NovelToon NovelToon
Istriku, Bidadari Yang Ku Ingkari

Istriku, Bidadari Yang Ku Ingkari

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Kriminal dan Bidadari / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Playboy
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Ricca Rosmalinda26

Alya, gadis sederhana dan salehah yang dijodohkan dengan Arga, lelaki kaya raya, arogan, dan tak mengenal Tuhan.
Pernikahan mereka bukan karena cinta, tapi karena perjanjian bisnis dua keluarga besar.

Bagi Arga, wanita berhijab seperti Alya hanyalah simbol kaku yang menjemukan.
Namun bagi Alya, suaminya adalah ladang ujian, tempatnya belajar sabar, ikhlas, dan tawakal.

Hingga satu hari, ketika kesabaran Alya mulai retak, Arga justru merasakan kehilangan yang tak pernah ia pahami.
Dalam perjalanan panjang penuh luka dan doa, dua hati yang bertolak belakang itu akhirnya belajar satu hal:
bahwa cinta sejati lahir bukan dari kata manis… tapi dari iman yang bertahan di tengah ujian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricca Rosmalinda26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Saat Kita Memulai Lagi

Langit malam itu terasa berbeda, lebih tenang, lebih lembut, seperti ikut memahami sesuatu yang penting akan terjadi.

Dari kejauhan, lampu-lampu kota Jakarta berkelip bagaikan lautan bintang yang jatuh ke bumi, menyinari jalanan yang masih sibuk dengan mobil dan pejalan kaki.

Arga menghentikan mobilnya di depan rumah mereka. Ia sempat menatap jam di pergelangan tangannya, memastikan waktunya pas. Malam itu, ia mengenakan kemeja biru tua yang rapi, dengan aroma parfum lembut yang tidak terlalu mencolok. Tangannya menggenggam buket mawar putih, sederhana, tapi maknanya jelas: tulus.

Tak lama kemudian, pintu rumah terbuka. Alya keluar dengan langkah pelan. Gaunnya tergerai lembut di bawah sinar lampu teras. Hijabnya panjang dan wajahnya tampak lembut dengan riasan tipis.

Sesaat Arga hanya bisa diam. Ia bahkan lupa bagaimana harus menyapa.

Alya menunduk sedikit, merasa canggung. “Mas udah lama nunggu?” tanyanya pelan.

Arga tersadar, lalu menggeleng. “Nggak kok. Baru aja.”

Lalu, dengan sedikit kikuk, ia mengulurkan bunga di tangannya. “Ini… untuk kamu.”

Alya menatap bunga itu dengan mata yang membulat kecil, lalu tersenyum lembut. “Mawar putih?”

Arga mengangguk. “Katanya simbol ketulusan. Aku pikir… cocok buat malam ini.”

Alya menerima bunga itu dengan hati berdebar. “Terima kasih, Mas. Cantik sekali.”

“Seperti yang nerima,” gumam Arga tanpa sadar.

Kalimat itu lolos begitu saja dan seketika membuat udara di antara mereka hangat dan kikuk sekaligus. Alya menunduk, menahan senyum malu.

---

Perjalanan ke restoran berlangsung dalam diam yang tidak canggung. Mobil melaju melewati jalanan kota yang berkelip oleh lampu-lampu malam. Musik lembut mengalun dari radio, mengisi ruang di antara mereka tanpa perlu banyak kata.

Setibanya di restoran, Alya sempat tertegun. Restoran itu berada di lantai atas sebuah gedung tinggi, dengan jendela kaca besar yang memperlihatkan panorama kota malam Jakarta yang memukau. Dari luar, cahaya kuning keemasan terlihat hangat dan elegan.

Pelayan menyambut mereka dengan senyum ramah.

“Selamat malam, Tuan Arga. Meja Anda sudah disiapkan,” katanya sambil mempersilakan mereka masuk.

Langkah mereka diiringi suara lembut alat musik gesek, seorang pemain biola memainkan melodi klasik di sudut ruangan. Dinding-dinding restoran berwarna krem dengan pencahayaan temaram, meja-meja ditata cukup berjauhan untuk memberi privasi bagi setiap pasangan.

Pelayan membawa mereka ke sebuah meja di sudut dekat jendela besar. Dari sana, seluruh pemandangan kota terlihat jelas: gedung-gedung tinggi dengan lampu berkelap, jalanan berliku dengan arus kendaraan yang mengalir seperti sungai cahaya.

Meja itu dihiasi taplak putih bersih, lilin kecil menyala di tengahnya, memantulkan cahaya lembut ke wajah Alya. Dua piring porselen putih, gelas kristal berkilau, dan bunga kecil di vas mungil menjadi pelengkap sempurna.

“Silakan duduk, Nyonya,” ujar Arga sambil menarik kursi untuk Alya.

Alya duduk pelan, sementara Arga mengambil tempat di seberangnya.

Suasana begitu tenang, hanya terdengar musik lembut dan obrolan pelan dari beberapa pasangan di meja lain. Aroma pasta, keju, dan anggur menguar halus di udara.

Setelah pelayan menyajikan menu, mereka sempat membicarakan hal-hal ringan, tentang makanan, pekerjaan, dan bahkan kisah kecil Pak Damar di rumah.

Namun kemudian, setelah beberapa menit, hening itu berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam.

Arga menatap Alya, menunggu pelayan pergi sebelum akhirnya bicara.

“Alya,” suaranya rendah tapi serius, “boleh aku bicara jujur malam ini?”

Alya mengangkat wajah, matanya jernih dan lembut. “Tentu, Mas.”

Arga menatap ke arah luar jendela sebentar, lalu kembali pada istrinya. “Aku… udah banyak berpikir belakangan ini. Tentang kita.”

Alya terdiam, menunggu.

“Aku tahu,” lanjut Arga perlahan, “selama ini pernikahan kita… nggak seperti pernikahan yang seharusnya. Aku terlalu sibuk dengan pekerjaan, terlalu dingin, bahkan kadang lupa kalau kamu juga berjuang sendirian menyesuaikan diri di keluarga ini.”

Nada suaranya berat, tapi jujur. Alya menunduk, menatap jemarinya yang saling menggenggam di pangkuan.

“Aku… nggak pernah benar-benar mengenal kamu, Alya. Aku menikah karena keadaan, karena keluarga, bukan karena aku sempat mengenal siapa kamu sebenarnya. Tapi…” Arga berhenti sebentar, menatap Alya dengan sorot yang dalam, “belakangan ini, aku mulai melihat hal-hal kecil tentang kamu. Cara kamu sabar ngurus Mama dan Papa, cara kamu selalu tenang bahkan waktu disalahpahami. Dan entah kenapa… aku merasa malu.”

Alya terkejut mendengar kalimat terakhir itu.

“Kenapa malu, Mas?” tanyanya pelan.

“Karena aku baru sadar, aku hidup serumah dengan seseorang yang luar biasa, tapi nggak pernah benar-benar aku hargai.”

Suaranya menurun, nyaris seperti bisikan.

Alya terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi bukan karena sedih, lebih karena hatinya yang hangat oleh kejujuran itu.

Arga menggeser kursinya sedikit, lalu mengulurkan tangannya ke atas meja.

Tanpa banyak kata, ia menggenggam tangan Alya dengan lembut. Jemarinya hangat, kuat, tapi hati-hati seolah takut merusak sesuatu yang rapuh.

“Aku ingin memperbaiki semuanya,” katanya pelan. “Aku nggak mau pernikahan ini cuma jadi kewajiban di atas kertas. Aku pengen kita mulai dari awal, Alya. Aku pengen kita benar-benar jadi suami istri, bukan dua orang asing yang kebetulan tinggal di bawah satu atap.”

Alya menatapnya lama. Matanya bergetar, tapi bibirnya tersenyum pelan. “Mas Arga… yakin?”

Arga mengangguk tanpa ragu. “Aku yakin.”

Lilin di tengah meja bergetar sedikit tertiup angin dari ventilasi, memantulkan cahaya lembut di wajah mereka. Waktu seakan berhenti di antara keheningan itu.

Alya menggenggam balik tangan Arga, perlahan. “Kalau begitu… ayo kita mulai dari awal.”

Suara musik biola di sudut ruangan mengalun pelan, membungkus percakapan itu seperti soundtrack dari kisah cinta yang baru tumbuh.

Pelayan datang menyajikan hidangan utama, pasta dengan saus creamy dan steak yang masih mengepulkan aroma lezat. Tapi bagi keduanya, makanan itu hanyalah latar dari sesuatu yang jauh lebih penting.

Di tengah gemerlap kota dan cahaya lilin, dua hati yang sebelumnya berjalan sejajar akhirnya mulai saling mendekat.

1
Rosvita Sari Sari
alya mah ngomong ceramah ngomong ceramah, malah bikin emosi
aku aja klo ngomong diceramahi emosi apalagi modelan arga 🤣🤣
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Ma Em
Dengan kesabaran Alya dan keteguhan hatinya akhirnya Arga sadar dgn segala tingkah perlakuannya yg selalu kasar pada Alya seorang istri yg sangat baik berhati malaikat
Ma Em
Semoga Alya bisa meluluhkan hati Arga yg keras menjadi lembut dan rumah tangganya sakinah mawadah warohmah serta dipenuhi dgn kebahagiaan 🤲🤲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!