Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gelagat
Siang ini rencananya Tika akan pergi. Dia akan menemui seseorang. Rian juga tidak di rumah sehingga Tika bisa pergi dengan bebas.
Tika saat ini sedang berdandan, wajahnya sengaja dia poles dengan make up yang mencolok alias menor. Dia juga mengenakan dress polkadot berwarna merah muda agar terlihat seperti ABG.
"Sempurna, pasti dia nanti akan merasa tersaingi. Secara aku lebih muda, aku juga lebih bisa diandalkan daripada dia." Celetuk Tika tersenyum miring.
Sebenarnya Tika ini hanya dua tahun lebih tua dari Misha, Tika juga hanya berasal dari keluarga yang biasa saja. Tapi, semenjak dia menikah siri dengan Rian, gayanya menjadi selangit.
Terdengar suara deru mesin mobil terparkir di depan rumah kontrakannya. Tika mengintipnya dari balik gorden jendela, ternyata itu taksi online yang sebelumnya sudah dia pesan. Dirasa penampilannya juga sudah sempurna, Tika gegas menyambar tasnya dan keluar dari kamarnya.
"Ma, aku keluar dulu." Teriak Tika.
Tanpa menunggu jawaban Dewi, Tika langsung melangkah keluar dan naik kedalam mobil.
Dewi keluar dari kamar untuk sekedar menengok.
"Huh, menantu menyebalkan, mau pergi pintu tidak ditutup. Bagaimana kalau ada maling masuk." Gerutu Dewi melangkah menutup pintu.
*****
Taksi yang ditumpangi Tika sudah sampai di depan gerbang rumah seseorang.
Tika langsung membayar dan turun dari taksi tersebut.
Tika pun melangkahkan kakinya mendekati gerbang. Disana ada satpam yang berjaga.
"Permisi, tolong bukakan pintu gerbangnya."
Satpam yang berjaga memperhatikan Tika.
"Maaf, Anda siapa?"
"Aku temannya nyonya kamu, kita sudah janjian tadi."
"Oh, kalau begitu tunggu sebentar."
Satpam dengan cepat membukakan pintu gerbang untuk Tika, sedang Tika menarik sudut bibirnya.
Tika melangkah masuk dan kini dia sudah berada di depan pintu rumah. Rumah luas berlantai dua yang menurut penilaian Tika ini rumah yang megah.
Tika menekan tombol tiga kali.
Tak lama pintu terbuka. Melihat siapa yang telah membuka pintu, Tika langsung mengembangkan senyumnya.
Ferdi terkejut dengan siapa yang datang. "Ti-Tika, ngapain kamu kesini?"
"Hai sayang, tentu saja aku ingin bertamu."
'Astaga, kenapa dia beneran nekat?' Batin Ferdi. Ferdi celingak celingukan melihat kedalam.
"Kalau ingin bertemu kenapa tidak janjian saja? Jangan kerumah." Bisik Ferdi.
"Yah, gimana dong, Mas. Sudah terlanjur nih." Jawab Tika menunjukkan ekspresi sedih seolah merasa bersalah dan menyesal.
"Tap-"
"Pa, siapa yang bertamu?" Tanya Fani dari dalam.
Wajah Ferdi langsung berubah menjadi panik.
"Ah, ini Ma. Teman."
Fani pun sampai diluar.
"Eh, Tika. Sudah datang ternyata." Ucap Fani tersenyum mengetahui siapa tamunya.
Fani melirik Ferdi. "Papa ini gimana sih? Tamu Mama gak langsung disuruh masuk."
Ferdi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Eh, iya maaf, Ma."
"Tika, yuk kita masuk dulu." Ajak Fani.
Tika tersenyum dan berjalan mengikuti Fani masuk ke dalam. Sedangkan Ferdi terlihat begitu panik dan takut.
Fani mengajak Tika masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Ferdi juga ikut bergabung, namun dia hanya diam saja.
Tika terlihat mengamati isi ruangan rumah tersebut. Fani menyadari hal itu memperhatikan Tika. Fani bukan membatin perihal penampilan Tika, melainkan postur tubuh Tika yang terlihat berbeda.
"Tika, sepertinya kamu sekarang agak gendutan ya?" Ucap Fani.
"Ah, iya. Ini aku sedang hamil. Sudah lima bulan."
"Wah, sebentar lagi. Apa sudah tahu apa jenis kelaminnya?"
Tika mengangguk sambil mengusap perutnya yang terlihat membuncit. "Bayiku laki-laki. Dia akan menjadi pewaris nantinya." Ucapnya sambil melirik Ferdi dan tersenyum.
Fani melihat gelagat aneh dari tatapan Tika ke Ferdi. Dengan cepat dia menyingkirkan pikiran negatifnya.
Fani menggenggam tangan Ferdi. Ferdi yang sedari tadi hanya diam terkejut.
"Wah, Pa. Mama juga pengen punya anak laki-laki." Ucapnya menatap Ferdi.
"I-iya, Ma. Kita akan selalu berusaha." Jawabnya.
Tak lama datang seorang pelayan membawakan minuman dan cemilan.
"Tika, diminum dulu minumannya."
"Em, Fani. Sepertinya anakku pengen sesuatu. Apa aku boleh memintanya?"
"Tentu. Jangan sampai apa yang kamu mau tidak keturutan. Kalau kata orang sih, ngeces-eces atau ileren gitu. Jadi, apa yang kamu mau sebisa mungkin harus keturutan."
Tika melirik Ferdi. Ferdi yang memang juga menatap Tika berusaha menutupi kepanikkannya.
"Aku pengen makan kue itu disuapin."
Fani tersenyum. "Ya ampun Tika. Kalau cuma itu sini aku suapin." Ucap Fani hendak beranjak dari tempat duduknya.
"Tapi, dedeknya maunya sama Mas Ferdi. Apa boleh?"
Fani yang mendengarnya tercengang, dadanya sakit seperti dihantam batu besar. 'Kenapa permintaannya tidak masuk akal? Bahkan sedari tadi gelagatnya tidak biasa dengan Papa. Apa Tika menyukai suamiku atau? Ah, semoga saja tidak. Tapi kalau iya, aku harus menyelidikinya. Semoga ini hanya prasangka burukku saja.' Batin Fani menepis pikiran buruknya. Tapi, nanti dia akan menyelidikinya.
Fani menatap Ferdi lalu kembali menatap Tika yang terlihat begitu memelas.
"Em, Pa. Tika sedang nyidam. Tolong Papa suapin dia ya!"
"Tap-tapi, Ma."
"Demi anaknya, Pa." Ucap Fani yang sebenarnya hatinya terasa nyeri.
Ferdi mau tak mau menuruti permintaan Tika dan istrinya.
Tika tersenyum miring. 'Hah, wanita bodoh.' Batin Tika.
Disini, sebenarnya Tika dan Fani adalah teman, biasanya mereka kalau berkumpul berempat. Sudah hampir 7 bulan ini, Tika dan Ferdi main serong dibelakang Fani.
Awalnya Ferdi biasa saja dengan Tika tapi, karena mereka berdua tidak sengaja bertemu di suatu tempat. Tika berusaha tebar pesona. Yah, kucing disuguhi tempe mendoan saja sekarang doyan. Apalagi Ferdi yang notabennya kelebihan hasr4t tapi, kurang terlampi4skan.
*****
Hari begitu cepat berganti. Siang ini Refan sudah diperbolehkan pulang.
Singkat waktu kini Refan sudah berbaring di kasur king sizenya. Dia sedang fokus menatap layar ponselnya. Tiba-tiba tangannya terkepal.
"Ternyata aku memelihara ulat bulu." Ujarnya.
Tok! Tok!
Karena pintu kamar Refan tidak tertutup, Misha langsung masuk begitu saja.
Misha datang membawa nampan.
"Lebih enak di rumah ya, Mas. Mau apa-apa enak." Ucapnya.
"Hmm." Jawab Refan.
Misha meletakkan nampan berisi semangkuk bubur.
"Mas Refan harus makan yang banyak. Tapi, karena dokter menyarankan agar Mas Refan tidak memakan makanan yang keras, jadinya aku buatin bubur spesial buat Mas Refan." Ucapnya mengambil mangkuk dari atas nampan.
Misha duduk ditepian tempat tidur tepatnya disamping Refan terbaring.
Misha menyendok bubur dan meniupnya. Refan menatap Misha tersenyum.
"Ayo, akkk buka mulutnya." Ucap Misha menyodorkan sesendok bubur.
Refan pun membuka mulutnya dan melahap bubur tersebut hingga ke suapan terakhir. Setelah itu Misha memberikan minum dan obat.
Tak mau berlama-lama di kamar berdua, Misha segera pamit keluar dengan alasan Refan harus banyak-banyak istirahat.
Sementara di sebuah Apartemen.
Dua insan dengan senjata yang sama baru saja selesai mengarungi samudra. Keduanya terbaring lemas.
"Choki, apa Daddy boleh minta tolong?"
"Minta tolong apa, Dad?" Tanya Choki.
"Tolong, Daddy. Daddy saat ini benar-benar membutuhkan uang. Kamu juga tahu sendiri kan kalau Daddy tidak bekerja lagi!" Ucap Rian meminta bantuan pada Choki.
Choki memiringkan tubuhnya dan diam memperhatikan Rian.
"Aku bisa membantu Daddy. Tapi, Daddy harus menuruti apa yang aku mau. Bagaimana?"
Rian memicingkan mata dan menoleh menatap Choki.
"Kalau Daddy mau, Daddy bisa bekerja denganku. Jadi, Daddy tidak hanya akan pu4s denganku, Daddy juga akan dengan mudah mengumpulkan uang."
Rian nampak berpikir.
"Oke, jadi Daddy harus bekerja apa?"
Choki menarik sudut bibirnya. "Daddy cukup memu4skan pembeli. Tenang saja. Mereka semua orang berduit. Choki yakin 100%, hanya dengan semalam bermain dengan mereka. Daddy akan meraup uang sebanyak-banyaknya."
"Mereka itu siapa?"
"Daddy akan tahu nanti. Jadi apa kita deal?"
Choki mengulurkan tangannya.
Rian pun menjabat tangan Choki. "Deal."
"Oke, kalau begitu ayo kita langsung saja. Ada yang sudah menunggu. Jangan membuat pelanggan pertama kita kecewa." Ucap Choki mengajak Rian.
Mereka berdua gegas membersihkan diri dan keluar dari apartemen menuju tempat janjian.