ibu masih di rumah Mas Ridwan?” tanyaku pada Ayah tiriku, yang mengeluarkan selimut dari dalam tas besarnya.

“Iya. Tahu sendiri kan Ibumu, dia tak sabaran. Mendengar Chika mengunci diri, langsung di dobrak itu pintu. Takut terjadi apa-apa,” jawab Ayahku. “sudah jangan khawatir, Chika akan baik-baik saja. Ayah juga sebentar lagi kesana,” imbuh ayahku, aku merasa lega mendengarnya.

“Jangan lupa makan, jangan sampai sakit. Jangan menambah masalah,” Ayahku menasehatiku, sambil mengupas beberapa buah apel untukku.

“Ayah, aku lelah,” ucapku, perlahan air mata turun lagi, saat bersandar di pundak Ayahku.

“Jangan memikirkan hal bodoh, apalagi bunuh diri! Kamu sudah jadi istri dan Ibu. Masih ada satu anak yang harus kamu rawat dan jaga, itu kewajibanmu sekarang!” Ayahku seakan tahu, apa yang ingin aku lakukan sekarang.

Setelah buah apel terkupas di atas piring, Ayahku berpamitan pulang. Aku kembali dengan keheningan. Mas Ridwan juga tak mau bicara apapun. Aku sendiri, tidak berani membuka suara.

Pagi datang begitu lama, aku dengan mata sembabku masih menatap punggung Pria yang saat ini menjadi suamiku. Dokter dan seorang perawat masuk memeriksa kondisi Mas Ridwan. Melihat luka di bagian dada Mas Ridwan. Kemudian, memintaku untuk sesekali mengelap keringat di tubuh Mas Ridwan dengan tisu basah. Agar keringatnya tidak menempel di luka. Aku mengangguk saja.

Setelah Dokter dan perawat keluar, aku mulai mengajak Mas Ridwan berbicara.

“Mas, kamu mau makan atau minum?” tanyaku dengan lembut, mengambil semangkuk bubur yang disediakan dari rumah sakit.

“Tidak,” jawab Mas Ridwan lirih.

Kemudian aku mengambil tisu basah, dan mengelap keringat di kening dan lehernya. Mas Ridwan hanya diam, memejamkan matanya seakan tak ingin melihat wajahku. Aku merindukan senyumannya yang hilang. Aku merindukan caranya menatapku.

“Apa aku masih berhak menjadi orang yang kau cintai?” Aku mencium keningnya. Mas Ridwan membuka matanya, dan menatapku dengan mata yang basah.

1
iqbal nasution
lanjut terus
Violette_lunlun
gak kapok banget Reino ini Ama polisi. aku yakin polisi pun capek
Noveria_MawarViani: em, terlalu cinta. "polisi pun akan aku lalui asal bersamamu" kata Reino
total 1 replies
Violette_lunlun
wait? whaatttt?!
Noveria_MawarViani: kangen kaya gitu si Reino
total 1 replies
Violette_lunlun
kalau bisa pilih dua kenapa harus satu?
Noveria_MawarViani: Niara berkata "maaf aku sudah berubah, aku hanya cinta dengan mas duda"
total 1 replies
iqbal nasution
kerenn
Violette_lunlun
olahraga apa itu? aku kasian sama si kasur. jadi saksi bisu:)
Violette_lunlun
aku gak liat kok...aku gak liat:^
Violette_lunlun
heh! anak kecil minggir! minggir!
Violette_lunlun
suami sendiri pake handuk diliatin doang?
mana main!!!!

tarik atuh!
Violette_lunlun
Gayanya sok keras.
nanti giliran di tinggal istri baru sesak nafas.
Noveria_MawarViani: junho kaya gitu juga pasti nantinya 😂
total 1 replies
Violette_lunlun
No...Chika tak terluka.
Kau yang lebih terluka.
Noveria_MawarViani
/Sob/ ketemua terus berpelukan aja yuk
Violette_lunlun
sedih aku....
gak bisa diginiin:(
bunga for you nael
Noveria_MawarViani: 😭 kejamnya dunia
total 1 replies
Violette_lunlun
Violette: "malam pertama bukannya dimanja malah jadi kacang. kita sama, ya."

btw bikin Reno mati atuh Thor
Violette_lunlun
apa?! anak sekecil itu mati?!
Thor...bawa reoni kesini!!

gak bisa gak bisa!
apaan baru baca udah ada yang mati:>
✧༺▓✠ Cahaya ✠ ▓ ༻✧
bagus bget tulisan nya
Anyelir
keren kak
Violette_lunlun
Reino kalau mau mati, mati sendiri aja!!.
ihh pengen cubit ginjal nya
Violette_lunlun
samawa ya!!!
jujuu ZuBaidah
pernikahan berdarah.sungguh tragis.

thor cerita mu tak bisa d tebak.
kerenn bangeettt 👍👍👍
Noveria_MawarViani: terimakasih kak,

stay tuned 🌟🌟🌟🌟🌟
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!