Spinoff The Lost Emir
Nandara Blair, pembalap MotoGP dari tim Ducati, tanpa sengaja menabrak seorang gadis saat menghindari seekor kuda yang lari. Akibatnya, Wening Harmanto, putri duta besar Indonesia untuk Saudi Arabia yang sedang berlibur di Dubai, mengalami kebutaan. Nandara yang merasa bersalah, bersedia bertanggung jawab bahkan ikhlas menjadi mata bagi Wening. Bagaimana kisah antara Emir Blair dan seorang seniman tembikar yang harus kehilangan penglihatannya?
Generasi Ketujuh Klan Pratomo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentang Bau Badan
"Kamu sama aku saja, Wening. Biar tidak ada yang macam-macam!" Nandara pun menggandeng tangan Wening berjalan menuju paddocknya. Setibanya disana, Nandara menempatkan Wening di ruang duduk bersama Habibah dan Mail yang menjaganya. Nandara sendiri bersiap dengan dibantu Farouq.
"Bau mesin, bau banyak pria," senyum Wening.
Habibah tertawa. "Kan memang seperti itu, nona Wening."
"Nanda tuh kok ya aneh-aneh! Aku tidak bisa lihat, kok disuruh menemani di sirkuit. Bagaimana aku bisa tahu ya?" kekeh Wening membuat Habibah tersenyum sedih.
"Selain princess Nefa atau sepupu perempuannya yang lain, nona Wening adalah satu-satunya perempuan yang dibawa tuanku Emir kemari," ucap Mail membuat Wening menoleh ke arah pria itu.
"Benarkah?"
"Saya tidak bohong. Banyak yang mengira Emir Blair akan playboy tapi tidak. Emir Blair lebih suka membawa saudara perempuannya nonton racing."
"Pacar?" tanya Wening bingung karena seingatnya, Nandara termasuk pembalap yang tampan.
"Jomblo akut!" jawab Habibah. "Dulu awal-awal Emir Blair balapan, beuuuu cewek yang ngejar banyak ! Sudah Emir Dubai, pembalap, tinggi, ganteng pula dan berduit! Kurang apa coba? Emir Blair memang sempat berkencan beberapa kali tapi Emir Blair akhirnya lebih fokus balapan dan kuliah hingga tidak memikirkan soal cewek."
"Nanda itu sarjana?" tanya Wening bingung.
"Sarjana Teknik Mesin. Emir Blair itu kuliah online dan hanya masuk kalau ada ujian praktek."
"Lulusan mana?" tanya Wening.
"Herriot-Watt University. Kampus yang memberikan program studi online karena cocok untuk Emir Blair," jawab Habibah.
"Lulus?"
"Cumlaude. Bahkan di sela-sela kesibukannya Emir Blair tetap menyelesaikan semua tugas kuliahnya, berusaha tidak meninggalkan kuliah," jawab Mail.
Wening mengangguk. Ternyata selain kamu memang punya manner tapi juga tidak melupakan pendidikannya.
Suara sorakan dan kehebohan di sekeliling Wening terdengar membuat dia bingung.
"Ada apa?" tanyanya.
"Saya juga kurang tahu, nona Wening." Habibah menatap Mail. "Ada apa Mail?"
"Emir mendapatkan waktu yang terbaik dan ada kemungkinan akan start dari row pertama dan terdepan," jawab Mail.
Wening melongo. Ya ampun, jagonya. Sayang aku tidak bisa melihat.
***
Wening mendengar suara Nandara yang datang ke dalam paddocknya. Penilaian Wening ke Nandara pun menjadi naik karena dia tidak menyangka jika Nandara itu seorang sarjana meskipun sibuk menjadi pembalap. Tidak banyak yang Wening tahu soal Nandara karena dirinya memang tidak terlalu mengikuti berita MotoGP, hanya sekedar tahu.
"Sudah dengar suara ramai-ramai?" tanya Nandara sambil membuka resleting baju balapnya yang berada di depan.
Wening bisa mencium aroma parfum maskulin dan keringat disana. Wening tahu banyak pria bule maupun Arab punya aroma yang begitulah karena dia sekolah di London jadi tahu para bule itu bagaimana. Tapi tidak Nandara. Tidak juga dengan keluarganya dan para pengawal disana.
"Sorry ... Bau keringat ya?" senyum Nandara.
"Nggak parah kok dibandingkan waktu aku di London. Fuuuuhhhh, aku yang biasa mandi sehari dua kali setiap hari, dianggap aneh sama mereka," jawab Wening. "Tapi ... Kamu tidak terlalu bau sih."
"Karena di keluarga aku wajib mandi sehari dua kali macam di Indonesia. Cuma ... Ada satu orang yang malas mandi, sehari sekali yang penting wangi dan ganti baju dalam," gumam Nandara.
"Siapa?"
"Kamu tahu pangeran Arsyanendra dari Belgia?"
Wening mengangguk lalu tak lama dia melongo. "Prince Arsya itu sepupu kamu?" serunya.
"Yep. Dari kecil itu mas Arsya punya prinsip begitu. Untungnya mbak Vio, istrinya, sudah tabah dengan suaminya. Alasannya, irit air," kekeh Nandara.
"Seriously? Prince Arsya kan ... Pangeran. Bagaimana bisa mendapatkan pemikiran seperti itu?" Wening tidak habis pikir. Arsyanendra yang notabene adalah seorang pangeran kan seharusnya tidak memikirkan soal air bukan?
"Itu ajaran ketiga Oom kami yang dikenal trio kampret. Ironisnya ajaran yang nyeleneh, malah terpatri di mas Arsya."
Wening cekikikan. "Ya ampun, prince Arsya yang gantengnya seperti itu ternyata punya sisi jelek."
"Banyak kok yang jelek-jelek."
"Apakah aturan mandi sehari dua kali juga diberlakukan di istana?" tanya Wening. "Karena selama disana, tidak mencium aroma yang kamu tahu lah."
"Betul. Karena dulu Opa Aidan sangat sensitif dengan bau keringat. Jadi, semua orang di istana wajib mandi setiap hari. Sehari sekali tidak apa asalkan tetap mandi dan wajib pakai deodoran." Nandara menoleh ke Wening. "Ini kenapa bahas bau badan, mandi dan istana sih?"
Wening tertawa. "Kamu kan yang pertama buka topik soal keringat."
Nandara tersenyum. "Wening, insyaallah besok hasil observasi dokter baik ya."
"Iya Nandara. Aku sudah mempersiapkan diri."
"Ayahmu sudah menghubungi Daddy ku. Mereka akan datang kemari besok untuk mengetahui hasil observasi dokter."
Wening tertegun. "Bapak dan ibu datang?"
"Iya Wening. Memangnya kenapa?" Nandara menatap Wening bingung.
"Aku hanya takut, bapak dan ibu tidak terima hasilnya besok."
Nandara menggenggam tangan Wening. "Percayalah, kita akan mencari jalan keluarnya bersama. Apapun yang terjadi, aku akan bertanggungjawab sama kamu."
"Tapi jangan menjadi donor mata untukku Nandara. Masih banyak orang-orang yang membutuhkan kamu." Wening meremas tangan Nandara. "Aku tahu kamu merasa bersalah, tapi tolong, kamu itu orang baik, Nanda. Jangan berlebihan baiknya karena akan banyak yang memanfaatkan kamu."
Nandara tersenyum. "Akan aku ingat Wening."
***
Mereka pun kembali ke istana setelah menyelesaikan acara latiha. Wening sendiri usai membersihkan diri dan makan malam bersama para anggota istana Blair, memutuskan untuk ke halaman belakang untuk menyelesaikan proyeknya.
"Kamu mau kemana Wening?" tanya Nandara yang hendak ke kamarnya, melihat Wening berjalan bersama Habibah.
"Ke teras belakang. Ada yang sedang aku kerjakan," jawab Wening.
"Aku ikut!" Nandara membawa bukunya dan mengikuti Wening ke teras belakang.
Pria itu duduk manis sambil melihat Wening melakukan membuat wajah seseorang dengan tanah liat. Nandara pun semakin penasaran siapa yang dibuat oleh Wening.
"Tunggu ... Itu vampir tiga kan?" tanya Nandara saat melihat sebagian sudah tampak siapa.
"Benar ... Apakah terlihat?" tanya Wening. "Mirip?"
"Sudah mulai terlihat. Kamu memang sangat berbakat." Nandara menatap kagum dengan terampilnya tangan Wening.
"Anda sangat berbakat nona Wening. Aku kira hanya bisa membuat vas atau apapun ... Tapi ternyata bisa membuat patung wajah!" puji Habibah.
"Aku sudah main tanah liat sejak usia sepuluh tahun jadi sudah lima belas tahun berlatih. Alhamdulillah mirip ya?" tanya Wening.
"Mirip. Tinggal beli pembakar nya supaya awet," jawab Nandara. "Habibah nanti yang bakar, kamu tinggal kasih tahu saja. Biar awet, Ning."
Wening hanya mengangguk karena dirinya merasa sayang kalau tidak awet hasil karyanya.
***
Note
Tanah liat merupakan sebuah kerajinan yang melibatkan pembentukan tanah liat menjadi bentuk wajah manusia. Teknik yang digunakan bisa bervariasi, mulai dari teknik pijat, teknik pilin, hingga teknik putar. Setelah dibentuk, wajah dari tanah liat tersebut dapat dikeringkan dan dibakar untuk menjadi lebih keras dan tahan lama.
Sumber Google
***
Yuhuuuu up pagi Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
biarkan Wening bahagia dengan keluarga barunya..
Tp Alkhamdulillah, Allah titipkan Wening ke keluarga gesrek bin membagongkan tp penuh kasih sayang
Soal kebetulan mereka duitnya gak berseri, itu bonus ❤️❤️❤️❤️