NovelToon NovelToon
Penguasa Sekte Chaos: Dari Abu Menuju Takhta

Penguasa Sekte Chaos: Dari Abu Menuju Takhta

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Sistem / Iblis / Kelahiran kembali menjadi kuat / Fantasi Isekai
Popularitas:944
Nilai: 5
Nama Author: febri_yeee

nre: Fantasi, Aksi, Sekte-Building, Antihero, Overpowered

Sinopsis:

Di benua Elvaria, kehormatan dan kesetiaan adalah dua mata uang paling berharga. Namun, bagi Kael Arvane, seorang jenderal muda yang pernah menyelamatkan kerajaannya dari kehancuran, keduanya hanyalah ilusi yang bisa dibakar oleh kekuasaan.

Dikhianati oleh rajanya sendiri dan difitnah sebagai pengkhianat, Kael diburu, disiksa, lalu dilempar ke lembah kematian yang dikenal sebagai "Jurang Sunyi"—tempat para monster, penjahat, dan kutukan abadi bermuara. Tapi justru di tempat itulah "Sistem Chaos Sovereign" bangkit dari sisa jiwanya yang penuh dendam.

Dengan sistem itu, Kael mampu menciptakan sekte dari nol: Sekte Chaos, sekte tanpa aturan moral, tanpa dogma suci—hanya kekuatan, kebebasan, dan ambisi pribadi. Ia mulai merekrut orang-orang yang dibuang oleh dunia: budak, pembunuh, monster setengah manusia, penyihir terkutuk, bahkan mantan bangsawan pengkhianat.

Dari mereka, ia membentuk Dua Belas Pilar Chaos

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon febri_yeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6: Undangan dari Kuil Cahaya

Langit di atas markas Sekte Chaos tidak lagi biru. Warnanya berganti menjadi ungu gelap, dengan kilatan kilat hitam sesekali menyambar udara. Chaos perlahan merembes keluar dari dinding sekte, menyebar seperti penyakit yang tak terlihat. Namun di dalam, Kael duduk dengan tenang di atas takhtanya, dikelilingi oleh delapan Pilar yang sudah mengangkat sumpah.

Di hadapannya, Reina dan Velka berdiri dalam diam. Pilar Ketiga, Rasmus—si pembantai tenang yang pernah menghancurkan akademi sihir di Barat—berlutut di samping mereka. Dan Xalreth? Ia melayang di langit-langit aula, menggambar lambang tak dikenal menggunakan darah murid yang sudah kehilangan akal.

Tiba-tiba, pintu besar markas terbuka sendiri.

Angin putih masuk perlahan, membawa serpihan cahaya dan aroma dupa murni. Langkah-langkah ringan bergema, dan sesosok wanita berjubah emas berdiri di ambang pintu. Wajahnya bersinar, matanya tertutup kain perak, tapi setiap langkahnya terasa seperti melintasi dimensi.

“Perwakilan dari Kuil Cahaya,” bisik Reina. “Dia datang sendiri?”

“Tidak sembarangan,” balas Kael sambil bangkit. “Itu Aethra—Pendeta Cahaya Agung. Pemilik mata yang bisa melihat masa depan... dan masa lalu yang tak pernah terjadi.”

Aethra berhenti tepat di hadapan Kael. Pilar yang lain hendak bergerak, tapi Kael mengangkat tangan, memberi isyarat untuk diam.

“Aku datang bukan untuk berperang, Penguasa Chaos,” ucap Aethra dengan suara tenang. “Tapi untuk mengundangmu.”

“Undangan?” Kael menyipitkan mata. “Dari Kuil Cahaya kepada Sekte Chaos? Dunia benar-benar sudah tidak waras.”

“Pesta Kekaisaran. Lima hari lagi. Semua penguasa kekuatan diundang. Termasuk kau, dan pilar-pilarmu.”

Kael tertawa pelan. “Dan kenapa aku harus datang ke pesta para munafik yang menyebut diriku kutukan dunia?”

Aethra tak tersenyum, tapi suaranya tetap dingin dan jernih. “Karena di sana... kau akan tahu siapa di balik penyerangan ke desa asalmu. Dan siapa yang mengkhianatimu di masa lalu.”

Dunia terasa diam.

Kael menatap mata tertutup wanita itu dalam diam. Jari-jarinya mengepal. Tangan kanannya bahkan mulai menghitam, tanda Chaos dalam dirinya bergejolak.

“Nama?” tanyanya pelan.

“Belum saatnya.”

Kael menghela napas panjang.

“Baiklah. Aku akan datang. Tapi dengan syarat.”

“Apa?”

“Aku ingin ikut membawa seluruh Pilar. Dua belas jika sudah lengkap.”

Aethra tampak berpikir sejenak, lalu mengangguk. “Disetujui. Tapi ingat, Kael... tempat itu dipenuhi perangkap. Bahkan satu kata salah bisa membakar dunia.”

Kael menoleh ke arah para pilarnya. “Bagus. Karena kita sudah lama haus akan sedikit api.”

---

Setelah Aethra pergi, markas langsung diselimuti kegelisahan. Murid-murid membisikkan tentang undangan itu, para pilar mulai bersiap, dan Kael sendiri masuk ke ruang pribadi—ruangan berbentuk kubah, diisi dengan lambang-lambang kuno dari dunia lama.

Reina dan Velka menyusulnya.

“Kael,” ucap Reina. “Apa kau benar-benar akan datang ke pesta itu? Kau tahu itu bisa jadi jebakan.”

Kael duduk di kursi bundar yang terbuat dari tulang naga. Ia membuka Kitab Kekacauan dan menatap halaman yang berubah dengan sendirinya.

“Aku harus tahu siapa yang membakar desaku. Siapa yang mengadu bangsaku untuk membunuhku. Chaos tidak lahir karena kebetulan... seseorang menciptakanku seperti ini.”

Velka bersandar di dinding. “Kalau itu jebakan, kita harus bawa kekuatan penuh. Semua Pilar.”

Kael mengangguk. “Xalreth sudah menemukan jejak Pilar Kesepuluh. Kita akan berangkat malam ini.”

---

Hutan Tak Bernama—tempat Pilar Kesepuluh dikabarkan bersembunyi.

Tidak ada peta yang menggambarkan wilayah ini. Tanahnya tak mengenal waktu, dan kabutnya bisa membuat seseorang berjalan dalam lingkaran selama sebulan. Namun Kael tak butuh peta. Ia punya Xalreth.

Pilar Kesembilan menari di tengah kabut, tertawa sambil menggambar simbol di tanah.

“Di sini... di siniii... heehehee... dia ada di dalam... sang pelindung terakhir... sang pedang tanpa tuan... sang wanita berbaju api...”

Dan benar saja, di tengah kabut, mereka menemukan sebuah batu nisan besar. Namun yang tertancap bukan salib atau lambang kematian, melainkan pedang merah menyala, berdiri tegak menembus bumi.

Saat Kael menyentuh pedang itu, api meledak.

Dari balik kabut, muncul sesosok wanita berambut api. Matanya seperti bara, tubuhnya terluka tapi tidak melemah. Ia menatap Kael penuh benci, lalu berkata:

“Kau bukan masterku.”

“Aku tak butuh pengakuan. Aku hanya datang untuk memberimu takhta,” balas Kael.

“Aku tidak butuh takhta. Aku butuh musuh untuk dibakar.”

Kael tersenyum. “Bagus. Karena dunia sedang menunggu dibakar.”

---

Pertarungan pun pecah.

Wanita itu, yang bernama Ashira, mengayunkan pedangnya dengan kecepatan api. Reina dan Velka bergerak cepat, membentuk perisai sihir, tapi Ashira menembus semuanya hanya dengan satu serangan.

Kael tersenyum dan membiarkan dirinya terkena tebasan.

Darahnya muncrat. Tapi bukan darah biasa—melainkan cairan Chaos.

Ashira mematung. Tubuhnya bergetar. Saat menyentuh darah itu, matanya berubah warna.

“Chaos... dalam darahmu... kau... bukan manusia...”

“Benar,” ucap Kael, berdiri dengan luka yang menutup sendiri. “Aku adalah pemilik jalan di antara kehancuran dan kelahiran. Bergabunglah, Ashira. Atau musnah.”

Ashira perlahan menjatuhkan pedangnya. “Aku... tidak ingin diam lagi. Dunia ini butuh api.”

Kael mengangguk. “Maka, selamat datang. Pilar Kesepuluh.”

---

Kembali ke markas, Kael menatap sepuluh sosok di depannya. Pilar demi pilar kini hampir lengkap. Tinggal dua lagi. Dan waktu mereka tidak banyak.

Kael berdiri di atas panggung, tatapannya menembus puluhan murid.

“Kita akan ke pesta para dewa. Tapi kita bukan tamu biasa. Kita adalah badai yang mereka pikir bisa dikurung. Kita adalah bayangan yang mereka tolak. Kita datang... bukan untuk hormat. Tapi untuk menghancurkan tatanan yang mereka jaga.”

Para murid berteriak.

Pilar mengangkat senjata mereka.

Langit menjerit.

Dan di tempat jauh... seorang kaisar bermata emas menatap kristal sihir yang memperlihatkan gambar Kael.

“Kau akan datang padaku, bocah. Dan saat kau datang... masa lalu yang kau lupakan akan menghancurkanmu.”

---

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!