NovelToon NovelToon
TERPAKSA DINIKAHI PAK DOSEN

TERPAKSA DINIKAHI PAK DOSEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:41.6k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Nasib sial tak terhindarkan menimpa Faza Herlambang dan mahasiswinya, Caca Wijaya, saat mereka tengah melakukan penelitian di sebuah desa terasing. Tak disangka, sepeda motor yang menjadi tumpuan mereka mogok di tengah kesunyian.

Mereka pun terpaksa memilih bermalam di sebuah gubuk milik warga yang tampaknya kosong dan terlupakan. Namun, takdir malam itu punya rencana lain. Dengan cemas dan tak berdaya, Faza dan Caca terjebak dalam skenario yang lebih rumit daripada yang pernah mereka bayangkan.

Saat fajar menyingsing, gerombolan warga desa mendadak mengerumuni gubuk tempat mereka berlindung, membawa bara kemarahan yang membara. Faza dan Caca digrebek, dituduh telah melanggar aturan adat yang sakral.

Tanpa memberi ruang untuk penjelasan, warga desa bersama Tetuah adat menuntut imereka untuk menikah sebagai penebusan dosa yang dianggap telah mengotori kehormatan desa. Pertanyaan tergantung di benak keduanya; akankah mereka menerima paksaan ini, sebagai garis kehidupan baru mereka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DUA PULUH DELAPAN

Faza masih tercekat di tempat, udara di sekitar serasa memanas, dengan reflek Faza mersup wajahnya yang terasa kaku. Namun suara Felin menggema dengan ceria.

"Surprise..." Felin berseru dengan wajah ceria, matanya berbinar penuh kebahagiaan saat melihat Faza, pria yang selama ini ia cintai berada dihadapannya. Faza, yang semula duduk dengan santai, langsung berdiri dan menatap Felin, lalu beralih ke Alfin dengan sorot mata yang tampak canggung dan gelisah. 

"Mas, kok ekspresimu begitu sih? Kamu nggak suka aku datang?" tanya Felin tanpa ragu, suaranya terdengar polos namun menusuk langsung ke hati Faza. Isi kepalanya seakan  mendengar keraguan di dalam hatinya sendiri. 

"Ya Tuhan, apa yang harus aku katakan? Kenapa situasi ini harus terjadi sekarang?" pikir Faza, dia tampak belum siap menghadapi gejolak batinnya sendiri.

"Oh... bukan begitu maksudku, aku cuma kaget saja," jawab Faza cepat, mencoba menutupi kebingungan dan perasaan bersalah yang mulai membebaninya. Suara dan sikapnya  terdengar memaksa, berusaha terlihat biasa padahal dalam hatinya ada pergulatan yang tak bisa dia selesaikan senduri.

"Duduklah, pesan makanan untukmu sekalian," kata Faza, tanpa menjabat tangan Felin. Faza selalu dikenal sebagai pribadi yang taat dan menjaga batas dalam setiap interaksi. Dia sering mengutip hadis yang dia pelajari, "Sesungguhnya, Rasulullah SAW bersabda, 'Aku tidak menjabat tangan dengan wanita.' (HR. Maalik dan An-Nasaa'i)." Dan hadis itu yang menjadi pegangan untuk Faza taati.

Faza mencoba mengalihkan perhatian, untuk meminta Caca pesan makanannya sendiri. Tapi Felin, dengan gaya khasnya, langsung merajuk. "Nggak mau, aku maunya kamu yang pesankan," katanya sembari memeluk lengan Faza dengan manja, seolah tidak ada jarak di antara mereka.

Faza tersentak kaget. Tubuhnya kaku seketika. Pelukan itu rasanya bagai beban yang menggantung, bukan karena Faza tak menyukai Felin, tapi karena ada hati yang kini menjadi tanggung jawabnya—istri rahasianya, sosok yang Felin tidak ketahui.

Dengan cepat Faza menarik lengannya, rasa bersalah menghantamnya lebih keras dari sebelumnya. "Maaf, aku pesankan saja,"ujar Faza sambil menarik tangannya cepat,dan berdiri.

Di kursi sebelah Felin, Alfin hanya diam mematung, wajahnya terlihat tegang. Faza tahu Alfin menyaksikan semuanya—ekspresi gugup Faza dan usahanya menghindar. Faza tahu, Felin mungkin tidak mengerti sepenuhnya alasan di balik tindakan Faza, namun Faza bisa melihat kilatan rasa penasaran di matanya. 

"Haruskah aku memberitahunya? Tentang istriku? Tentang betapa salah situasi ini?" pikir Faza dalam hati. "Tapi tidak, tidak sekarang. Aku tak boleh gegabah, biarkan kami menikmati hidangan terlebih dahulu," batin Faza berkata sendiri.

Semua ini terlalu rumit. Mungkin hanya Tuhan yang tahu, jika saat ini seakan Faza sedang berjalan di atas tali yang rapuh. "Apakah aku mampu menjaga semuanya tetap seimbang?" tanyanya pada dirinya sendiri, sambil mencoba mengatur napas dan meredam gejolak hati yang semakin mengguncang.

Sementara disisi lain, Alfin merasa hatinya terombang-ambing dalam dilema yang sulit dipahami. "Wanita seperti apa yang mampu membuat Faza berpaling dari Felin? Bukankah Felin adalah cinta sejatinya selama tujuh tahun ini? Sungguh Aku tidak habis pikir," batin Alfin, terus memperhatikan Faza, mencoba mencari jawaban dari situasi yang tampaknya begitu rumit.

Di satu sisi, ada rasa iba yang perlahan menyeruak di hati Alfin saat melihat wajah Felin yang tulus mencintai Faza, wanita yang dikhianati oleh pria yang selama ini ia anggap paling setia. Namun, di sisi lain Alfin merasa marah dan kecewa pada Faza.

Pikiran Alfin semakin bergulat dengan rasa kecewa. Dia sadar, sebagai sahabat mereka berdua, Alfin hanya bisa menjadi saksi. Dia  tidak bisa melibatkan dirinya lebih jauh, karena ini adalah perjalanan mereka—sebuah cerita yang harus mereka selesaikan sendiri.

Sejenak meja mereka senyap. Namun Faza sadar jika suasananya terlalu tegang. Faza pun akhirnya membuka obrolan.

"Bagaimana kamu tahu, aku ada di Surabaya?" Felin tersenyum, sebelum menjawab.

"Em..Alfin yang kasih tahu, kemaren aku mau minta jemput di bandara, tapi kata Alfin kalian ada acara di Surabaya, jadi aku ikut terbang kesini, untuk kasih kejutan kekamu,"  Faza melirik pada Alfin, ada rasa kesal di hatinya, karena tak memberi tahunya prihal kedatangan Felin.

Obrolan di antara mereka terus berlanjut dengan hangat, bercanda dan saling bertukar cerita. Namun tidak dengan Faza, pria berhidung mancung itu, hanya duduk dengan sejumput pikirannya berantakan.

Sejujurnya Faza tidak tahu kenapa semuanya terasa berat hari ini, seperti ada sesuatu yang menahan pikirannya. Ketika pesanan akhirnya tiba dan mereka semua mulai menikmati hidangan dengan lahap, Faza mencoba mengalihkan perhatian pada makanannya. Tapi entah kenapa, meskipun perutnya semula lapar, tiba-tiba saja rasanya sudah kenyang.

"Mas, tolong bukain udangnya. Aku nggak bisa," pinta Felin, suaranya terdengar seperti rengekan.

Faza yang gak fokus, hanya menatap piring Felin dengan tatapan datar. Melihat reaksi Faza yang tak antusias seperti biasannya, langsung merajuk.

"Kenapa kamu jadi nggak peka sih,Mas..? Baru beberapa bulan nggak ketemu, kok udah cuek aja," Felin tiba-tiba merengek sambil menatap Faza heran. Faza menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri. Tatapannya jatuh pada udang di piring Felin.

Felin memang selalu seperti itu, manja, tak peduli apa yang sedang ada di kepala orang lain,semua kebutuhannya mau dilayani. Tanpa banyak bicara, Faza mengambil udang gala dari piring Felin dan mulai membukanya dengan hati-hati.

Faza tahu Felin tidak bermaksud apa apa, memang kebiasaannya yang selalu manja pada Faza, tapi tuntutan kecil itu kini terasa seperti sesuatu yang jauh lebih berat dari apa yang sanggup Faza tanggung saat ini.

Tangan Faza sibuk mengupas udang, tapi pikiran dan hatinya kini melayang ke tempat lain. Bayangan Caca tiba-tiba melintas di benaknya, mengisi setiap celah kosong dengan perasaan yang tak pernah kubayangkan sebelumnya.

"Mengapa malah wajah Caca? "batinya merasa  heran. Faza berusaha mengerti, namun justru semakin tersesat, oleh pikiran yang aneh.Faza  tahu ada sesuatu yang salah di dalam dirinya, tapi saat ini Faza tak ingin mengakuinya.

Udang sudah terkupas, Faza dengan cepat menaruh ke piring Felin.

"Sudah, makan lah.." ujar Faza tak banyak bicara, meletakkan udang hasil kupasannya ke piring Felin. Namun sepertinya Faza tak sadar jika sejak tadi Felin telah meminta Alfin untuk mengabadikan momen manis itu.

Lalu dengan hati penuh bahagia dan bangga, Felin mengunggah momen manis itu di Instagram miliknya. Statusnya yang bertuliskan "temu kangen dengan calon imam"  disertai Video Faza yang tengah mengupas udang untuk Felin.

Di kota lain, Caca yang tengah menata hatinya,iseng iseng membuka instagram, Caca yang sedang scroll status orang, tak sengaja melihat status baru milik kakaknya Felin. Kebetulan Caca sebagai salah satu pengikut aktifnya. 

Mata caca menyipit, membaca caption yang Felin tulus,"temu kangen dengan calon imam" kata katanya singkat namun berhasil meremukan hati Caca. Perlahan Caca memencet tombol play video pendek itu. 

Jantung Caca langsung berdentam keras saat melihat isinya. Tubuhnya seperti lumpuh. Di video itu, jelas terlihat Faza, suaminya—dengan santainya mengambil udang dari piring Felin, lalu membukakan kulitnya dengan romantis.

Caca lantas meletakkan ponselnya tak ingin melihat isi video itu lebih lanjut. 

"Jadi ini alasannya?" batin Caca penuh kepedihan. Air matanya enggan jatuh, mungkin karena sakit yang Caca rasakan terlalu dalam. 

Meski caca tahu sejak awal akan terjadi hal seperti ini, namun itu tetap membuat hati Caca terluka.

"Dia bahkan memilih kebohongan demi menemui Kak Felin, daripada hadir di hari wisudaku. Kenapa harus berbohong...? jika Pak Faza jujur mungkin rasanya tak sesakit ini," pikirnya. Terkadang sesuatu yang terlihat itu tak sesuai dengan kenyataan.

Ternyata rasa cemburu itu dapat melumpuhkan akal, membuat seseorang kehilangan kemampuan berpikir jernih, mungkin itu yang saat ini tengah Caca rasakan.

Caca meremas ponselnya dengan sangat kuat, jemarinya sampai memutih. Bibirnya ia gigit  hingga membekas, seolah-olah dia berusaha melawan kenyataan yang tiba-tiba menghantamnya.

Sementara di kota Semarang, di sebuah kafi mewah itu, Faza meminta Alfin untuk tetap tinggal,seusai makan. Ada sesuatu yang terasa lebih nyaman dengan kehadiran sahabatnya di antara Faza dan Felin.

"Jangan pergi dulu, tunggu sampai aku selesai bicara dengan Felin," pinta Faza kepada Alfin. Alfin menatap Faza memastikan ucapanya. Faza lalu mengangguk, meminta Alfin kembali duduk.

 Alfin akhirnya kembali duduk. Sementara Felin menatap Faza dengan raut penuh kebingungan.

"Mas, bukankah ini pembicaraan pribadi? Kenapa tidak membiarkan Alfin pergi saja?" Felin berkata terus terang, suaranya bercampur rasa heran. Faza menarik napas perlahan, berusaha menjelaskan tanpa membiarkan keraguan muncul dari niatnya.

 "Tidak apa-apa. Lebih baik kita bertiga saja. Jika hanya berdua, itu bisa menimbulkan fitnah," jawab Faza dengan suara tegas namun tetap berusaha terdengar tenang. Tatapan Felin tampak berubah, seolah perlahan dia mulai mengerti.

Tapi, Faza bisa merasakan dia sedikit canggung dengan kehadiran Alfin. Waktu berjalan selama hampir tiga puluh menit. Faza berbicara, dihadapan Felin dan Alfin, membahas apa yang terasa seperti simpul yang sulit diurai.

Namun, pada akhirnya Faza tahu, ini adalah satu langkah yang harus ia ambil. Tanpa banyak bicara lagi, Faza bangkit, meninggalkan kafe. Sementara Felin terisak di kursinya, matanya basah oleh tangis yang tak bisa dia sembunyikan lagi. 

Faza berjalan terus, langkahnya bergema di koridor kesendirian, membawa luka batin yang mendalam dan sulit sembuh. Ia tahu, dengan setiap detik yang berlalu, dia semakin melukai Felin yang tercinta, dan juga merobek jantungnya sendiri. Namun, meski ada keinginan terpendam untuk kembali dan memeluk Felin, Faza berpegang teguh pada keputusan pahitnya.

Keputusannya bukan tanpa luka; matanya yang basah mencerminkan penderitaan mendalam. Pada detik terakhir, saat melangkah keluar menuju pintu perpisahan, tatapan Alfin yang tajam menusuk punggung Faza seperti seribu jarum es.

Kekecewaan yang jelas terlihat di wajah Alfin menjadi beban berat yang ditambahkan pada pundaknya yang sudah rapuh. Di dalam keheningan langkahnya, Faza terus bertanya pada dirinya sendiri—apakah Felin dan Alfin akan mengerti? Apakah mereka bisa merasakan dilema yang menghancurkan hatinya? Dia tidak memiliki jawaban, hanya kehampaan yang terus membelenggu jiwanya. 

Namun, dia sadar langkahnya harus terus bergerak maju; meski sejuta emosi berkecamuk, dan rasa bersalah menjerat erat, ada sumpah seorang suami yang harus dipenuhi—untuk kembali ke pangkuan istri yang setia menanti di rumahnya.

1
melda melta
keren Thor... lanjuuuuut
Fitra Sari
lanjut Thor up nya semakin bagus ..jangan lama2
Herman Lim
akhir BS kumpul lagi setidak Caca BS ngomong dari hati ke hati donk
Tasari Tasari
😭😭😭😭lanjut up tor jangan lama2 💞💞
Asma Nurfadilah
lanjut kak
partini
oke
partini
apakah dugaan ku benar ,so kita lihat episode selanjutnya
Tasari Tasari
lanjut tor ,up jangan lama2 semangat💪🏼
Fitra Sari
lanjuuuuuutttt thorr
Ria Agustina
lanjut tor
Tasari Tasari
tor kok up nya lama😩
Zizi Pedi: iya kk, lagi sibuk di dunia nyata. ngerjain tugas PPG,jadi radak keteteran.
total 1 replies
Fitra Sari
ko jarang up sih thorr ...pdhal nungguin truss
Herman Lim
lanjut Thor penasaran yg pasti Faza dah terima semua kekurangan dari istri nya
Fitra Sari
lanjuttt donkk thorrr up yg bnyak .dari kemarin ga up2 🙏🙏🙏🙏
Tasari Tasari
lanjut tor 👍🏼
Fitra Sari
lanjuttt donkk thorrrr
Herman Lim
moga Caca ke rmh org tua faza dan semoga kebusukan felin terbuka
Fitra Sari
kenapa hari ini ga up KK ...nungguin lhoo
sunshine wings
Semangat author 💪💪💪💪💪
♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Felin bukan jodohmu Faza.. Kenapa harus bertahan sampe tujuh tahun??? Atas alasan belum siap??? Nonsence!!! Kalo udah jodoh Allah akan berikan jalan untuk mempermudahkan iya kan..
Atas apapun alasan itu!!!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!