NovelToon NovelToon
Denting Terakhir Di Villa Edelweiss

Denting Terakhir Di Villa Edelweiss

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Rumahhantu / Romantis / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:245
Nilai: 5
Nama Author: YourFriend7

Liburan Natal di Villa Edelweiss seharusnya menjadi momen hangat bagi Elara, Rian, dan si jenaka Bobi. Namun, badai salju justru mengurung mereka bersama sebuah piano tua yang berbunyi sendiri setiap tengah malam—memainkan melodi sumbang penagih janji dari masa lalu.
​Di tengah teror yang membekukan logika, cinta antara Elara dan Rian tumbuh sebagai satu-satunya harapan. Kini mereka harus memilih: mengungkap misteri kelam villa tersebut, atau menjadi bagian dari denting piano itu selamanya.
​"Karena janji yang dikhianati tak akan pernah mati, ia hanya menunggu waktu untuk menagih kembali."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YourFriend7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Palu Banned dan Gadis Glitch

"Sraah... Shara... Saaahhr..."

Monster Typo yang tadinya berwujud Sarah itu menjerit dengan suara berisik seperti radio rusak. Tubuhnya meleleh, huruf-huruf acak berjatuhan dari kulitnya, ada huruf 'Q' yang mencuat dari siku, angka '4' yang menggantikan mata kiri, dan simbol '@' yang berputar di perutnya.

Makhluk itu menerjang Elara dengan mulut menganga yang penuh gigi berbentuk tanda seru tajam.

"Mundur!" perintah Rian.

Rian tidak panik. Dia melangkah maju dengan tenang, mengangkat tangan kanannya yang terbuat dari tinta emas cair. Dia tidak memukul monster itu. Dia hanya mengacungkan jari telunjuknya dan membuat gerakan menggeser di udara.

SWIPE.

Sebuah kotak dialog transparan muncul di depan wajah monster itu: [AUTO-CORRECT].

Rian menjentikkan jarinya.

BOOM!

Monster Sarah itu meledak menjadi serbuk glitter emas dan lenyap seketika. Tidak ada darah, tidak ada bangkai. Hanya udara kosong yang bersih.

"Gila..." Bobi melongo, rahangnya nyaris jatuh ke lantai putih imajiner itu. "Lo barusan ngapain, Yan? Lo ngapus dia?"

"Gue auto-correct," jawab Rian santai, mengibas-ngibaskan tangannya yang bercahaya. "Dia cuma kesalahan penulisan. Sekarang udah bener."

Elara masih gemetar, menatap titik di mana Sarah palsu tadi berdiri. "Jadi... Sarah yang asli beneran di sana?"

Elara menunjuk ke kejauhan. Ke arah Gunung Sampah yang menjulang tinggi di tengah hamparan putih Desktop itu.

Gunung itu mengerikan. Itu bukan tumpukan tanah atau batu, melainkan tumpukan jutaan file sampah: ikon dokumen yang robek, folder yang terbakar, laptop yang layarnya pecah, dan kabel-kabel kusut yang menjuntai seperti usus terburai.

Di puncaknya, duduk Adrian di atas singgasana yang terbuat dari server komputer yang berasap. Di kakinya, terikat dengan kabel USB raksasa, Sarah yang asli tampak pingsan.

"Ayo," kata Rian, matanya menatap tajam ke arah Adrian. "Kita jemput kritikus kita."

Mereka bertiga berjalan melintasi dataran putih itu. Langkah mereka tidak berbunyi, seolah berjalan di atas awan padat.

Semakin dekat ke gunung sampah, semakin terasa distorsinya. Udara di sekitar gunung itu bergetar. Kadang tangan Bobi terlihat kotak-kotak, kadang rambut Elara warnanya berubah-ubah.

Adrian melihat kedatangan mereka. Dia berdiri dari singgasananya, merentangkan tangan bayangannya lebar-lebar.

"Lihat siapa yang datang," suara Adrian menggema, terdengar seperti keluar dari ribuan speaker sekaligus. "Si Penulis Amatir yang mencuri penaku."

"Gue nggak nyuri," balas Rian, suaranya tenang tapi diperkuat secara magis sehingga terdengar jelas sampai ke puncak gunung. "Gue cuma ngambil hak cipta gue balik."

"Hak cipta?" Adrian tertawa. "Di sini tidak ada hukum, Nak. Ini adalah Recycle Bin. Tempat di mana sampah sepertimu harusnya dihapus permanen."

Adrian mengangkat tangannya. Dari tumpukan sampah elektronik di bawah kakinya, bermunculan makhluk-makhluk kecil berwarna hitam legam. Bentuknya bulat, berduri, dan bergerak cepat menggelinding.

"Apaan lagi tuh?" tanya Bobi panik, memegang linggisnya erat-erat. "Landak cyber?"

"Virus," kata Rian. "Malware. Hati-hati, jangan sampai disentuh. Kalau kena, data diri lo bisa korup. Lo bisa lupa nama lo sendiri."

Ribuan bola duri hitam itu menggelinding turun dari gunung, menyerbu ke arah mereka seperti air bah.

"Bobi, lo butuh upgrade," kata Rian.

Rian menyentuh linggis besi karatan di tangan Bobi dengan tangan emasnya.

TING!

Cahaya emas menyelimuti linggis itu. Bentuknya berubah. Besi itu membesar, memanjang, dan berubah menjadi sebuah palu godam raksasa dengan kepala yang menyala neon merah. Di sisi palu itu tertulis kata: [BANNED].

"Wuuh!" Bobi nyaris jatuh keberatan, tapi entah kenapa tangannya kuat mengangkatnya. "Ini apaan, Yan?!"

"Palu Moderator," seringai Rian. "Pukul apa aja yang nggak lo suka."

"Mantap!" Seru Bobi, rasa takutnya berubah jadi antusiasme gamer. "Ayo sini lo semua, virus-virus nakal! Gue banned satu-satu!"

Bobi maju menerjang pasukan virus itu. Dia mengayunkan palu raksasanya.

BLAM!

Satu ayunan menghantam tanah, menciptakan gelombang kejut merah. Puluhan virus yang terkena gelombang itu langsung hancur menjadi kode biner (angka 0 dan 1) yang berterbangan.

"Mati lo! Mati! Jangan nyepam di lapak gue!" teriak Bobi kegirangan sambil memutar-mutar palunya kayak Thor.

Sementara Bobi sibuk membantai virus, Rian dan Elara lari menuju kaki gunung.

"Elara, lo fokus ke Sarah," instruksi Rian. "Gue yang urus Adrian."

"Hati-hati, Yan. Dia curang," ingat Elara.

Rian tersenyum miring. "Tenang. Gue sekarang adminnya."

Rian melompat. Bukan lompatan biasa. Dia melompat setinggi sepuluh meter, mendarat di teras gunung sampah, lalu melompat lagi. Dia mendaki gunung itu dengan kecepatan kilat, meninggalkan jejak tinta emas di setiap pijakannya.

Adrian melihat Rian mendekat. Dia mencabut sebuah keyboard mekanik dari singgasananya. Dia memetik tombol-tombolnya di udara, menembakkan peluru-peluru huruf tajam ke arah Rian.

TAK-TAK-TAK-TAK!

Peluru huruf itu melesat cepat. Rian menangkisnya dengan tangan emasnya, mengubah peluru-peluru itu menjadi kelopak bunga mawar yang tidak berbahaya.

Rian sampai di puncak.

Dia berdiri berhadapan dengan Adrian. Jarak mereka hanya lima meter. Sarah tergeletak di antara mereka.

"Kau pikir tinta emas itu membuatmu menang?" desis Adrian. Tubuh asapnya membesar, menjadi raksasa bayangan yang menutupi "matahari" desktop. "Aku adalah System Error yang tidak bisa diperbaiki. Aku adalah Blue Screen di hidupmu!"

Adrian menerjang Rian dengan tangan raksasanya.

Rian menahan serangan itu dengan satu tangan emas.

BOOM!

Benturan energi emas dan hitam menciptakan ledakan angin yang nyaris melempar Elara yang baru saja sampai di pinggir kawah puncak.

Elara merangkak mendekati Sarah.

"Sar! Bangun, Sar!" Elara mengguncang tubuh Sarah.

Sarah dingin sekali. Kulitnya pucat kebiruan. Kabel USB yang melilit tubuhnya menancap langsung ke... kulitnya?

Elara ngeri melihatnya. Ujung kabel itu masuk ke dalam pori-pori lengan Sarah, menyedot sesuatu yang bercahaya biru dari dalam tubuhnya.

"Yan! Sarah disedot energinya!" teriak Elara.

Rian menoleh sekilas, lengah.

BUK!

Adrian memukul Rian telak di dada. Rian terpental menabrak tumpukan monitor bekas.

"Terlambat," tawa Adrian. "Aku tidak menculik dia untuk jadi sandera. Aku menculik dia untuk jadi Backup Drive."

"Maksud lo apa?!" bentak Rian, menyeka tinta emas yang keluar dari sudut bibirnya (darahnya berubah jadi tinta emas).

"Tubuh bayanganku tidak stabil di dunia nyata," jelas Adrian. "Aku butuh wadah baru. Wadah yang kosong. Dan temanmu ini... kritikus yang cerewet ini... otaknya sangat cocok untuk di-format ulang."

Adrian menjentikkan jarinya.

KLIK.

Kabel yang melilit Sarah terlepas otomatis.

Tubuh Sarah tersentak kaku. Dia melayang berdiri, meski matanya masih tertutup.

"Sarah?" panggil Elara pelan, mundur selangkah.

Sarah membuka matanya.

Elara menahan napas.

Mata Sarah tidak ada pupilnya. Seluruh bola matanya berwarna biru terang. Biru yang menyakitkan mata. Warna Blue Screen of Death.

Dan di dahinya, muncul tulisan berjalan yang berbunyi:

[SYSTEM CORRUPTED - LOADING VILLAIN_PROTOCOL.EXE]

Sarah menoleh ke arah Elara. Wajahnya datar, tanpa emosi. Dia mengangkat tangannya ke arah Elara.

"Sar... ini gue, Elara. Sahabat lo," bujuk Elara gemetar.

Mulut Sarah terbuka, tapi suara yang keluar bukan suara Sarah. Itu suara robotik, sintesis, gabungan dari berbagai potongan audio yang patah-patah.

"Target... terdeteksi. Elara. Status: Hapus."

Tangan Sarah berubah. Jari-jarinya memanjang menjadi kabel-kabel tajam yang ujungnya berupa pisau bedah data.

Rian mencoba bangkit untuk menolong, tapi Adrian menahannya dengan menginjak dadanya.

"Tonton saja," bisik Adrian kejam. "Lihat bagaimana sahabat membunuh sahabat. Plot yang klasik, kan?"

Sarah melesat ke arah Elara dengan kecepatan yang tidak wajar. Kabel pisau di tangannya siap memenggal kepala Elara.

Elara tidak punya senjata. Palu Bobi ada di bawah. Tuts pianonya... cuma benda tumpul kecil.

"SARAH, SADAR!" jerit Elara.

Pisau kabel itu berhenti satu senti di depan bola mata Elara. Angin dari tebasannya memotong beberapa helai rambut poni Elara.

Sarah mematung. Matanya berkedip-kedip antara biru dan cokelat normal. Ada perlawanan di dalam sana.

"E... El..." suara asli Sarah terdengar samar, seperti orang tenggelam. "Lari... gue nggak bisa... nahan..."

Tapi sedetik kemudian, mata itu kembali biru total.

"Error. Emosi terdeteksi. Menghapus Emosi... 100%."

Sarah mengangkat tangannya lagi. Kali ini lebih tinggi, lebih mematikan. Dan di belakang Sarah, langit putih Desktop tiba-tiba retak. Sebuah jam hitung mundur raksasa muncul di langit.

[SYSTEM SHUTDOWN IN: 00:59]

"Oh, lihat," Adrian menyeringai. "Dunia ini akan restart. Dan saat nyala kembali, kalian semua akan hilang. Kecuali aku dan wadah baruku."

Sarah mengayunkan pisaunya ke leher Elara.

Tapi kali ini, Elara melihat sesuatu di dada Sarah. Di balik kemeja yang robek itu, tepat di jantungnya, ada cahaya kecil yang berkedip. Cahaya putih.

Itu file asli Sarah yang belum terhapus total.

Elara tahu dia harus melakukan hal gila lagi. Dia tidak menghindar. Dia justru maju, menerjang memeluk Sarah, membiarkan bahunya tergores pisau kabel itu.

"Gue bakal restore lo manual!" teriak Elara.

Elara menggenggam tuts piano hitamnya yang panas, dan menghunjamkannya tepat ke dada Sarah, ke titik cahaya putih itu.

ZRRRT!

Listrik biru dan emas meledak dari tubuh mereka berdua, menyilaukan Rian, Adrian, dan Bobi yang ada di kaki gunung.

Dan di tengah cahaya yang membutakan itu, terdengar suara sistem:

[FATAL ERROR: CONFLICTING DATA FOUND.]

[INITIATING MERGE...]

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!