NovelToon NovelToon
Hujan Di Istana Akira

Hujan Di Istana Akira

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Romansa Fantasi / Harem / Romansa / Dokter
Popularitas:349
Nilai: 5
Nama Author: latifa_ yadie

Seorang dokter muda bernama Mika dari dunia modern terseret ke masa lalu — ke sebuah kerajaan Jepang misterius abad ke-14 yang tak tercatat sejarah. Ia diselamatkan oleh Pangeran Akira, pewaris takhta yang berhati beku akibat masa lalu kelam.
Kehadiran Mika membawa perubahan besar: membuka luka lama, membangkitkan cinta yang terlarang, dan membongkar rahasia tentang asal-usul kerajaan dan perjalanan waktu itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon latifa_ yadie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gerbang Ketiga

Sejak malam itu, laut tidak lagi sama.

Ombak yang dulu lembut kini berdenyut seperti napas makhluk hidup.

Kadang aku merasa air itu menatapku — setiap buihnya membawa ingatan, setiap gelombang membawa pesan.

Dan setiap kali Aki menaruh kerang perak di telinganya, dia mendengar bisikan baru.

“Sensei,” katanya pagi itu, “lautnya sekarang suka berbicara.”

Aku menatapnya dari tempatku duduk di pasir. “Apa yang dia bilang kali ini?”

Aki menatap ombak dengan mata dalam. “Katanya, Gerbang Ketiga sudah terbuka… tapi belum semua yang bangun siap untuk hidup.”

Kata-kata itu membuat bulu kudukku meremang.

“Belum semua yang bangun…?” ulangku.

Dia menatapku dan mengangguk pelan. “Katanya, waktu yang tidur terlalu lama akan melahirkan mimpi buruk.”

Sore hari, aku menyusuri pantai sendiri.

Langit berwarna oranye pucat, matahari separuh tenggelam, dan laut berkilau seperti lembaran kaca cair.

Tapi di ujung cakrawala, aku melihat sesuatu yang aneh — semacam bayangan tinggi di tengah laut, berdiri tegak seperti menara.

Aku menyipitkan mata. “Itu…?”

Gelombang naik tiba-tiba, dan dari kejauhan terdengar suara berat, rendah, hampir seperti bumi bernafas.

“Kau yang membangunkan waktu… belum mengenalku, Mika.”

Aku terdiam. Suara itu datang dari laut.

Aku tahu itu bukan Akira, bukan juga suara dunia seperti sebelumnya.

Suara itu lebih tua, lebih dingin.

“Aku adalah Penjaga Laut Dalam. Yang menjaga Gerbang Ketiga agar tetap tertutup.”

Aku melangkah mundur, pasir terasa bergetar di bawah kakiku. “Penjaga… Laut Dalam?”

“Ya. Karena waktu seharusnya tidak kembali berjalan. Kau mengusik tidur semesta.”

Langit berubah warna. Dari jingga menjadi biru gelap dalam hitungan detik.

Angin dingin bertiup kencang, membawa aroma logam dan garam yang tajam.

Aku bisa merasakan air laut di ujung kakiku mulai naik — dan berdenyut.

“Setiap kali waktu bangkit, dunia kehilangan bentuknya. Aku sudah melihatnya berkali-kali. Dunia yang tak tahu berhenti… akhirnya memakan dirinya sendiri.”

Aku menatap laut dengan napas berat. “Aku tidak ingin menghancurkan dunia. Aku hanya ingin waktu berjalan agar semua bisa hidup.”

“Hidup tanpa batas sama saja dengan mati perlahan.”

Suara itu menggelegar keras, membuat air memercik tinggi.

Dari tengah laut, bayangan raksasa muncul — tinggi, hitam, dengan mata biru yang bersinar dalam kegelapan air.

Tubuhnya seperti terbuat dari kabut dan arus, tapi di dalamnya aku melihat bentuk manusia yang tak sempurna.

“Aku adalah Echo Maris. Penjaga laut dan tidur dunia.”

Aku menelan ludah. “Kalau kau penjaga, kenapa menakut-nakuti kami?”

“Karena kalian bukan waktu. Tapi kalian memainkannya.”

Tiba-tiba, Aki muncul dari belakangku, berlari ke arah pantai.

“Sensei!” dia berteriak. “Aku dengar semuanya! Dia mau nutup dunia ini lagi!”

Aku menoleh padanya cepat. “Aki, jangan mendekat!”

Tapi terlambat — cahaya biru dari laut langsung menariknya.

Aku berlari sekuat tenaga, tapi ombak memukulku keras.

Air laut terasa berat seperti kaca cair, dan setiap kali aku bergerak, arusnya menolakku masuk.

“Aki!” aku menjerit. “Aki, dengarkan aku!”

Tapi yang kulihat hanya tubuh kecilnya melayang di atas air, dikelilingi cahaya putih yang sama seperti dulu — cahaya waktu.

“Anak itu… jantung waktu. Kalau ia tetap hidup, dunia tidak akan pernah berhenti.”

Aku berteriak menantang. “Kalau begitu biarkan dia hidup! Dunia butuh waktu untuk mencintai!”

“Cinta melahirkan penderitaan, Mika. Waktu yang terus berjalan hanya akan membawa akhir.”

Aku menatap sosok raksasa itu, menahan air mata yang bercampur air asin. “Kalau begitu… biar aku yang menanggung akhirnya!”

“Kau tidak bisa melawan arus.”

“Aku sudah melawan waktu sendiri! Laut bukan apa-apa dibanding itu!”

Aku mengangkat liontin di leherku, cahaya putihnya menyala terang.

Ombak berhenti seketika, dan udara bergetar.

“Dengar aku, Echo Maris! Waktu bukan musuhmu. Ia cuma lupa caranya diam. Aku akan ajarkan lagi!”

“Kau… gila.”

“Bisa jadi.”

Cahaya dari liontin itu menembus langit, lalu mengalir ke laut, menembus tubuh raksasa itu.

Air mendidih, kabut berputar, dan dalam sekejap, aku melihat sesuatu yang tak kusangka: sosok Echo berubah — tubuh kabutnya menyusut, menyisakan bentuk manusia setengah transparan, dengan mata biru yang kini tampak… sedih.

“Dulu… aku juga manusia.”

Aku terdiam. “Apa?”

“Aku adalah penjaga pertama. Aku menjaga Gerbang Ketiga sejak dunia pertama lahir. Aku mengorbankan tubuhku agar laut menjadi benteng waktu.”

Dia menatapku lemah. “Tapi setiap kali manusia memanggil waktu kembali, aku harus menghancurkan mereka.”

Aki yang masih melayang di udara menatapnya dengan mata basah. “Kalau begitu… jangan hancurkan kami. Biar aku yang jaga waktu kali ini.”

Echo menatapnya lama. “Anak kecil… kau tidak tahu apa yang kau minta.”

Aki tersenyum lembut. “Tahu. Karena aku waktu itu sendiri. Tapi aku ingin menjadi waktu yang belajar dari manusia, bukan yang menghukum mereka.”

Suara laut melemah, ombak kembali lembut.

Echo memandang kami berdua, lalu menghela napas panjang.

“Baiklah. Tapi jika waktu kembali kehilangan arah, aku akan bangun lagi.”

Tubuhnya mulai larut ke dalam air, perlahan menghilang bersama arus.

*“Bawa pesan ini ke permukaan, Mika. Gerbang Ketiga bukan akhir. Di bawahnya masih ada ruang terakhir — tempat asal waktu dilahirkan. Gerbang Langit.”

Lalu semuanya hening.

Ombak mereda, langit kembali oranye, dan laut jadi bening lagi.

Aku berlari ke Aki yang kini jatuh di pasir, masih memegang kerang peraknya.

“Kau baik-baik saja?”

Dia tersenyum lemah. “Aku dengar semuanya, Sensei. Gerbang Langit… itu tempat terakhir.”

Aku mengangguk. “Ya. Dan sepertinya, perjalanan kita belum selesai.”

Malam turun untuk pertama kalinya di dunia itu.

Bulan muncul, besar dan tenang, seperti mata yang mengawasi dari jauh.

Aki tertidur di pangkuanku, dan aku menatap laut yang kini gelap tapi damai.

Setiap gelombang kecil seolah berbisik lembut.

Aku tahu, di kedalaman sana, Echo Maris masih ada — menunggu kami gagal, atau mungkin… menunggu kami benar-benar mengerti arti waktu.

Aku menatap bintang dan berbisik pada diriku sendiri,

“Gerbang Langit… tempat asal waktu. Apa pun yang menungguku di sana, aku siap.”

Ombak menjawab dengan lembut,

dan untuk pertama kalinya, aku merasa laut tidak lagi menakutkan —

karena aku tahu, di bawah semua itu,

waktu sedang belajar untuk percaya pada manusia.

1
Luke fon Fabre
Waw, nggak bisa berhenti baca!
Aixaming
Nggak kebayang akhirnya. 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!