Pernikahan Briela dan Hadwin bukanlah hubungan yang didasari oleh perasaan cinta—
Sebuah kontrak perjanjian pernikahan terpaksa Briela tanda tangani demi kelangsungan nasib perusahaannya. Briela yang dingin dan ambisius hanya memikirkan keuntungan dari balik pernikahannya. Sedangkan Hadwin berpikir, mungkin saja ini kesempatan baginya untuk bisa bersanding dengan wanita yang sejak dulu menggetarkan hatinya.
Pernikahan yang disangka akan semulus isi kontraknya, ternyata tidak semulus itu. Banyak hal terjadi di dalamnya, mulai dari ketulusan Hadwin yang lambat laun menyentil hati Briela sampai rintangan-rintangan kecil dan besar terjadi silih berganti.
Akankah benar-benar ada cinta dari pernikahan yang dipaksakan? Ataukah semuanya hanya akan tetap menjadi sebuah kontrak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cha Aiyyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TUJUAN UTAMA BRIELA
"Pakai saja selimutnya! Aku tidak akan melakukan sesuatu kepadamu. Kita hanya perlu untuk tidak melewati batas itu," ucap Briela sambil menunjuk guling di antara keduanya.
Briela berbalik. Dan Hadwin masih menatap punggung wanita yang menjadi istrinya sejak beberapa bulan lalu. Pria itu menghela napas pelan.
Aku tidak takut kau akan melakukan sesuatu. Tapi aku takut pada diriku sendiri. Bisakah aku menahan diri?
Cukup lama Hadwin memandangi punggung Briela yang tampak tegang, pria itu tahu jika wanitanya belum tertidur dalam waktu yang lama.
Malam yang semakin larut menjadi saksi bisu, betapa kerasnya Hadwin menahan perasaannya agar tidak mengacaukan ketenangan yang ada.
Cukup lama bahkan mungkin malam sudah berganti dini hari, akhirnya Hadwin melihat punggung Briela yang bergerak halus mengikuti deru napasnya yang tenang— Briela tertidur.
Hadwin menutup matanya dengan sebelah tangan. Briela sudah tertidur pulas dan kini giliran Hadwin yang mencoba untuk bisa terlelap.
Paginya Briela bangun dengan wajah yang segar. Wanita itu meregangkan ototnya ke kiri dan ke kanan. Di sisi kasur sebelahnya sudah tidak ada lagi tanda-tanda keberadaan Hadwin di sana. Sepertinya pria itu sudah bangun jauh sebelum Briela.
Briela meraih ponselnya yang berdering. Panggilan dari Stella.
"Ada apa Stella?"
"Saya sudah mengatur jadwal Anda selama di Paris dan mengirimkannya lewat surel. Pagi ini sampai siang Anda tidak memiliki jadwal. Karena Paris Fashion Week dimulai pukul tujuh malam Anda harus sudah berada di sana pukul enam lewat tiga puluh enam lewat tiga puluh menit."
"Iya aku tahu, aku akan mengecek surelku. Kau fokus saja pada perusahaan selama aku di sini!"
"Tenanglah aku tidak akan membuat kesalahan," lanjut Briela menenangkan Stella.
Hadwin keluar dari kamar mandi dengan rambut setengah basah. Briela menatap Hadwin dengan heran, wanita itu bahkan mengikuti arah pergerakan Hadwin. Hadwin duduk di sofa dengan menyilangkan kaki.
"Ada yang salah denganku? Mengapa menatapku tanpa berkedip?"
Briela mengerjapkan matanya berkali-kali. "Aku penasaran mengapa kau suka sekali keramas?"
"Untuk menyegarkan pikiran, Brie. Ada masalah dengan itu? Hadwin mengangkat sebelah alisnya.
"Tidak. Aku hanya penasaran."
Briela mengambil baju ganti dan bergegas menuju kamar mandi. Ia memiliki waktu luang sampai sore, Briela berencana akan memeriksa trend pasar fashion mumpung berada di Paris. Ia harus memaksimalkan waktunya untuk hal-hal bermanfaat.
Briela keluar dari kamar mandi dengan mengenakan dress midi berwarna peach menambah kesan cerah pada kulitnya yang memang putih merona. Sebuah penampilan berbeda dari yang Hadwin lihat setiap harinya. Pandangan Hadwin tertuju pada Briela tanpa berkedip.
"Kau mau pergi, Brie?"
"Hm. Jadwalku di mulai nanti malam jadi dari pada hanya berdiam di hotel aku memutuskan untuk mengecek trend pasar ke pusat perbelanjaan."
Hadwin mengangguk-anggukkan kepalanya. "Aku akan menemanimu, Brie."
Keduanya pergi menuju pusat perbelanjaan, Briela memasuki setiap toko pakaian yang ada di sana. Dan Hadwin mengikutinya dengan tenang di belakang.
Briela berhenti di depan sebuah toko dengan plakat The Lunar, sebuah brand fashion milik seorang desainer terkenal yang akan Briela rekrut untuk kerja sama dama musim semi mendatang.
Briela masuk ke dalam toko tersebut, berbagai jenis model ada di sana. Pandangan Briela jatuh pada sebuah gaun yang di pajang pada manekin. Gaun Evening Gown berwarna Lilac dengan payet di beberapa bagian yang semakin menonjolkan kesan elegan.
Tangan Briela menyentuh gaun tersebut, ia langsung jatuh hati pada gaun itu. Seorang staf mendatangi keduanya dan memberikan service untuk melayani Briela. Staf itu juga menjelaskan perihal detail dan harga dari gaun tersebut. Harga yang cukup fantastis, sesuai dengan keindahan gaun tersebut.
"Berapa pun harganya aku akan membelinya, jika istriku menginginkannya. Biarkan istriku mencobanya!" titah Hadwin pada staf wanita tersebut.
Briela mencobanya dan gaun itu terlihat sangat pas di tubuhnya seolah-olah dibuat khusus untuknya.
Hadwin menatap Briela tanpa berkedip, lagi-lagi pria itu mengagumi penampilan istrinya.
"Pantas kau sangat menginginkannya, Brie. Gaun itu jadi terlihat sangat indah saat kau pakai."
Briela terkikik, "Gaunnya memang indah, Hadwin. Jangan berkata seolah aku yang membuat gaunnya terlihat indah."
"Jadi, apakah karena indah kau jadi menginginkannya?"
"Hm. Itu salah satu alasannya tetapi alasan utamanya karena tujuan utamaku datang ke sini adalah untuk merekrut Laura Bailey desainer gaun ini agar bekerja sama dalam peluncuran trend musim semi yang akan datang." Briela berkata dengan semangat.
"Dan ini adalah bentuk dukungan dan apresiasi untuk karyanya, ini juga salah satu trik agar tujuanku berhasil."
Briela membawa pulang gaun yang ia beli— lebih tepatnya Hadwin yang membeli untuk Briela.
Pukul enam sore Briela sudah rapi dengan gaun yang dibeli siang tadi. Ia merias wajahnya sedikit dan menata rambutnya. Dan lagi-lagi Hadwin terpukau oleh penampilan Briela. Hadwin memuji betapa cantiknya Briela. Pipi Briela bersemu merah.
Keduanya pergi bersama ke acara Paris Fashion Week dengan menyewa mobil dan Hadwin yang mengendarainya.
Sebagai tamu VIP Hadwin memiliki akses istimewa dalam acara tersebut dan karena Hadwin memperkenalkan Briela sebagai partnernya maka Briela juga dapat menikmati perlakuan istimewa. Salah satunya kursi yang mereka tempati.
Berbagai karya desainer dipamerkan oleh model masing-masing. Tampak memukau dan mempesona. Briela mengikuti acara dengan pandangan yang berbinar dan takjub pada maha karya tangan-tangan terampil para desainer. Termasuk desainer yang menjadi incarannya— Laura Bailey.
Di akhir acara lagi-lagi Laura Bailey mengantungi penilaian terbaik dari para dewan juri. Dari segi konsep, model dan busana yang ia rancang semuanya membawa kemenangan untuknya, membuat namanya semakin naik. Tepuk tangan meriah menjadi pengiring kemenangannya.
Hari berikutnya Briela melakukan janji temu yang sudah di atur sejak satu minggu lalu. Briela menemui Laura Bailey di sebuah restoran yang memiliki sejarah panjang dan menjadi saksi bisu berbagai momen di Paris.
Kali ini Briela memakai dress midi desain dari Laura Bailey uang ia beli bersama gaun yang semalam ia pakai. Semalam Briela hanya bertemu dengan Laura dalam momen yang singkat, Briela tidak yakin Laura memerhatikan gaunnya. Jadi ia memutuskan untuk memakai gaun yang merupakan hasil desain Laura. Wanita itu ingin menunjukkan betapa ia mengapresiasi dan mendukung karya-karya Laura.
Briela mengungkapkan tujuan utamanya bahkan menunjukkan proposal bisnis yang sudah di susun Stella sebelumnya. Persiapannya sangat matang. Briela pikir akan berhasil sempurna.
"Saya menghargai usaha Anda, Nona Briela. Proposal yang kau ajukan juga menarik, banyak keuntungan yang saya dapat dari kerja sama itu. Tapi maaf, saya akan menolaknya. Meskipun Anda sengaja memakai gaun rancangan saya sejak semalam tetapi hal itu tidak dapat mengubah keputusan yang sudah saya buat."
Briela tidak menyangka pertemuan yang singkat semalam masih Laura mengingat gaun yang ia pakai. Namun Briela juga merasakan syok. Rasanya bagai tersambar petir di siang bolong. "Berikan alasannya!"
"Saya mendesain bukan hanya untuk berbisnis," ucap Laura Bailey.
Briela terdiam, ia masih mencerna semua kalimat yang diucapkan Laura. Syok yang ia rasakan ternyata lebih besar dari yang seharusnya.
"Saya tahu, Anda memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui desain yang fungsional, bukan?" Hadwin yang semula diam saja dan hanya memerhatikan kini angkat suara begitu ia melihat Briela yang masih kesulitan menerima penolakan dari desainer incarannya.
"Saya melihat niat Anda dari semua desain yang Anda curhakan di The Lunar. Kemarin saat saya menemani istri saya untuk membeli gaun Anda di sana. Meskipun ada beberapa desain Anda yang ditujukan untuk kalangan atas namun banyak di antaranya lebih ditujukan untuk masyarakat kelas bawah dan menengah bukan? Terlihat dari harga gaun di sana," imbuh Hadwin.
Laura Bailey tersenyum menanggapi Hadwin.
"Saya rasa istri saya terburu-buru sampai tidak menyampaikan tujuan utamanya mengajak Anda bekerja sama."
Laura Bailey mengangguk-angguk ia tampak tertarik dengan ucapan Hadwin. "Menarik, katakan apa tujuan utamanya!" titah Laura.
"Zoya & co— perusahaan yang dipimpin oleh istri saya adalah perusahaan yang selalu mementingkan kesenjangan masyarakat sebagai konsumen yang menginginkan produk berkualitas namun dengan harga terjangkau. Perusahaan itu dulunya milik mendiang ibunya, dan istri saya sampai saat ini berusaha untuk tetap memegang teguh prinsip tersebut. Benar kan, sayang." Hadwin merangkul pundak Briela, menyadarkan wanita itu untuk kembali fokus pada tujuan utamanya.
"Ya— betul. Saya selalu mendukung dan mengapresiasi karya Anda bukan hanya karena saat ini saya menginginkan kerja sama. Jadi, saya harap Anda bisa memikirkannya kembali."
"Baiklah saya akan memikirkannya. Terimakasih untuk makan siangnya." Laura Bailey menjabat tangan Briela dan Hadwin bergantian.
Hadwin memaksa ikut pertemuan itu bersama Briela sebelumnya. Briela sempat menolak namun akhirnya pria ini juga yang membantu menyelamatkan argumennya yang sempat mandek karena syok.
"Terima kasih untuk bantuanmu tadi." ucap Briela begitu Laura sudah benar-benar pergi meninggalkan ruang VIP restoran yang mereka pesan.
Hadwin mengangguk dan melempar senyum sebagai respon. "Apa yang akan kau lakukan, Brie jika Laura Bailey tetap tidak menerima kerjasama kalian?" tanya Hadwin kemudian.
"Hm, entahlah. Yang penting kita sudah berusaha."
sekertaris keknya beb. ada typo.