Lima tahun pernikahan Bella dan Ryan belum juga dikaruniai anak, membuat rumah tangga mereka diambang perceraian. Setelah gagal beberapa kali diam-diam Bella mengikuti proses kehamilan lewat insenminasi, dengan dokter sahabatnya.
Usaha Bella berhasil. Bella positif hamil. Tapi sang dokter meminta janin itu digugurkan. Bella menolak. dia ingin membuktikan pada suami dan mertuanya bahwa dia tidak mandul..
Namun, janin di dalam perut Bella adalah milik seorang Ceo dingin yang memutuskan memiliki anak tanpa pernikahan. Dia mengontrak rahim perempuan untuk melahirkan anaknya. Tapi, karena kelalaian Dokter Sherly, benih itu tertukar.
Bagaimanakah Bella mengahadapi masalah dalam rumah tangganya. Mana yang dipilihnya, bayi dalam kandungannnya atau rumah tangganya. Yuk! beri dukungungan pada penulis, untuk tetap berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab duapuluh tujuh. Sebersit harapan
"Wanita siapa, Bang?" Renita merasa heran dengan ucapan suaminya. Yang tiba-tiba menyinggung soal putri mereka yang telah hilang dua puluh dua tahun lalu.
"Masih ingat wanita yang kemarin pingsan di jamuan makan itu?"
"Istrinya Pak Gavin?" jawab Renita semakin heran. Apa hubungan Bella dengan hilangnya putrinya. Memang, kalau diperhatikan, jika Ririn masih hidup pasti seusia Bella. Dan kemarin saat bertemu Bella, ada perasaan aneh yang menjalari hatinya melihat Bella.
"Iya, saat abang memeriksanya, abang melihat ada tanda lahir di bahu kanan atasnya. Bukankah Ririn juga memiliki tanda itu?"
"Iya, Ririn memang memiliki tanda lahir di bahunya. Tapi aku tidak yakin tanda itu masih ada saat dia dewasa. Soalnya dokter yang menolong persalinanku dulu bilang, tanda itu akan hilang atau memudar seiring waktu, Bang."
"Biasanya tanda lahir itu tidak akan hilang, kecuali sengaja dihilangkan. Abang juga belum yakin itu tanda lahir atau tidak. Bisa saja bekas luka trauma.
Abang juga sudah menanyakan itu pada suaminya. Tapi jawabannya sangat aneh. Dia tidak tau ada tanda itu di tubuh istrinya. Tapi dia janji akan menanyakannya sendiri. Tapi sudah beberapa hari, jawabannya belum ada." desah pak Anwar menghembuskan nafas.
"Mungkin saja lupa, Bang. Apa abang curiga kalau Ririn itu Bella? Bagaimana kalau firasat abang salah?"
"Karena itulah Abang mau menyelidikinya. Semoga saja Tuhan memberi petunjuk."
"Iya, semoga saja." sahut Renita. Dokter Anwar menyeruput kopi yang dihidangkan istrinya.
Tiba-tiba ponsel dokter Anwar berdering. Setelah melihat nama yang tertera di layar, seketika wajah dokter Anwar tersenyum penuh harapan.
"Gavin," sebut dokter Anwar tanpa suara pada istrinya.
["Selamat sore dokter,"] terdengar sapaan dari seberang.
"Selamat sore juga Pak Gavin. Ada yang bisa saya bantu?"
["Saya sudah tanyakan soal tanda itu pada istri saya. Katanya itu tanda lahir, Pak."] hati Pak Anwar bergetar hebat.
"Boleh saya tau siapa orang tuanya istri pak Gavin? Saya ingin bertemu mereka Pak." ucap Pak Anwar bergetar.
Diseberang, Gavin menatap ponsel ditangannya. Semakin heran dengan sikap Pak Anwar yang ingin tau tentang istrinya. Bagaimana pula menjelaskan ini. Kalau istrinya selama ini tinggal di panti asuhan. Itu data yang ditemukan anak buahnya.
"Halo Pak Gavin, apa Anda masih disana?" terdengar seruan Pak Anwar karena Gavin terdiam beberapa saat.
["Maaf Pak, kenapa Bapak begitu ingin tahu tentang istri saya?"]Gavin akhirnya balik bertanya. Membuat pak Anwar tercekat. Giliran Pak Anwar yang terdiam. Bingung harus menjelaskan dari mana. Tapi dia sudah memulai. Jadi harus jujur menjelaskan meluruskan persoalan yang sebenarnya.
"Maafkan saya sebelumnya Pak Gavin, bila telah lancang menanyakan hal pribadi tentang istri Anda. Sebenarnya duapuluh dua tahun yang lalu saya kehilangan seorang putri. Saat melihat tanda lahir dibahu istri Anda, saya teringat akan putri saya itu. Dia juga memiliki tanda yang sama persis dengan milik istri Anda." tutur pak Anwar panjang lebar. Membuat Gavin terhenyak.
Gavin merasa lidahnya kelu. Apakah ini hanya kebetulan. Kalau masa kecil Bella dihabiskan di panti asuhan? Dan Pak Anwar pernah kehilangan anak dan curiga dengan istrinya. Apakah hal itu ada kaitannya dengan istrinya.
Saat pertama kali bertemu di rumah sakit, Gavin, terkejut kalau Bella adalah penyedia rahim kontrak. Aura yang dia pancarkan sangat berbeda, yang mungkin orang lain sulit membacanya.
Itulah sebabnya dia menyuruh anak buahnya menyelidiki rekam jejak Bella. Dan ternyata dia sudah menikah tapi hidup penuh tekanan dari suaminya sendiri.
Sekarang, ada sebuah keluarga yang ingin tau keberadaan istrinya. Tentu ini bukan kebetulan belaka. Dia harus bantu keluarga itu. Dia juga akan menyelidiki lebih lanjut siapa sebenarnya Bella. Makanya dia mau membuat janji dengan Pak Anwar. Untuk membicarakannya. Tapi dia harus bicarakan hal ini lebih dulu dengan Bella.
Gavin teringat akan laporan anak buahnya tentang istrinya. Kalau Bella dibesarkan di panti asuhan ketika dia berumur tiga tahun. Seseorang entah siapa meninggalkannnya di teras dalam keadaan tertidur. Ketika diperiksakan ke dokter ternyata kena bius.
"Halo .... Halo ....!" teriakan pak Anwar diseberang menyadarkan lamunan Gavin.
["Iya, ini masih bersama saya Gavin." Gavin melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya. " sepertinya kita perlu bertemu Pak Anwar. Banyak hal yang tidak bisa saya jelaskan lewat telepon ini." ]
"Oke, baik, kapan saja saya siap Pak Gavin." Keduanya memutuskan untuk bertemu secara langsung di tempat yang telah ditentukan Gavin, besok.
"Bagaimana Bang? Apakah ada petunjuk tentang putri kita?" tanya Renita yang sejak tadi penasaran.
"Entahlah Bu. Sepertinya Pak Gavin tau sesuatu atau, entahlah. Besok dia ingin bertemu secara langsung dengan abang. Mungkin ada hal penting yang hendak dia beritahu. Semoga saja ini awal yang baik. Kita bisa menemukan kembali putri kita.
"Apa Abang yakin?"
"Entahlah, tapi semoga saja firasat ini tidak salah, Dek." dokter Anwar menghela nafas panjang. Di sudut mata tuanya mengenang air yang coba dia tahan untuk tidak jatuh. Kenangan pahit dua puluh dua tahun yang lalu seolah baru kemarin saja terjadi.
Betapa menyakitkan kenyataan itu. Kehilangan putrinya bukan karena meninggal. Tapi hilang atau diculik.Akan berbeda rasanya, seandainya anaknya pergi karena dipanggil Tuhan. Tentu ada tempat ysng dituju saat merindukannya. Mengiriminya doa, mengenangnya kembali disaat-saat tertentu.
Beda dengan masalah ini. Dia lenyap begitu saja seolah ditelan bumi. Entah bagaimana nasibnya di luar sana dan bersama siapa? Apakah dia kelaparan atau kedinginan. Apakah dia sakit atau tersiksa? Perasaan orang tua mana yang akan kuat menjalani hari-hari panjang penuh penyiksaan itu.
Walau pun Tuhan memberikan kembali kepercayaan pada keluarganya. Dengan menitip sepasang anak, adik-adiknya Ririn. Rasanya tetap sama. Rasa kehilangan yang sangat menyakitkan.
Segala usaha dan upaya memang sudah dicoba demi menemukannya. Bahkan lewat paranormal pun telah dilakukan. Katanya putrinya masih hidup, dibawa orang ke tempat yang jauh, entah dimana.
Polisi juga heran, apa motif dari penculikan anak itu. Biasanya penculik akan menghubungi untuk meminta tebusan. Tapi dalam kasus ini tidak. Sehingga penyelidikan menghadapi jalan buntu. Dan terpaksa kasusnya ditutup.
Lalu, tiba-tiba saja muncul sosok perempuan yang memiliki tanda lahir yang sama dengan putrinya. Wajahnya memang berubah. Wajar saja, Ririn masih kecil saat hilang. Setelah dewasa wajar akan banyak perubahan. Tapi tidak dengan DNA nya nanti.
Itulah tujuan dokter Anwar, ingin memastikannya nanti lewat test DNA.
Hanya itulah satu-satunya saat ini yang memberinya sebersit harapan baru. Semoga lewat test itu doanya terjawab. Dan impian bertemu putrinya terwujud. Tuhan pertemukan kembali dengan putrinya yang hilang. Dan harapan itu sampai sekarang belum sirna. Selalu saja harapan itu terselip di setiap doa-doanya dan sujudnya. ***