Hulya Millicent harus terjebak dalam obsesi cinta seorang bos mafia. Dia bahkan tidak tahu kalau dirinya telah dinikahi oleh sang mafia semenjak usianya baru 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 : Menjatuhkan Talak
...•••Selamat Membaca•••...
Hari-hari berlalu begitu cepat, kandungan Hulya sudah memasuki bulan kelima dan selama itu pula Aarav tetap berada di mansion Marchel. Aarav sama sekali tidak bisa mendekati Hulya, dia bahkan sangat sulit bicara karena memang Hulya tidak memberi celah padanya.
Aarav juga sangat tahu diri, dia tidak pernah berbuat hal apapun yang melewati batas, bukan karena takut dengan Marchel, tapi karena dia sangat menghargai Hulya sebagai wanita yang dia cintai.
Marchel mendekati Aarav yang tengah duduk di halaman belakang, dengan sebatang rokok di tangannya. Setelah memastikan istrinya tidur, Marchel keluar kamar untuk menemui adiknya itu.
“Masih belum mau menyerah hm?” tanya Marchel pada Aarav dengan senyum sinis.
“Belum, aku masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan cinta Hulya kembali, aku akan keluar dari mansion ini tidak sendiri.” Marchel tersenyum, hal konyol yang dikatakan oleh Aarav itu terdengar begitu mustahil.
“Untuk bicara dengannya saja kau tidak bisa, bagaimana kau akan membawanya dariku? Jangan bodoh Aarav, kau tidak akan berhasil dengan segala rencanamu itu.” Marchel berdiri meninggalkan Aarav sendiri.
Seperti biasa, Marchel ke kantor pagi-pagi dan Hulya memasuki kamarnya, dia akan menghabiskan waktu di dalam kamar sampai Marchel pulang nanti.
Aarav sudah tidak bisa lagi menahan hati, melihat kemesraan Marchel dan Hulya setiap hari semakin membuatnya geram dan cemburu.
...***...
Saat pulang dari kantornya, Marchel mampir dulu ke toko perhiasan, dia sudah memesan satu set berlian untuk Hulya sebagai kado ulang tahun istrinya tersebut.
Hari ini adalah hari ulang tahun Hulya, dia sudah mengucapkan selamat tadi malam dan malam ini, dia akan memberikan kejutan.
Marchel pulang dengan perasaan senang, tidak sabar untuk bertemu Hulya. Di dalam rumah, Marchel tidak menemukan istrinya, bertanya pada pelayan dan mereka bilang Hulya keluar sejam setelah Marchel ke kantor.
“Kalian tidak diberitahu ke mana dia pergi?” tanya Marchel.
“Tidak tuan, nyonya hanya bilang akan keluar sebentar saja.”
“Baiklah, kau boleh pergi.”
Marchel menghubungi istrinya itu, mulai khawatir karena Hulya pergi dari pagi, bukan Hulya namanya jika betah di luar lama-lama tanpa ditemani.
“Apa Aarav yang membawa Hulya?” pikiran negatif kini bersarang di benak Marchel, dia langsung memeriksa kamar Aarav yang tidak dikunci, Aarav tidak ada tapi di dalam kamar mandi, Marchel mendengar suara gemercik air.
“Aarav, kau di dalam?” teriak Marchel.
“Iya, kenapa?” balas Aarav dari dalam kamar mandi.
Marchel meninggalkan kamar itu, bukan Aarav yang menyebabkan perginya Hulya. Malam pun datang, Hulya masih belum pulang, kekhawatiran Marchel semakin menjadi, dia mencari ke seluruh tempat yang kemungkinan Hulya datangi.
Dia mencari bersama dengan Aarav, kedua pria itu sangat khawatir dengan Hulya yang tak kunjung pulang juga.
“Kenapa kau tidak bertanya dia ke mana?” kesal Marchel.
“Ya mana aku tau kalau dia akan keluar begitu, kau kan tau sendiri, dia tidak mau bicara denganku,” ujar Aarav membela dirinya.
Setiap tempat mereka datangi dan beberapa hotel juga mereka kunjungi, berharap Hulya ada. Marchel meminta Justin melacak di mana Hulya bermodalkan cctv mansion dan jalan, cukup sulit sebenarnya karena wanita itu tidak membawa mobil sendiri.
Sekarang sudah menunjukkan pukul 11 malam, ponsel Hulya sama sekali tidak bisa dihubungi.
Tak lama, Marchel mendapatkan kabar kalau Hulya sedang berada di hotel yang lumayan jauh dari pusat kota.
Mereka langsung meluncur ke sana, dalam waktu satu jam, akhirnya mereka sampai di depan hotel yang dimaksud. Marchel menanyakan kamar Hulya dan diberitahu oleh resepsionisnya.
Karena pikiran Marchel yang sudah kalap, dia meminta staf hotel untuk membukakan pintu, Marchel dan Aarav kaget ketika melihat Hulya sedang bercumbu dengan pria lain.
“HULYA, APA YANG KAU LAKUKAN?” bentak Marchel dengan nada lantang. Hulya dan pria tersebut kaget, mereka tidak tahu harus berbuat apa.
“Maafkan aku Marchel, aku dan Mathew saling mencintai, kami sudah lama menjalin hubungan, aku ingin berpisah darimu.” Bagai disambar petir, Marchel kaget, begitu juga dengan Aarav, dia tidak menyangka Hulya seperti itu.
“Sejak kapan kau menjalin hubungan dengan pria ini?” tanya Aarav yang juga ikut kaget.
“Sejak lama, bahkan sebelum aku mengenalmu, Aarav.”
Marchel terdiam sesaat, masih mencerna apa yang terjadi saat ini. Tadi pagi mereka masih baik-baik saja, lalu sekarang, Hulya bermain api di belakang nya.
Marchel pergi meninggalkan hotel tersebut, disusul oleh Aarav. Kali ini Aarav merasa kasihan pada saudaranya itu, dalam hati, Aarav masih bertanya-tanya, kenapa Hulya seperti itu?
Kali ini Aarav yang mengemudi, Marchel masih terdiam tanpa bisa diajak bicara. Bayangan saat Hulya dan Mathew di kamar hotel tadi masih membekas dalam ingatannya, Hulya dengan pakaian minim sedang dicumbu, pemandangan yang begitu menyakitkan.
Sesampainya di rumah, Marchel langsung memasuki kamarnya, masih termenung dengan air mata yang keluar membasahi kedua pipi tegasnya.
Marchel melihat ponsel Hulya tergeletak di atas kasur, ponsel itu mati, dia penasaran lalu menghidupkannya. Memeriksa isi ponsel tersebut, air mata kembali membanjiri pipinya ketika membaca pesan Whatsapp Hulya bersama Mathew.
Mereka memang janjian untuk bertemu di hotel tadi, Marchel melemparkan benda pipih itu hingga pecah.
Dia belum menyadari kalau tadi ponsel itu sama sekali tidak berada di atas kasur dan ketika dia pulang, secara tiba-tiba ponsel itu di sana. Hal aneh ini tertutupi dengan emosi Marchel yang telah meluap.
Tepat pukul 4 pagi, Hulya pulang ke mansion, keadaannya cukup kusut, mata merah karena terlalu lama menangis dan tenggorokannya yang sakit luar biasa. Hulya membawa langkahnya memasuki mansion besar itu, ia langsung menuju ke dalam kamar yang tidak dikunci.
Marchel duduk di sofa, tidak tidur sama sekali dari semalam. Hulya mendekati Marchel dan langsung mendapatkan tatapan tajam dari suaminya itu.
“Aku tidak pernah bisa menerima sebuah pengkhianatan Hulya, kau sudah mengambil langkah yang salah dengan mengkhianati ku.” Suara Marchel terdengar tenang namun menakutkan.
Hulya memegang lehernya, suaranya bahkan tidak keluar sama sekali, hanya air mata yang menjadi balasan dari perkataan Marchel.
Hulya mendekati suaminya itu dan menggenggam tangan Marchel tapi pria itu malah mengayunkan tangan menampar kedua pipi Hulya berkali-kali, dia tidak peduli dengan kondisi Hulya yang tengah hamil 5 bulan.
“BRENGSEK KAU HULYA, TEGA KAU MENGKHIANATI AKU SEPERTI INI, APA KURANG KU SEBAGAI SUAMIMU? AKU BAHKAN MELAKUKAN APAPUN DEMI KEBAHAGIAANMU SELAMA INI, INI BALASANMU PADAKU SIALAN?”
Hulya memejamkan matanya, dia ingin menjawab perkataan Marchel tapi tidak bisa. Tatapan Hulya seakan meminta Marchel untuk mendengarkannya dulu tapi Marchel yang sudah kepalang emosi langsung memukul perut buncit Hulya dengan kepalan tinjunya.
Hulya langsung muntah darah, nafasnya tercekat, sakit luar biasa dia rasakan saat ini. Tak puas melakukan hal itu, Marchel mengambil sebuah vas bunga besar lalu melemparkannya pada Hulya, vas itu pecah di tubuh sang istri.
Hulya masih sadarkan diri, kondisinya sangat lemah, begitu banyak darah yang keluar dari jalan lahirnya tapi Marchel tidak peduli. Dia malah menjambak rambut Hulya dengan kuat, lalu memukul wajah itu berkali-kali sehingga darah segar mengucur dari hidung dan telinga Hulya.
“Dengarkan aku baik-baik wanita jalang, mulai detik ini, aku menceraikanmu Hulya Millicent, kau bukan istriku lagi, hiduplah kau dengan selingkuhanmu itu.” Air mata Hulya berderai, tanpa bisa menjelaskan semuanya, dia langsung mendapatkan kata talak dari Marchel.
Marchel mendorong kepala Hulya, kini wanita itu tergeletak di lantai, kondisinya sangat parah. Luka di wajah dan sekujur tubuh, darah yang tak henti mengalir dari jalan lahirnya, Hulya meringkuk menahan sakit luar biasa di bagian perut. Nafasnya juga tercekat, tak bisa melakukan apapun lagi saat ini.
“Malam ini aku akan mengakhiri hidupmu Hulya, aku yakin, kau tidak ingin menderita lebih lama bukan.” Hulya tak peduli lagi dengan perkataan Marchel, dia hanya fokus pada rasa sakitnya.
Marchel mencekik Hulya dengan kuat, tanpa bisa membela diri lagi, Hulya begitu pasrah jika dia mati malam ini di tangan suaminya.
“Marchel hentikan, kau sudah gila hah? Kau akan menyesal, Marchel.” Aarav datang bersama dengan Justin, mereka menarik Marchel dari Hulya hingga cekikan itu terlepas.
Hari ulang tahun yang seharusnya menjadi indah, kini berakhir tragis.
...•••Bersambung•••...