NovelToon NovelToon
Paman, Aku Mencintaimu

Paman, Aku Mencintaimu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Enemy to Lovers
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: khayalancha

Tari Sukma Dara (24 Tahun) tidak tahu kalau sebuah kunjungan dari seseorang akan merubah nasibnya. Kehidupannya di Bandung sangat tenang dan damai, Ia tinggal di rumah tua dan membuka “Toko Bunga Dara”. Namun hari itu semua berubah, seorang perempuan bernama Tirtamarta Kertanegara mengatakan bahwa Ia adalah cucu kandungnya. Ia harus ikut ke Jakarta dan belajar dengan pamannya untuk menjadi penerusnya.
Gilang Adiyaksa (30 Tahun) tentu saja marah saat Tirtamarta yang Ia anggap seperti Ibunya sendiri mengatakan telah menemukan darah dagingnya. Tapi Ia tak bisa melakukan apapun, Ia hanya seorang anak angkat dan sekarang Gilang membimbing Tari agar menjadi cukup pantas dan apabila Tari tak cukup pantas maka Gilang akan menjadi penerus Kertanegara Beauty. Gilang membuat rencana membuat Tari percaya padanya lalu membuatnya hancur.

Hanya satu yang Gilang tidak rencanakan, bahwa Ia jatuh cinta pada keponakannya itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27 - Aku Kalah

Malam itu rumah terasa sunyi. Bukan sunyi yang nyaman, tapi sunyi yang menggantung. Tari tak lagi bisa menahan semua rasa di dalam dada. Ia menuruni tangga perlahan, mencari cahaya dari dapur yang masih menyala.

Dapur rumah Bu Tirta berada di sisi belakang, menghadap taman kecil yang hanya diterangi lampu-lampu gantung berwarna kuning temaram. Angin malam masuk dari jendela yang sedikit terbuka, membawa aroma tanah basah dari taman dan sisa wangi melati dari diffuser di meja makan.

Di sanalah Gilang. Berdiri sendiri di sisi dapur yang menyatu dengan ruang makan semi-terbuka, menyeduh teh, punggungnya menghadap.

Tari berhenti di ambang pintu. Ia mendengar derak kayu dari lantai pijakan kakinya, suara cericit malam dari pohon jambu di luar. "Kita harus bicara."

Gilang menoleh. Pelan. Wajahnya tampak lelah. Cahaya kuning di atas kepala membuat garis rahangnya terlihat lebih tajam, dan bayangan di bawah matanya semakin jelas. "Tar, ini bukan waktu yang tepat."

"Kalau bukan sekarang, kapan? Kamu bahkan nggak mau lihat aku sejak beberapa hari lalu."

Gilang meletakkan cangkir teh. "Aku cuma... butuh ruang."

Tari melangkah lebih dekat, melewati meja makan kayu jati dan duduk di kursi yang biasa digunakan Rahma saat sarapan. "Kenapa kamu tiba-tiba asing?"

Gilang diam. Suara kulkas berdengung pelan. Tirai jendela berkibar lembut karena angin malam.

"Setelah semua yang kita lewati... kamu bisa pura-pura kayak nggak terjadi apa-apa?"

Gilang akhirnya berkata, lirih. "Karena kalau aku terlalu dekat... aku akan hancur, Tar."

"Hancur kenapa? Aku yang harusnya tanya itu. Aku yang ditinggal tanpa alasan. Aku yang terus mikir apa salahku."

"Kamu nggak salah. Tapi aku juga nggak bisa ngasih kamu apa-apa."

Tari menunduk. Air matanya mulai jatuh. "Jadi itu aja? Kita selesai karena kamu takut?"

Gilang mengepalkan tangan. "Aku... aku nggak bisa jelasin sekarang."

Tari mengangguk perlahan. "Oke. Nggak usah dijelasin. Aku ngerti. Kamu menyesal."

Ia bangkit, meninggalkan aroma teh melati yang belum sempat ia seruput, lalu naik ke kamar. Menutup pintu. Tak lama kemudian, tubuhnya terjatuh di kasur. Di kamar yang pernah jadi saksi betapa hangatnya pelukan mereka. Yang pernah jadi ruang tempat ia merasa berharga. Tapi malam itu... ia merasa murah. Murah karena terlalu percaya. Terlalu cepat mencintai.

Tari menangis lama. Tapi diam. Tak ada suara. Hanya air mata yang tumpah dan dada yang sesak. Di balik selimut yang melingkupi tubuhnya, Tari mengingat kembali detik-detik saat Gilang mengecup dahinya, mencium bahunya, menyebut namanya di antara napas berat. Semua itu kini terasa seperti mimpi buruk yang dikemas dalam kenangan indah.

Di tempat lain dalam rumah yang sama, Gilang berdiri di ruang baca bersama Bu Tirta. Ruang itu penuh dengan aroma kayu tua, buku-buku klasik, dan pencahayaan hangat dari lampu meja bergaya vintage. Di luar, suara malam dari kolam ikan kecil yang mengalir di samping rumah terdengar seperti denting waktu yang menghukum.

"Saya sudah cukup diam, Bu," katanya datar. "Saya tahu Ibu dengar semua gosip. Dan saya juga tahu, Ibu berencana menjodohkan Tari."

Bu Tirta tidak langsung menjawab. Ia duduk di kursi rotan antik yang dulu milik ibunya. Jari-jari tuanya meremas gagang teh yang belum disentuh.

"Kalau saya bukan siapa-siapa, kenapa Ibu takut kami terlihat terlalu dekat?"

Suara Gilang tajam. Bukan marah. Tapi kecewa.

Bu Tirta menatapnya lama. "Karena kamu orang yang paling saya percaya. Dan saya nggak mau kamu hancur karena perasaan yang kamu sendiri belum pasti."

"Saya pasti, Bu. Yang nggak pasti justru semua yang Ibu buat. Tari bingung. Saya bingung. Perusahaan ini... dipenuhi aturan yang nggak ada gunanya kalau kita saling menyakiti."

Hening panjang. Lalu Bu Tirta berkata pelan, "Kalau kamu ingin dia tetap di sini, jadilah alasan dia bertahan."

Gilang menatap api lilin aromaterapi yang mulai mengecil. Ia tidak tahu apakah kata-kata itu sebuah izin... atau peringatan.

Esok paginya, Tari berjalan di lorong kantor sambil menggenggam folder laporan. Hari ini hatinya masih remuk, tapi wajahnya tetap tenang. Profesional. Seperti biasa.

Hingga dari ujung lorong, seseorang muncul. Harri.

"Tari," sapanya cerah.

Tari menoleh. Harri membawa sesuatu. Sebungkus kue mochi dan sekotak kopi dingin.

"Oleh-oleh dari Bandung. Kamu kan bilang kangen mochi yang kenyal dan nggak terlalu manis."

Tari tertawa kecil. "Kamu bener-bener ingat, ya."

"Tentu. Dan... ini untuk ngusir awan gelap di wajah kamu belakangan ini."

Tari mengangguk, tersenyum. Senyum itu tulus. Untuk pertama kalinya setelah hari-hari berat.

Namun dari balik kaca kantor lantai dua, Gilang melihat momen itu. Melihat Tari tertawa. Melihat Harri menyodorkan mochi sambil membungkuk ringan.

Dan untuk pertama kalinya...

Ia merasa kalah.

1
Rendi Best
lanjutkan thor🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!