Karena cinta kah seseorang akan memasuki gerbang pernikahan? Ah, itu hanya sebuah dongeng yang indah untuk diriku yang telah memendam rasa cinta padamu. Ketulusan ku untuk menikahi mu telah engkau balas dengan sebuah pengkhianatan.
Aku yang telah lama mengenalmu, melindungi mu, menjagamu dengan ketulusanku harus menerima kenyataan pahit ini.
Kamu yang lama aku sayangi telah menjadikan ketulusanku untuk menutupi sebuah aib yang tak mampu aku terima. Dan mengapa aku baru tahu setelah kata SAH di hadapan penghulu.
"Sudah berapa bulan?"
"Tiga bulan."
Dada ini terasa dihantam beban yang sangat berat. Mengapa engkau begitu tega.
"Kakak, Kalau engkau berat menerimaku, baiklah aku akan pulang."
"Tunggulah sampai anak itu lahir."
"Terima kasih, Kak."
Namun mengapa dirimu harus pergi di saat aku telah memaafkan mu. Dan engkau meninggalkanku dengan seorang bayi mungil nan cantik, Ayudia Wardhana.
Apa yang mesti ku perbuat, aku bukan manusia sempurna....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26: Jumpa Papa
*Mahardika*
Sejak Ayu mulai menginjak remaja, keluarga Om Steve amat protektif. Apa mereka takut, aku akan membawa Ayu pergi.
Bagiku itu tak mengapa, aku sadar siapa diriku. Aku bukan siapa-siapa bagi Ayu. Tetapi bagaimana dengan Ayu. Pembatasan bagi putriku untuk bertemu dengan diriku, hanya akan membuat dirinya bertanya-tanya yang tidak-tidak.
Aku tak bisa melihatnya gelisah. Tapi bagaimana lagi, aku tak bisa berbuat apa-apa. Janji yang aku katakan padanya pada ulang tahunnya ke-17, tak bisa lagi aku penuhi gara-gara pembatasan ini. Dari chat yang dia kirim dan dari obrolan-obrolan yang kita lakukan saat video call, dia seolah tertekan dengan keadaan ini. Kasihan dia....
Padahal dia sama sekali tak tahu dan tak harus tahu dengan yang kami pikirkan. Sebuah kesepakatan yang tak terkatakan, untuk menjaga Ayu bersama sampai benar-benar dewasa.
Jika perlu menutup identitas pribadinya untuk selamanya. Meski dengan begitu aku harus mengorbankan perasaan ini sekali lagi. Perasaan berbunga-bunga saat bertemu dengannya.
Memang maksud mereka baik, yaitu menjauhkan Ayu dariku. tapi yang terjadi adalah sebaliknya, dia tertekan. Makanya peraturan tante Sofia pun dia langgar.
Aku terkejut, saat menerima laporan dari orang terdekatku bahwa Ayu menuju ke tempatku dengan seorang teman sekolahnya. Sesuatu yang hampir tak pernah terjadi selama ini.
Biasanya Ayu bisa bersabar menungguku di rumah Tante Sofia. Kalau pun aku tak datang, dia pun bisa memakluminya.
Salah dirinya juga mengapa kemarin bilang kalau aku akan mampir ke Sidney untuk suatu urusan. Tapi mengatakan mohon maaf tak bisa mengunjunginya. Beginilah jadinya, Ayu nekat menemui diriku.
Terus terang aku tak enak dengan Tante Sofia tapi aku pun senang dengan kedatangannya karena aku pun merindukannya.
Ah, Putriku sudah mulai dewasa. Ia mencoba untuk menata dirinya sesuai dengan keinginannya. Aku tak menyalahkannya. Justru aku malah senang. Biarlah ini menjadi pembelajaran untuk emosinya yang mulai meletup-letup ke arah yang lebih baik.
Aku segera menuju ke lobi saat ia telah sampai. Di sana aku disuguhi dengan kejadian kecil yang membuat aku tersulut emosi. Lelaki itu telah berani menjahili putriku. Namun aku bersyukur, Ayu bisa melepaskan diri.
Aku pun membawanya ke ruanganku. Duduk santai menikmati minuman yang ada dalam mini bar sambil ngobrol ringan.
"Ayu, kamu bikin khawatir Papa. Datang tanpa pemberitahuan."
"Aku ingin memberi kejutan untuk Papa."
“Sudah ijin sama Tante?” tanyaku mencoba mengalihkan pokok pembahasan.
Hehehe… dia hanya tertawa. Lalu mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Klik….
Beginilah model ijin anak muda sekarang. Tanpa kata, langsung kirim gambar.
“Nah, aku sudah ijin,” ucapnya dengan senyum mengembang.
Aku tersenyum melihat tingkahnya yang tak jauh beda dengan Lea saat remaja dulu. Kenangan itu seolah tak akan pernah pergi dalam ingatanku.
"Ada perlu apa, kok sampai nekat begini."
"Nggak ada apa-apa sih, Pa. Ayu hanya kangen sama Papa."
Dia sekali lagi memelukku dengan manja.
"Jangan dilakukan lagi, ya. Papa mohon. Papa benar-benar khawatir.
Ayu tertawa kecil.
"Tapi bagaimana kalau aku kangen Papa."
Mau tak mau, aku pun mengalah.
“Sepertinya kamu perlu kendaraan pribadi dan pengawalan untuk pergi kemana-mana. Agar kita semua tak khawatir."
Sebenarnya aku juga kangen. Tapi semua itu selalu aku tepis dengan kesibukan. Semoga dengan hadiah ini, mampu membuatnya tidak membuat khawatir lagi.
“Untuk kendaraan pribadi, Aku perlu sekali, Pa. Itu yang Aku impikannya sejak lama. Aku sudah bosan naik kendaraan umum kalau Om tak bisa jemput Ayu. Tapi untuk pengawal. hehehe…” Ayu tertawa kecil.
Ayu tampak berfikir sejenak dan matanya berbinar saat menatapku kembali.
“Aku menurut apa kata Papa saja, deh. Yang penting aku bisa menemui papa.”
“Aku tak mau kejadian seperti ini terulang lagi."
"Oke. Aku sayang Papa." Dia pun memelukku dengan manja. Di hadapanku dia masih gadis kecilku dulu. Jangan salahkan diriku kalau aku memberikan sentilan kecil di keningnya. .
“Tapi ada syaratnya.”
“Lho kok ada syarat sih, Pa. Nggak asyik, deh. Kan aku diberi, tidak minta.” Wajahnya yang cerah kini tampak memudar. Dia agak kesal.
“Bisakah buatkan kopi untuk, Papa.”
“Ah, aku kira apa.”
Dia pun segera meracik apa yang aku minta dengan sepenuh hati. Sepintas aku seolah melihat bayangan Lea di dirinya. Aku pun segera mengalihkan pandangan. Karena aku tahu dia Ayudia bukan Azalea.
“Nih, special untuk Papa.” Dia pun menyuguhkannya di hadapanku.
Aku pun sudah tak sabar ingin mencicipi hasil dari racikannya. Ternyata enak juga. Sama seperti apa yang pernah Lea suguhkan untukku.
“Makasih. Rasanya seperti kopi yang buatan mamamu.”
Ayu tersenyum simpul. Dia seolah-olah ingin mentertawakan diriku. Tapi biarlah.
“Papa rindu Mama?”
“Mungkin,” jawabku asal. Namun tak ku sangka kalau akan mendapatkan tanggapan yang manis dari putriku. Dia tiba-tiba memeluk.
“Makasih, Pa. Meskipun Mama telah lama pergi, Papa masih setia. Tak menggantikan nama Mama di hati Papa dengan nama yang lain.”
Hehehe….
Aku hanya bisa tertawa menanggapinya. Apa yang terjadi padaku oleh mamanya, bukan cerita yang indah namun bukan cerita yang buruk juga untuk dikenang. Namun semua itu hanyalah cerita dari bagian masa laluku saja.
“Papa, tadi ngomong apa sama Yosep?” tanyanya kemudian.
“Yosep? Jadi lelaki tadi namanya Yosep.”
Aku pun manggut-manggut. Aku tak mau mencurigainya, tok mereka hanya berteman. Tapi yang membuat aku bingung adalah pernyataan terakhir Yosep bahwa dia adalah saudara tiri Ayu, putriku. Aku tunggu saja beritanya nanti malam, seperti yang ia janjikan beberapa waktu yang lalu.
Kalau lah memang dia adalah saudara Ayu, apakah ia juga tahu papa kandung Ayu? Sepertinya dia juga belum tahu. Dia sempat mengatakan ingin meminta padaku untuk memberikan sesuatu agar dpat digunakan sebagai sample pengujian tes DNa. Ada-ada saja.
Mungkin sudah saatnya aku menguak misteri yang selama ini menyelimuti masa lalu Lea. Meski aku malas, namun ini penting untuk Ayudia. Dia sudah dewasa. Suatu waktu dia pasti bertanya. Dan aku akan merasa berdosa jika tak bisa menjelaskannya.
“Iya. Dia Yosep. Apa yang Papa bicarakan tadi?” Dia mengulangi pertanyaannya yang hilang dalam bayangan Lea yang tiba-tiba hadir di mataku.
“Sedikit memarahinya saja. Biar kapok, tidak mengganggu putri papa lagi.”
“Tidak-tidak. Bukan itu maksudku. Aku dengar, dia menyebutkan tentang adik. Maksudnya apa, Pa?”
“Oh… itu. Dia menganggap mu sebagai adik, makanya dia berani memperlakukan kamu demikian. Tapi Papa tak tahu apa maksudnya. Sudah, lupakan saja. Nggak penting juga.”
“Adik!”
Hahaha… Ayu tertawa terbahak-bahak.
“Apa kamu suka dia?”
“Suka sebagai teman saja, Pa. Tak lebih.”
“Baguslah kalau begitu, Papa tidak khawatir lagi.”
Untuk sesaat kami asyik menikmati minuman masing-masing dengan keheningan. Namun aku merasa dia menyimpan sebuah beban yang tak lagi bisa dia jelaskan.
"Apa tujuanmu ke sini hanya kangen saja?"
"Tentu tidak"
“Papa, aku ingin bicara sama Papa. Mengapa Om Steve mencantumkan namaku hanya sebagai anak angkat atau lebih tepatnya anak adopsi. Apa karena itu Papa selalu ingin menjauhiku?”
Dika pun mengernyitkan dahinya. Benarkah itu ….
mampir juga di karya aku ya🤭
cuman akan aku persingkat.
sayang kalau tak ku teruskan tulisan ini.
biar deh, walaupun tak lulus review.
yang penting selesai dulu.