NovelToon NovelToon
BAYANGAN DALAM MELODY

BAYANGAN DALAM MELODY

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / BTS / Persahabatan
Popularitas:774
Nilai: 5
Nama Author: JM. adhisty

"Persahabatan adalah ikatan yang tak terpisahkan, hingga cinta datang dan menjadikannya sebuah pilihan."

Kisah ini berputar di sekitar dinamika yang rapuh antara dua sahabat karib yang datang dari kutub kehidupan yang berbeda.

Gabriella, gadis kaya raya dengan senyum semanis madu, hidup dalam istana marmer dan kemewahan yang tak terbatas. Namun, di balik sampul kehidupannya yang sempurna, ia mendambakan seseorang yang mencintainya tulus, bukan karena hartanya.

Aluna, gadis tangguh dengan semangat baja. Ia tumbuh di tengah keterbatasan, berjuang keras membiayai kuliahnya dengan bekerja serabutan. Aluna melihat dunia dengan kejujuran yang polos.

Persahabatan antara Gabriella dan Aluna adalah keajaiban yang tak terduga
Namun, ketika cinta datang mengubah segalanya
Tanpa disadari, kedua hati sahabat ini jatuh pada pandangan yang sama.

Kisah ini adalah drama emosional tentang kelas sosial, pengorbanan, dan keputusan terberat di antara cinta pertama dan ikatan persahabatan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JM. adhisty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KEHENINGAN YOGA DAN PEKERJAAN ALUNA

Lorong sempit dan sepi di dekat area pantry restoran mewah. Aroma minyak goreng dan sampah bercampur dengan parfum mahal yang ditinggalkan Yoga dari dalam restoran.

Aluna masih terkejut. Pergelangan tangannya terasa panas setelah genggaman kuat Yoga. Ia berdiri mematung di depannya, napasnya tersengal. Celemek pelayan yang ia kenakan terasa seperti kostum yang memalukan.

Yoga hanya berdiri di sana, menjulang di hadapan Aluna. Ia melepaskan tangan Aluna, lalu melipat kedua tangannya di depan dada, postur tubuhnya kaku dan penuh tuntutan. Matanya yang gelap menatap lurus ke mata Aluna, seolah-olah ingin menembus semua kebohongan dan rahasia yang ia simpan.

Tidak ada kata yang terucap, tetapi keheningan Yoga lebih menekan daripada bentakan apa pun. Posturnya itu seolah berkata

"Aku menunggumu. Jelaskan."

Aluna merasakan keputusasaan melandanya. Ia telah bekerja keras, menjaga jarak dari kampus, dan menghindari semua godaan hanya untuk menyembunyikan kenyataan ini. Kini, semuanya runtuh di hadapan pria yang paling ia takuti karena ketenangannya yang tak terduga.

"Aku... aku tidak tahu kamu ada di sini," bisik Aluna, suaranya nyaris hilang.

Yoga tidak menjawab, hanya membiarkan keheningan itu terus mendesak Aluna.

"Ini... ini hanya kerja paruh waktu," lanjut Aluna, berusaha bersikap biasa, meskipun tangannya gemetar.

"Aku sedang mencari uang saku tambahan, itu saja. Aku tahu kamu melihatku dimarahi, tapi itu bukan masalah. Aku sudah terbiasa."

Yoga sedikit memajukan tubuhnya. "Terbiasa? Dimarahi oleh orang-orang kasar, Aluna? Kamu terbiasa menolak temanmu sendiri menghindari acara kumpul-kumpul dengan alasan palsu?

Aluna menundukkan kepala. Ia tahu ia tidak bisa berbohong pada Yoga. Tatapannya terlalu jujur.

"Aku tidak ingin ada yang tahu," kata Aluna akhirnya mengakui.

Suaranya kini dipenuhi rasa malu. "Aku tidak mau Gabriella atau Axel kasihan padaku. Aku tidak mau kalian berpikir aku sengaja mendekati kalian untuk... untuk hal ini. Aku tidak butuh belas kasihan."

Air mata mulai menggenang di mata Aluna. Ia merasa semua harga dirinya luluh lantak. "Aku hanya butuh uang untuk biaya kuliah dan adikku. Apa salah jika aku berusaha sendiri?"

Yoga mendengarkan seluruh pengakuan itu. Ia mengurai lipatan tangannya, nadanya tetap dingin, tetapi kini ada sedikit rasa lega karena Aluna tidak lagi berbohong.

"Aku tidak pernah berpikir kamu mendekati kami untuk uang," ujar Yoga. "Itu pikiran yang bodoh."

Yoga melangkah mendekat, matanya tidak pernah lepas dari Aluna.

"Aku melihatmu tadi, Aluna. Kamu tidak seharusnya berada di sini, melayani orang-orang yang hanya bisa membentak."

"Ini urusanku, Yoga," potong Aluna, berusaha mendapatkan kembali sedikit kontrol.

"Tidak, ini adalah masalahku sekarang," kata Yoga, nadanya mutlak. "Aku janji padamu di kampus, bahwa aku akan memastikan tidak ada yang mengganggumu. Dan sekarang, aku melihatmu diganggu oleh pelanggan di depan mataku sendiri."

Yoga melangkah lebih dekat, membuat Aluna mundur hingga punggungnya menyentuh dinding.

"Dengar baik-baik, Aluna. Aku tidak akan memberi tahu siapa pun. Bukan Gabriella, bukan Axel, bukan Jhonatan," janji Yoga. "Rahasia ini aman bersamaku."

Yoga berhenti sejenak, wajahnya mendekat sedikit. "Tapi kamu harus menghentikan ini. Kamu harus berhenti bekerja di sini. Aku akan—"

"Tidak!" Aluna menggeleng cepat. "Aku tidak butuh uangmu, Yoga. Aku hanya butuh janjimu. Tetap diam, dan biarkan aku bekerja. Aku tidak mau bergantung pada siapa pun."

Yoga memejamkan mata sebentar. Ia tahu, ketegasan Aluna adalah inti dari harga dirinya. Ia tidak akan memenangkan argumen ini dengan uang.

"Baik," kata Yoga, akhirnya menyerah pada keinginan Aluna, tetapi tidak pada niatnya. "Aku akan tetap diam. Tapi jika aku mendengar ada yang menyentuhmu, di kampus atau di sini, aku tidak akan hanya diam."

Yoga berbalik, memberikan waktu pada Aluna untuk kembali ke dirinya sendiri. Ia beranjak, meninggalkan Aluna yang masih bersandar di dinding. Gadis itu tidak tahu, bahwa janji untuk tetap diam itu jauh lebih berharga daripada semua uang yang bisa ditawarkan Yoga.

Dengan rahasia yang kini ada di tangan Yoga, apakah ia akan terus menjadi pelindung sunyi Aluna dari jauh.

.....

Yoga kembali ke meja mereka. Wajahnya tetap tenang dan dingin, seolah ia baru saja pergi ke kamar mandi. Ia duduk kembali, mengambil garpunya, dan melanjutkan makan malam seolah-olah ia tidak baru saja menyeret seorang pelayan keluar dari kerumunan.

Nyonya Athala dan Tuan Athala hanya mengamati. Mereka tidak perlu bertanya. Keheningan adalah bahasa keluarga mereka, dan tindakan adalah jawaban terbaik.

Nyonya Athala memberikan senyum kecil pada Yoga "Apakah semuanya sudah beres, Nak?"

Yoga menatap Ibunya. Ia tahu, 'beres' tidak berarti ia telah menyelesaikan masalah Aluna, melainkan apakah ia telah menyelesaikan urusan yang membawanya pergi.

Yoga: "Sudah, Bu."

Tuan Athala dengan nadanya yang datar, tetapi ada rasa ingin tahu di dalamnya

"Gadis itu... Apakah dia salah satu kenalan Big Five?"

Yoga ragu sejenak. Jika ia mengatakan 'tidak,' Ayahnya mungkin akan mulai menyelidiki. Jika ia mengatakan 'ya,' Ayahnya mungkin akan berasumsi Aluna adalah bagian dari lingkaran elit mereka.

Yoga: "Dia... seorang mahasiswi di Rajawali. Dia adalah teman Gabriella."

Tuan Athala hanya mengangguk, menerima jawaban itu. Baginya, itu sudah cukup untuk sementara waktu—gadis itu memiliki koneksi, jadi dia bukan orang sembarangan. Namun, Nyonya Athala, yang memahami putranya lebih baik, tahu bahwa Yoga kini memegang rahasia.

Yoga tahu, meski ia berhasil membungkam orang tuanya malam ini, tindakan protektifnya telah menarik perhatian Keluarga Athala pada Aluna. Beban untuk menjaga rahasia Aluna kini bertambah dengan risiko bahwa orang tuanya sendiri akan mulai ikut campur.

*

Aluna berdiri bersandar di dinding selama beberapa saat setelah Yoga pergi. Punggungnya bergetar. Ia menghapus air mata dan memaksakan napasnya agar kembali normal. Ia harus mencerna konfrontasi itu—kemarahan Yoga, kejujurannya, dan janji mutlaknya untuk merahasiakan semuanya.

Rasa malunya masih menyengat, tetapi janji Yoga memberinya kekuatan aneh. Rahasiaku aman. Pikirnya.

Ia merapikan seragam kaus polonya, membetulkan celemek yang sedikit miring, dan menarik napas dalam-dalam. Ia harus kembali. Manajernya pasti sudah mencari.

Aluna melangkah keluar dari lorong dan kembali ke area restoran yang ramai. Ia langsung menuju ke meja yang tadi memarahinya, memasang kembali topeng profesionalnya—senyum tipis yang terlatih, sikap membungkuk yang sopan.

Pelanggan yang marah tadi terkejut melihatnya kembali, dan lebih terkejut lagi karena pemuda yang tadi menariknya sudah kembali ke mejanya dan makan malam dengan tenang.

"Maafkan saya," ujar Aluna, suaranya kini stabil. "Apakah Bapak dan Ibu membutuhkan sesuatu lagi? Pesanan Anda akan segera datang."

Para pelanggan itu, yang terintimidasi oleh intervensi Yoga, hanya bergumam cemas dan menggeleng.

Aluna kembali bekerja. Ia melayani, mencatat pesanan, dan mengelap meja, bergerak seolah-olah ia tidak baru saja ditelanjangi di depan pewaris konglomerat terkuat di kota itu. Ia bekerja lebih cepat, menggunakan rasa malunya sebagai bahan bakar.

Ia tahu, Yoga masih berada di ruangan yang sama. Setiap kali ia melewati meja keluarga Athala, ia memaksakan pandangan lurus ke depan, menolak untuk bertatapan mata dengan pria yang kini tahu kelemahan terbesarnya.

Aluna harus tetap bekerja. Karena bagi Aluna, harga diri tidak datang dari apa yang orang lain lihat, tetapi dari seberapa keras ia berjuang tanpa meminta bantuan siapa pun.

...

Tuan Athala, Ayah Yoga, adalah seorang pengusaha yang tidak pernah melewatkan detail, terutama detail yang melibatkan putranya. Ia telah menyaksikan keseluruhan intervensi Yoga dan melihat ketegasan pada pelayan wanita itu.

Setelah Yoga memberikan jawaban singkat tentang gadis itu, Tuan Athala mengambil serbetnya, meletakkannya di samping piring, dan bangkit dari meja.

"Aku akan ke toilet sebentar," ujarnya pada Nyonya Athala dan Yoga.

Tuan Athala tidak pergi ke toilet. Ia berjalan ke stasiun pelayan, di mana seorang pria berkemeja rapi yang dikenali sebagai Manajer Restoran sedang sibuk mengatur pesanan.

Tuan Athala memanggil Manajer itu ke sudut, jauh dari jangkauan Yoga dan Aluna. Ia berbicara dengan suara rendah, nyaris berbisik.

Tuan Athala: "Aku adalah Tuan Athala. Lihat gadis pelayan itu? Yang baru saja bertengkar dengan pelanggan di sudut?"

Manajer itu langsung pucat, menyadari siapa yang berdiri di depannya. "Ya, Tuan Athala. Saya sangat menyesal atas kekacauan tadi."

Tuan Athala berkata dengan tegas dan datar "Dengar baik-baik. Gadis itu adalah karyawanmu. Mulai malam ini, dia di bawah perlindungan pribadiku."

Manajer itu terkejut. "Tuan?"

"Aku tidak ingin dia dipecat," lanjut Tuan Athala, matanya tajam. "Dia akan mendapatkan shift yang lebih baik. Dia tidak akan pernah lagi melayani pelanggan yang kasar. Dia akan bekerja di area yang tenang. Jika ada yang berani mengganggunya, laporkan padaku. Jika dia terlihat lelah, berikan dia istirahat. Jaga dia baik-baik. Pastikan dia merasa aman dan dihormati di tempat kerjanya."

Tuan Athala mengeluarkan kartu nama dari dompetnya dan meletakkannya di tangan Manajer itu. "Hubungi aku jika ada masalah. Dan yang paling penting: Jangan pernah menyebutkan tentang intervensi ini pada siapa pun, terutama padanya."

Manajer itu mengangguk dengan cepat, menyadari bahwa ia baru saja menerima perintah dari salah satu orang paling berpengaruh di kota. "Saya mengerti, Tuan Athala. Itu akan segera dilaksanakan."

Tuan Athala kemudian kembali ke mejanya, melanjutkan makan malam seolah tidak terjadi apa-apa.

Yoga tidak tahu bahwa, tanpa sepengetahuannya, Ayahnya telah menguatkan jaminan perlindungan yang baru saja ia berikan pada Aluna, memastikan gadis itu bisa bekerja dalam keamanan—tetapi juga menjadikannya objek perhatian Keluarga Athala.

Malam itu, Yoga membawa pulang sebuah rahasia, dan Aluna membawa pulang rasa lelah yang teramat sangat, tetapi dengan tekad yang semakin kuat untuk terus bertahan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!