"Rey... Reyesh?!"
Kembali, Mutiara beberapa kali memanggil nama jenius itu. Tapi tidak direspon. Kondisi Reyesh masih setengah membungkuk layaknya orang sedang rukuk dalam sholat. Jenius itu masih dalam kondisi permintaan maaf versinya.
"Rey... udah ya! Kamu udah kumaafkan, kok. Jangan begini dong. Nanti aku nya yang nggak enak kalo kamu terus-terusan dalam kondisi seperti ini. Bangun, Rey!" pinta Mutiara dengan nada memelas, penuh kekhawatiran.
Mutiara kini berada dalam dilema hebat. Bingung mau berbuat apa.
Ditengah kondisi dilemanya itu, ia lihat sebutir air jatuh dari wajah Reyesh. Diiringi butir lain perlahan berjatuhan.
"Rey... ka-kamu nangis, ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29 - Diajak Menuju tempat Rahasia
"Weiit.... wwaiit.... Sorry! Keceplosan. Hehehe." sahut Mutiara, sambil menjulurkan lidah, mengejek Reyesh dengan melet berkali-kali.
"Abisnya, sih...." keluh si jenius itu dengan wajah mulai jutek.
"Dih... ngambekan banget jadi cowok!" cibir mahasiswi cantik itu, tampangnya masih mengejek Reyesh.
"Namanya juga orang, wajarlah kalo ngambek!" sanggah balik Reyesh.
"Jiah... sekarang malah ngelunjak ngambeknya. Cup... Cupp...." Mutiara coba menepuk pundak Reyesh, berpura-pura menguatkan si jenius itu.
"Ya, kamu nya juga! Terus-terusan menggoda, dan selalu pancing obrolan ke arah sana!" ucap Reyesh yang mulai jengkel, tatkala Mutiara selalu menggunakan bahasa rayuan untuk menaklukan cintanya.
"Masa....?" tanya balik Mutiara. Hatinya masih dalam suasana senang, karena terus-terusan bisa mengejek si jenius.
"Bodo......!!!" jawab Reyesh. Singkat, padat, jelas.
"Ish.... malah ngebalikin begitu. Ngeselin!" gerutu Mutiara, tetap saja kalah dan ejekannya jadi sen-jata makan tuan.
Kali ini, Reyesh tidak menggubris. Jika diladeni, mereka akan stuck di tempat itu saja. Tidak melangkah satu inci pun.
Setelah beberapa saat, kondisi keduanya mulai reda. Bukan karena ada yang mengalah. Tidak mungkin.
Karena sifat Reyesh yang ingin selalu menjadi pemenang, dan watak Mutiara yang sangat keras kepala, maka sulit rasanya kedua insan ini untuk akur.
Adapun yang membuat mereka tenang dan kalem, yaitu pasukan di dalam perut masing-masing yang selalu demo. Lambung mereka sedang berteriak keras, menagih untuk segera diisi makanan.
Keduanya berjalan melewati koridor kampus yang mulai lengang. Maklum, weekend. Waktunya para mahasiswa dan mahasiswi untuk me-reset otak dari segala tekanan yang menggempur dari berbagai sisi. Ada yang dikepung dari segi tugas, laporan, bahkan projek.
Semua punya masalah dan persoalan masing-masing. Maka, kombinasi dari weekend dan rebahan, adalah salah satu versi paling baik untuk mengistirahatkan otak. Apalagi setelah mencuci baju, dan menunggu sore untuk diangkat. Lengkap sudah kenikmatan menjalani hidup sebagai seorang mahasiswa!
"Mut... kamu ngekost juga kan, ya?" tanya Reyesh, memecah lagi kebisuan diantara mereka, pasca saling diam satu sama lain.
"Ssstt... tapi jangan bilang siapa-siapa!! Benar, aku sambil ngekost juga. Hehehe," ucap Mutiara dengan berbisik kepada Reyesh.
"Anak sultan mah bebas, yaaa...!" sahut Reyesh.
"Tapi kan aku tetep balik ke asrama, sehabis ngerjain tugas ataupun laporan. Ke kamar cuma buat formalitas dan say hello sama temen-temen di lorong asrama."
Memang, kampus tempat Reyesh dan Mutiara kuliah, menyediakan fasilitas asrama hanya untuk mahasiswa baru selama satu tahun.
Tujuan utamanya mungkin, untuk mengenal lebih dekat sesama angkatan yang berasal dari seluruh Nusantara. Tujuan lainnya, bisa saja, supaya mahasiswa baru itu mengenali area sekitar kampus. Sebelum benar-benar terjun ke kostan di tingkat kedua (semester tiga ke atas).
"Terus, malemnya...? Balik dan tidur di kostan lagi?" selidik Reyesh.
"Yap! Benar sekali, jenius! Hehe." jawab Mutiara dengan sedikit cekikikan.
"Tapi nggak setiap malem, yah! Paling-paling, seminggu sekali aku tidur di asrama. Itu pun nginep di kamar temenku yang kasurnya nggak ada kutu!" ucap Mutiara.
"Bener-bener bandel yah, kamu sama temen kostmu itu! Udah di sediakan asrama selama satu tahun, malah ngayap ngekost diluar area kampus! Padahal enakan di asrama lho, Mut! Bisa sharing banyak hal sama teman-teman yang berasal dari Sabang sampai Merauke." kata Reyesh.
"Gapapa lah... walaupun diwajibkan, tapi kembali lagi pada kenyamanan hati mahasiswa/i nya itu masing-masing. Kalo terpaksa dan akhirnya nggak optimal fokusnya, gimana dong?" tanya Mutiara.
"Bisa-bisa nilai IP asramamu itu dibawah 3.00, Mut!"
"Lho, emang selepas dari asrama, kita dapet nilai IP juga, Rey?"
"Iya, Mut. Katanya ada penilaian gitu. Nggak ada ngaruhnya sama sekali ke bidang akademik, sih. Tapi, yang dapet nilai IP asrama kisaran 3.50 sampai 4.00, itu artinya mereka benar-benar insan asrama." Reyesh coba menjelaskan.
"Insan asrama maksudnya gimana, Rey?"
"Artinya mahasiswa/i tersebut benar-benar paling patuh dan taat terhadap seluruh peraturan di asrama. Mulai dari ikut apel/upacara pagi-pagi banget, selalu ada saat seminar atau kajian di gedung asrama masing-masing, ikut rapat per lorong sama kakak pembina, dan paling penting......"
"Yang pulang malem itu, yah?" sambung Mutiara.
"Nah! Mereka selalu standby di asrama di bawah jam 21.00! Kamu pernah, kan... kena hukuman karena melanggar jam malam tersebut?" tanya Reyesh.
"Pernah... sering banget malahan, Rey! Mungkin adanya aturan super ketat yang satu itu, membuatku dan teman-teman akhirnya berontak. Lalu kami melakukan perlawanan dengan cara ngekost di luar asrama!" jawab Mutiara, mengakui rentetan kesalahannya.
"Kuyakin ada juga sih beberapa mahasiswa/i yang melakukan hal sepertimu. Tapi, kira-kira dibawah empat persen lah..."
"Ya... gapapa lah, Rey! Yang penting IPK-ku masih tergolong aman."
"Boleh sih... tapi ada satu yang nggak aman, Mut!" ancam Reyesh.
"Heh?! Apaan, Rey?" Mutiara kaget dan mulai khawatir.
"IP asramamu kujamin sangat nggak aman! Bahkan bisa dibawah 2.50 karena sering bolos agenda asrama. Hahaha!" ejek Reyesh.
"Ish... kukirain apaan...." jawab Mutiara dengan nada kesal.
"Gapapa, Rey... asalkan IPK akademik masih kisaran baik, aku sih santai aja. Oh ya, bukannya kamu juga ngekost, kan? Hayoooo....." tanya balik Mutiara.
"I-iyaaa, sih! Hahaha."
"Tuh, kan! Kamu sendirinya aja ngekost, malah men-judge orang lain. Huuuuuh...." Mutiara menyoraki Reyesh dengan ekspresi meledek.
"Tapi beda, Mut. Kalo aku dan teman-temanku, kami ngekost di perumahan dosen. Jadi, ibaratnya rekomendasi dan saran dari dosen. Makanya kami mau. Tempatnya benar-benar nyaman dan tenang. Jauh dari hingar bingar dan hiruk pikuk pasar kaget." ucap Reyesh.
"Itu lho.... pasar yang menjadi salah satu hiburan mahasiswa/i di sini kalo pas malem, kan? Yang letaknya di samping area kampus ini."
"Iya... semua mahasiswa/i di sini juga tahu pasar itu, Rey! Malahan, bukan disebut mahasiswa/i kampus ini, kalau nggak tahu pasar tersebut. Udah melekat banget dan jadi icon soalnya!"
Masih sambil melangkah melewati gedung kampus, keduanya mengisi perjalanan mereka dengan obrolan.
"Jadi, tempat makan yang akan kita kunjungi ini, seperti apa?"
"Sabar, nona... kamu akan tahu setelah tiba di sana!" ucap Reyesh menenangkan Mutiara.
"Kamu belum pernah memberitahuku sebelumnya tentang ini."
"Tempatnya memang terpencil dan aku hanya membawa orang-orang tertentu saja ke sana."
Ucapan tersebut langsung membuat sepasang mata Mutiara berbinar kembali. Kesempatan emas sedang di depan mata, tidak akan disia-siakan mahasiswi cantik itu.
"Eh?! Apa kamu bilang barusan? Jadi.... aku ini istimewa? Karena kamu ajak ke tempat tersebut?" tanya lagi Mutiara, kembali mengarah pada obrolan yang membuat Reyesh kesal.
Bukannya menjawab, Reyesh malah melangkah cepat, meninggalkan Mutiara di belakangnya.
"Rey... tungguin!" pinta Mutiara yang mulai panik.
Mereka akhirnya memasuki kawasan fakultas lain.
"Sebentar deh, Rey!" Mutiara mengejar Reyesh yang jauh tertinggal di depannya.
Setelah mahasiswi cantik itu berhasil mengejar si jenius,
"Apalagi?" tanya Reyesh dengan nada ketus.
"Kita cari jalan lain. Jangan lewat tempat umum ini!" pinta lagi Mutiara.
"Kenapa emangnya?"
Bersambung.....