NovelToon NovelToon
THE TRILLIONAIRE GUARDIAN

THE TRILLIONAIRE GUARDIAN

Status: tamat
Genre:Menjadi Pengusaha / Anak Lelaki/Pria Miskin / Kaya Raya / Tamat
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Sukma Firmansyah

Seorang kakak miskin mendadak jadi sultan dengan satu syarat gila: Dia harus menghamburkan uang untuk memanjakan adik semata wayangnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15: Kritikus Seni

Gedung Nusantara Art Center adalah galeri seni paling bergengsi di Jakarta. Hanya seniman terpilih yang karyanya boleh digantung di dinding putih suci gedung ini.

Hari ini adalah hari pembukaan "Pameran Bakat Muda", sebuah acara tahunan di mana mahasiswa seni terbaik—termasuk dari Universitas Imperial—memamerkan karya mereka.

Orion berdiri dengan gugup di depan lukisannya.

Lukisan itu berjudul "The Cage of Gold" (Sangkar Emas).

Lukisan beraliran surealisme itu menggambarkan seorang gadis kecil yang duduk di dalam sangkar burung raksasa yang terbuat dari emas murni, namun di luar sangkar itu, dunia sedang terbakar dan hujan turun deras.

Lukisan itu indah, kelam, namun memancarkan harapan. Itu adalah curahan hati Orion tentang masa lalunya yang miskin dan masa kininya yang bergelimang harta namun terkekang penyakit.

"Bagus kok, Rion," bisik Maya (Shadow 01) yang berdiri di sampingnya dengan mode nerd-nya. "Serius, ini lukisan paling 'hidup' di sini."

"Makasih, Maya," Orion tersenyum tipis, meremas ujung roknya.

Tiba-tiba, kerumunan terbelah.

Seorang pria paruh baya dengan syal merah mencolok, kacamata bulat kecil, dan tongkat kayu berjalan masuk diikuti oleh para wartawan.

Dia adalah Julian Sastro. Kritikus seni paling ditakuti di Indonesia. Satu kalimat pujian darinya bisa membuat lukisan terjual miliaran. Satu kalimat hinaan darinya bisa menghancurkan karir seniman selamanya.

Julian berhenti di depan lukisan Orion. Dia memicingkan mata, menatap lukisan itu selama sepuluh detik.

Hening. Semua orang menahan napas.

"Sampah," gumam Julian cukup keras.

Darah Orion berdesir turun ke kaki. "M-maaf, Pak?"

Julian berbalik menatap Orion dengan tatapan merendahkan.

"Saya bilang, ini sampah," ulang Julian dengan nada bosan. "Tekniknya amatir. Komposisinya klise. Dan temanya? 'Sangkar Emas'? Hah! Kelihatan sekali ini karya anak manja yang sok tahu tentang penderitaan. Kamu pasti anak orang kaya yang beli cat lukis pakai kartu kredit papanya, kan? Lukisan ini tidak punya jiwa. Kosong. Cuma buang-buang kanvas."

Julian melambaikan tangannya pada kurator galeri. "Turunkan lukisan ini. Merusak pemandangan mata saya."

Mata Orion memanas. Air mata menggenang di pelupuknya. Hinaannya terlalu spesifik dan menyakitkan. Dia tahu penderitaan. Dia pernah makan nasi basi! Tapi orang ini menilainya hanya dari penampilan luarnya yang sekarang bersih.

"T-tapi Pak... lukisan ini..." suara Orion tercekat.

"Jangan membantah! Kamu tidak punya bakat. Pulang saja dan main boneka!" bentak Julian.

Orion menunduk, air matanya jatuh menetes ke lantai marmer.

Saat itulah, suhu ruangan mendadak turun drastis.

"Siapa yang bilang dia tidak punya bakat?"

Suara baritone yang dingin dan berat bergema dari pintu masuk.

Atlas Wijaya melangkah masuk. Dia mengenakan setelan jas charcoal grey yang membalut tubuh tegapnya. Aura The King's Presence aktif penuh, membuat kerumunan wartawan otomatis minggir ketakutan.

Atlas berjalan lurus, mengabaikan semua orang, dan berhenti tepat di samping Orion. Dia menghapus air mata adiknya dengan ibu jarinya.

"Kamu oke?" tanya Atlas lembut.

Orion mengangguk, tapi masih terisak.

Atlas berbalik menghadap Julian Sastro. Tatapannya berubah dari lembut menjadi tatapan pembunuh.

"Kamu siapa?" tanya Julian angkuh, meski kakinya sedikit gemetar melihat tatapan Atlas. "Saya Julian Sastro. Pendapat saya adalah hukum di dunia seni ini."

"Hukum?" Atlas tertawa sinis. "Mari kita lihat apakah 'hukum' kamu itu berdasarkan ilmu atau cuma omong kosong orang tua yang rabun."

Atlas memanggil Sistem dalam pikirannya.

System, buka Shop. Cari skill untuk membungkam orang tua ini.

[SYSTEM SHOP ACCESSED]

Saldo Wealth Points (WP): 6.400 WP.

Item: Skill Book - Divine Art Appraisal (Mata Seni Dewa).

Deskripsi: Memberikan pemahaman mutlak tentang sejarah seni, teknik lukis, dan kemampuan mendeteksi keaslian/nilai intrinsik sebuah karya setara Leonardo da Vinci.

Harga: 400 WP.

"Beli," perintah Atlas dalam hati.

[TRANSAKSI BERHASIL!]

[-400 WP]

[Sisa Saldo: 6.000 WP]

Seketika, aliran informasi membanjiri otak Atlas. Dia melihat lukisan Orion dengan cara baru. Dia bisa melihat sapuan kuasnya, emosi di setiap goresan, dan makna filosofisnya.

Atlas maju selangkah mendekati Julian.

"Tuan Julian," kata Atlas lantang. "Anda bilang tekniknya amatir? Lihat gradasi warna di bagian 'Hujan' itu. Itu teknik Sfumato yang dikombinasikan dengan gaya Impressionism modern. Transisi warnanya sempurna, menggambarkan kesedihan yang luntur."

Atlas menunjuk lagi ke bagian sangkar emas.

"Dan Anda bilang 'jiwanya kosong'? Justru karena Anda buta, Anda tidak bisa melihat ironi di lukisan ini. Goresan di bagian jeruji emas itu kasar dan tebal, melambangkan kemarahan yang tertahan. Sedangkan goresan di bagian gadis itu halus dan rapuh. Ini adalah representasi psikologis dari trauma kemiskinan yang dibalut kekayaan mendadak!"

Analisis Atlas begitu tajam, mendalam, dan menggunakan istilah teknis tingkat tinggi yang bahkan Julian sendiri jarang pakai.

Para mahasiswa seni dan wartawan mulai berbisik kagum.

"Gila, analisisnya dalem banget..."

"Bener juga ya, kalau dilihat-lihat lukisannya emang emosional banget."

Wajah Julian memerah padam karena malu. Dia kalah debat di kandangnya sendiri.

"Halah! Teori omong kosong!" elak Julian panik. "Pokoknya, saya kurator tamu di sini! Saya bilang lukisan ini tidak layak, ya tidak layak! Turunkan sekarang atau saya boikot galeri ini!"

Julian memainkan kartu kekuasaannya. Pemilik galeri yang asli, Pak Budi, datang tergopoh-gopoh. Dia takut pada Julian.

"Maaf, Tuan..." kata Pak Budi pada Atlas. "Tuan Julian sangat berpengaruh. Kami terpaksa harus menurunkan lukisan adik Anda..."

Atlas tersenyum. Senyum yang membuat Pak Budi merinding.

"Pak Budi," tanya Atlas santai. "Berapa harga gedung galeri ini beserta seluruh isinya dan tanahnya?"

"H-hah?" Pak Budi bengong. "Maksud Tuan?"

"Saya mau beli. Sekarang. Sebut angka."

"Ehh... i-ini gedung warisan, Tuan... harganya mahal... mungkin sekitar 200 Miliar Rupiah..."

Atlas mengeluarkan ponselnya. "Deal. Saya transfer 250 Miliar. Syaratnya cuma satu: Sertifikat pindah tangan detik ini juga."

[SISTEM TRANSFER AKTIF]

Pengeluaran: Rp 250.000.000.000 (Untuk Kebahagiaan/Harga Diri Adik).

Cashback: 100x.

TING!

[TRANSAKSI SUKSES!]

[Dana Masuk: Rp 25.000.000.000.000 (Dua Puluh Lima Triliun Rupiah)]

[Saldo Uang Saat Ini: ± Rp 73,2 Triliun]

Atlas menunjukkan bukti transfer sukses di layar ponselnya ke depan wajah Pak Budi.

Pak Budi nyaris pingsan melihat jumlah nol-nya. "S-sudah masuk... Tuan Atlas... Galeri ini milik Tuan!"

Atlas berbalik menatap Julian Sastro yang kini pucat pasi seperti mayat.

"Nah, Tuan Julian," suara Atlas penuh kemenangan. "Sekarang saya pemilik tempat ini. Dan menurut 'hukum' saya..."

Atlas menunjuk pintu keluar.

"Anda yang tidak layak berada di sini. Keluar dari galeri saya. Dan mulai hari ini, nama Julian Sastro di-blacklist dari seluruh properti milik Wijaya Group."

"K-kau... kau tidak bisa—"

"Security!" panggil Atlas. "Buang sampah ini keluar."

Julian Sastro diseret keluar secara paksa di depan puluhan kamera wartawan. Karirnya hancur dalam hitungan menit.

Setelah "sampah" dibersihkan, Atlas kembali menatap Orion yang masih terpaku tak percaya.

"Rion," kata Atlas lembut.

"I-iya, Kak?"

"Mulai hari ini, galeri ini namanya 'Orion Art Space'. Ini galeri pribadi kamu. Kamu mau pasang lukisan apa aja, mau corat-coret tembok pun, terserah kamu."

Orion menatap kakaknya, lalu menatap lukisannya yang kini menjadi pusat perhatian semua orang dengan rasa kagum.

Senyum merekah di bibirnya. Senyum kebanggaan yang luar biasa.

"Kakak... makasih! Kakak pahlawanku!" Orion memeluk Atlas erat di tengah blitz kamera wartawan.

[CRITICAL HIT!]

[Adik merasa sangat dibela dan bangga!]

[Kebahagiaan Artistik Tercapai!]

[REWARD SYSTEM]

Wealth Points: +500 WP.

Sisa Saldo WP: 6.500 WP. (Kembali ke angka awal sebelum beli skill, untung 100 poin).

Atlas membalas pelukan adiknya sambil menatap lukisan "Sangkar Emas" itu.

Maaf, Rion. Kakak mungkin yang membuat sangkar emas ini, batin Atlas. Tapi setidaknya, di dalam sangkar ini, tidak ada yang boleh menyentuhmu.

1
mustika saputro
keren banget
Sukma Firmansyah: thanks abangku,jangan lupa baya karya saya yang lain
total 1 replies
Pakde
🙏🙏🙏🙏🙏
Sukma Firmansyah: jangan lupa rating nya pakde, subs juga
kalo ada yang baru biar bisa ketauan
total 1 replies
Pakde
lanjut thor
Sukma Firmansyah: waduh, udah tamat pakde
next novel baru
semoga suka
btw
ada yang kurang kah dari ceritanya
total 1 replies
Sukma Firmansyah
bagus
Sukma Firmansyah
siangan abangku
Pakde
lanjut thor 🙏🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!