Seorang wanita cantik dan tangguh bernama Arumi Pratama putri tunggal dari keluarga Pratama.
Namun naas suatu kejadian yang tak pernah Arumi bayangkan, ia dituduh telah membunuh seorang wanita cantik dan kuat bernama Rose Dirgantara, adik dari Damian Dirgantara, sehingga Damian memiliki dendam kepada Arumi yang tega membunuh adik nya. Ia menikah dengan Arumi untuk membalas dendam kepada Arumi, tetapi pernikahan yang Arumi jalani bagaikan neraka, bagaimana tidak? Damian menyiksanya, menjadikan ia seperti pembantu, dan mencaci maki dirinya. Tapi seiring berjalannya waktu ia mulai jatuh cinta kepada Damian, akankah kebenaran terungkap bahwa Arumi bukan pelaku sebenarnya dan Damian akan mencintai dirinya atau pernikahan mereka berakhir?
Ikutin terus ceritanya yaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arinnjay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 : Peluk aku, Dua kali lebih erat
Sejak kabar kehamilan kembar itu, rumah Angel dan Saka berubah perlahan. Bukan cuma dari segi fisik—seperti kamar tambahan yang mulai mereka siapkan, atau dua boks bayi yang sudah dipesan meski kelahiran masih beberapa bulan lagi—tapi juga dari cara mereka memandang hari esok.
Kini, setiap pagi dimulai dengan suara tawa dan doa. Saka yang biasanya susah bangun pagi, sekarang justru jadi yang paling rajin mengecek jadwal pemeriksaan kandungan. Angel pun makin sering memeluk perutnya sendiri di sela waktu, seolah sedang berbicara dengan dua kehidupan kecil yang belum ia temui tapi sudah ia cintai sedalam itu.
Dan di tengah semua persiapan itu, kelelahan pun datang. Angel mulai sering merasa sesak, pinggang pegal, bahkan kaki bengkak. Tapi ia selalu tersenyum ketika Saka memijatnya pelan sambil berbisik, “Terima kasih ya, udah kuat buat mereka berdua.”
Hari itu, mereka berdua kembali mengunjungi rumah Arumi dan Damian. Kali ini, ada misi kecil: belajar langsung dari pasangan yang udah ‘lulus’ tiga anak.
“Masuk aja, pintu nggak dikunci!” teriak Arumi dari dalam saat mereka mengetuk.
Begitu pintu dibuka, Arsha langsung menyambut mereka dengan wajah penuh semangat. “Tante Angel! Om Saka!”
Di ruang tengah, Damian sedang menggendong bayi bungsu mereka yang baru dua bulan. Rumah itu dipenuhi mainan, suara kartun yang kecil volumenya, dan aroma seduhan teh manis yang hangat.
Angel langsung duduk di sofa dan melepas napas panjang. “Rum… kayaknya aku mau belajar jadi kamu.”
Arumi tertawa sambil menyodorkan bantal punggung. “Tenang aja. Jadi ibu itu chaos tapi indah. Chaos-nya dulu yang kamu rasain. Indahnya belakangan. Tapi worth it banget.”
Damian menambahkan, “Apalagi kalo ada suami yang siap begadang, gendong, nyuci popok…”
Saka langsung melirik Damian dengan gaya bercanda. “Ngerti, bro. Gue udah belajar dari lo.”
Semua tertawa. Tapi di balik tawa itu, ada kesadaran mendalam: mereka bukan lagi sekadar dua pasangan yang saling kenal. Mereka adalah keluarga yang saling menguatkan.
---
Malam itu, di rumah mereka, Angel terbangun karena rasa nyeri di punggung. Ia berjalan perlahan ke dapur, hendak mengambil air. Saka yang menyadari gerakan itu segera menyusul.
“Kenapa? Sakit lagi?” tanyanya pelan.
Angel mengangguk sambil mengusap perutnya. “Tadi mimpi aneh. Kayak… kehilangan salah satu dari mereka.”
Saka langsung memeluk dari belakang. “Itu cuma mimpi. Kita jaga mereka sama-sama, oke?”
Angel membalikkan tubuh dan menyandarkan wajahnya ke dada Saka. “Aku takut, Sak. Takut nggak cukup kuat, takut gagal jadi ibu…”
Saka menangkup wajahnya. “Kamu nggak sendiri. Bahkan saat kamu takut, kamu tetap jadi ibu yang luar biasa.”
Air mata Angel jatuh, pelan. Tapi kali ini bukan karena takut. Karena ia tahu, cinta yang tulus akan selalu jadi kekuatan terhebat.
---
Minggu demi minggu berlalu. Kandungan Angel memasuki usia tujuh bulan. Arumi yang kini sudah lebih stabil setelah melahirkan pun makin sering datang ke rumah Angel, bahkan kadang menginap.
“Biar kamu bisa tidur siang,” kata Arumi sambil mencuci piring, “Aku jagain rumah, nanti sekalian ngajarin Saka cara ganti popok.”
Angel tertawa dari ruang tengah, “Masih dalam perut aja udah disiapin tutorial popok.”
Saka yang lewat langsung menjawab, “Gue siap mental. Tapi kalo dua-duanya nangis bareng, gue kabur dulu, ya.”
Semua kembali tertawa. Tapi Saka serius. Ia banyak belajar. Bahkan, ia mulai menyiapkan jurnal kecil, tempat ia menuliskan hal-hal penting: jadwal kontrol, menu makanan sehat Angel, sampai kata-kata penyemangat untuk dibaca Angel setiap pagi.
“Kamu niat banget,” ujar Angel saat menemukan salah satu tulisan Saka di meja makan.
“Karena kamu dua kali lebih kuat sekarang. Jadi aku harus dua kali lebih peduli,” jawab Saka.
---
Mendekati usia delapan bulan, Angel harus mulai sering cek ke dokter. Dokter menyarankan bedrest ringan karena mulai ada tekanan di bagian bawah perut.
“Bayi kembar memang lebih berat,” kata dokter. “Tapi kamu sehat. Jaga pola tidur, banyakin air putih, dan jangan stres.”
Angel hanya mengangguk. Tapi malamnya, ia menangis diam-diam di pelukan Saka.
“Aku takut harus lahiran lebih awal…”
Saka menggenggam tangannya erat. “Kalo pun harus lahir lebih cepat, aku tahu mereka punya ibu paling kuat. Dan ayah yang bakal jagain kalian bertiga.”
---
Tiba-tiba, datang kejutan manis dari Damian dan Arumi. Mereka menyiapkan acara kecil—syukuran tujuh bulanan—di rumah mereka, khusus untuk Angel dan dua janin kecil dalam kandungannya.
Dekorasi sederhana, makanan rumahan, dan doa dari orang-orang terdekat. Angel hampir menangis melihat semuanya.
“Kita tahu kamu nggak pengen repot, makanya ini surprise kecil aja,” ujar Arumi sambil memeluknya.
Saka menggenggam tangan Angel di tengah acara, sambil membisikkan, “Kita nggak sendiri. Kita punya mereka.”
Angel mengangguk, hatinya penuh. Penuh rasa syukur, cinta, dan harapan.
---
Malam itu, Angel mencatat sesuatu di buku hariannya:
"Kadang aku merasa lelah, kadang takut. Tapi di antara semua rasa itu, ada satu hal yang selalu jadi jangkar: Saka. Dan kini, dua detak jantung kecil yang mengajarkanku arti keberanian sesungguhnya.
Mereka belum lahir. Tapi mereka sudah membuatku jadi perempuan yang berbeda. Lebih kuat. Lebih lembut. Lebih siap mencintai.”
---
Dan di bawah langit malam yang bertabur bintang, Angel berdiri di balkon rumahnya, memandangi bulan. Saka memeluk dari belakang, dan bersama, mereka berdiri diam.
“Dua bulan lagi…” gumam Angel.
“Dua anak,” jawab Saka pelan.
“Dua hati…”
“Dan satu cinta. Kita.”
---
...****************...